Mohon tunggu...
reza saputra
reza saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

saya adalah orang yang lebih menyukai pelajaran non akademik dibanding akademik. hobi saya bermain futsal

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Melihat Posisi Minoritas Dalam Film "Ngenest"

6 Januari 2023   11:46 Diperbarui: 6 Januari 2023   12:01 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sebelum membaca tulisan ini, alangkah baiknya teman-teman menonton film NGENEST terlebih dahulu. Karena, tulisan ini berisi sedikit spoiler.

Film "NGENEST", film yang disutradarai, ditulis dan dibintangi sendiri oleh Ernest Prakasa. Film yang diadaptasi dari trilogi novel yang memiliki judul sama. Film ini tayang di bioskop tanggal 30 desember 2015. Film ini berisi tentang seorang anak yang terlahir dengan darah tionghoa di masa orde baru yang bernama Ernest. Lahir dimasa orde baru yang mana diskriminasi terhadap etnis Tionghoa masih kental membuat Ernest sulit menjalani kehidupannya. sebagai kaum minoritas, ia selalu dikucilkan dan dibully oleh temannya. bisa dibilang bullying sudah menjadi makanan sehari-hari Ernest.

Terlahir menjadi kaum minoritas di indonesia membuat Ernest sangat berat menjalani kehidupannya. Pasalnya sedari kecil hingga dewasa Ernest selalu mendapatkan diskriminasi dari teman-temanya. Diskriminasi sendiri adalah tindakan tidak adil yang dilakukan terhadap kelompok tertentu yang bersifat kategorial seperti ras, suku, agama, dan lain-lain. Menurut pendapat Theodorson & Theodorson (James, 2003) mengungkapkan bahwa diskriminasi merupakan perlakuan tidak seimbang yang dilakukan terhadap golongan atau kelompok berdasarkan sesuatu yang biasanya bersifat kategorial atau atribut-atribut khas seperti ras, suku, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.

Tindakan diskriminasi dalam film ini bisa berupa diskriminasi langsung dan tidak langsung. Dimana diskriminasi langsung dalam film ini terlihat pada scene 9. Dimana dalam film ini Ernest dan Patrick yang sedang duduk berdua dihampiri Bowo, Faris, Bakri, dan Ipeh yang datang hanya untuk menginjak sepatu Patrick yang berwarna putih.

Sedangkan diskriminasi tidak langsung terlihat di awal film dimana terdapat seorang anak laki-laki yang sedang berjalan sambil menunduk, bertepatan dengan itu ada dua orang anak lain yang berteriak "cina" kepadanya. Penggunaan kata "cina" pada scene di awal dimaksudkan untuk mengejek atau merendahkan anak tersebut yang berketurunan cina. Sebab kata "cina" dianggap memiliki konotasi yang negatif. menurut sejarahnya kata "cina" dipakai penjajah jepang untuk menamai warga tiongkok yang tinggal di indonesia. Dimana arti dari "cina" itu sendiri adalah "daerah pinggiran" atau disebut sebagai "orang udik".

Tidak cukup dengan beberapa scene diatas, diskriminasi juga masih terlihat dibeberapa scene berikutnya. Contohnya saja di scene 13, saat Ernest sedang memasukan dompet ke dalam saku celananya lalu dari belakang teman-temannya berteriak memanggilnya dengan sebutan "cina dan minta ditraktir", terlebih lagi salah satu temannya meminta dibelikan motor bebek. Dari adegan tersebut menunjukan seakan-akan sebagai orang Tionghoa Ernest adalah orang kaya yang dapat membeli apapun. Seperti stereotip yang masih berkembang di masyarakat hingga saat ini bahwa orang Tionghoa pasti orang kaya. Menurut KBBI stereotip adalah konsepsi mengenai sifat, watak, dan perilaku sebuah golongan atau kelompok hanya berdasarkan prasangka yang tidak benar.

Dari film ini kita bisa melihat bahwa diskriminasi etnis Tionghoa yang notabenenya kelompok minoritas masih sering terjadi. Seluruh adegan diskriminasi yang ada dalam film ini adalah fenomena yang sering terjadi di masyarakat ditambah pengalaman dari penulisnya itu sendiri. Tindakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa telah dikemas dalam bentuk film yang bergenre komedi. Meskipun dikemas dalam genre komedi, film yang disajikan oleh Ernest ini tentunya memiliki pesan tersendiri yang ingin disampaikan terhadap penonton. Dimana Pesan yang dapat kita ambil dari film ini adalah berhenti melakukan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, berhenti mengucilkannya dan juga berhenti membedakannya. Sebab, tindakan diskriminasi terhadap seseorang dapat menimbulkan ganguan mental hingga trauma berkepanjangan di masa yang akan datang.

Referensi:

Susanto, I. (2017)."Penggambaran Budaya Etnis Tionghoa dalam Film Ngenest".Jurnal E-Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya. 5, (1), 1-13.

Setyawati & Ernas. (2020). 

https://repository.uksw.edu/handle/123456789/20881

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun