Mohon tunggu...
Reza Parayogi
Reza Parayogi Mohon Tunggu... Editor - Kontroversi akan selalu ada, bahkan saat oposisi yang menjabat.

Founder Legal.isme

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saling Silang Lintas Generasi: Masa Depan Bangsa di Tangan Siapa?

4 Februari 2021   00:45 Diperbarui: 4 Februari 2021   01:07 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Generasi, betapa satu kata yang terkadang menjadi topik perseteruan di tengah percepatan arus informasi dan teknologi. Saling silang ego masing-masing pelaku satu masa. Mereka yang sudah uzur mengharap kelangsungan masanya ditanggung penuh oleh generasi mendatang, tidak salah. Kerap kali ada juga yang menyalahkan generasinya sebab tak mampu melayani pola pikir pendahulunya.

Bahkan, ada yang lebih dulu meragukan kualitas pemuda ketimbang memberi kesempatan terlebih dahulu. Lebih parahnya lagi jika seorang legenda hidup mempertanyakan sumbangsih milenial. Keliru bukan? Milenial bukan tidak tahu jalan sebenarnya, hanya saja belum sampai atau bahkan belum berjalan sama sekali.

Tentu bertanya jalan pada mereka yang sudah pernah ke sana akan jauh lebih mudah dimengerti, detail tikungan, tanjakan, bahkan jalan berlubang tidak luput ia rincikan. Maka, mempertanyakan sumbangsih terhadap milenial adalah keliru. Semoga tidak keliru jika objek pertanyaannya dibalik.

Sebab yang mesti disodorkan pertanyaan semacam itu adalah mereka yang tua-tua, sumbangsih apa yang sudah mereka berikan?. Poinnya jelas, mereka lebih dulu mendapat kesempatan. Saling tuding berlanjut, generasi milenial menyalahkan generasi tua sebagai pewaris. Benar juga.

Alur dalam laga tidak hanya ditentukan oleh sang sutradara, tapi bagaimana peran sang bintang. Bak bermimpi setinggi langit, meleset hanya akan menimbulkan dua kemungkinan, pertama, kamu akan jatuh di antara bintang-bintang, kedua, bisa saja kamu dihantam meteor lalu hancur tanpa sisa.

Generasi tua bukan berhak, tapi memang berkewajiban mewariskan peran yang baik, meski lumrah memahami bahwa tidak semua aktor hebat dalam ber-acting. Pusing? saya juga demikian.

Generasi tua sebenarnya adalah generasi muda juga, begitu seterusnya hingga sampai pada manusia pertama yang ada di bumi. Berarti, kurang tepat jika dipetakkan oleh sekat antar generasi dengan sebutan generasi pelanjut.

Kelangsungan satu masa yang cerah ditentukan oleh tiap-tiap individu, tentang bagaimana memberikan yang terbaik dalam memerankan skenario.

Sebab skenario merupakan satu kesatuan antara episode pertama dengan kata TAMAT yang telah disusun rapi jauh sebelum syuting perdana. Kamu tidak bisa memilih peran, mengubah jalan cerita, bahkan kembali pada episode pertama, atau mungkin episode-episode yang menurut mu kurang sempurna. Kesatuan chip yang diberi nama otak dan hati telah disematkan sebaik dan setepat mungkin, dengan kapasitas masing-masing.

Kamu akan hebat jika memadukannya dengan baik, benar saja keduanya memiliki tupoksinya masing-masing, namun yang namanya satu kesatuan tetap saja tidak untuk dipisahkan. 

Olehnya itu, kamu boleh sependapat dengan saya bahwa tidak ada orang yang mutlak hebat, setiap orang hanya akan hebat sesuai dengan porsinya, mungkin temanmu hebat dalam mengotak-atik mesin, tapi belum tentu sehebat kamu yang lihai dalam meracik bumbu penyedap, atau mungkin tidak sehebat kamu yang cekatan meracik obat-obatan. Meski risikonya sama-sama mematikan. Asal jangan bunuh diri, optimis saja, mungkin besok kamu mati juga. Yang terbaik menurutmu belum tentu baik untuk temanmu.

Apapun itu, semua beriringan dengan risikonya masing-masing. Kamu tidak harus seragam dengan orang-orang di sekitarmu, bukankah menjadi lebih beda akan jauh lebih baik? Percayalah, setiap orang dengan jalannya masing-masing, hanya perlu waktu sedikit lagi. Sabar!

Tugasmu kemudian adalah memilih untuk berdiri sebagai orang yang hebat di antara orang-orang bodoh, atau memilih bodoh di antara orang-orang hebat. Oleh karena itu, sejak awal saya tekankan tentang bagaimana memberikan yang terbaik di setiap kesempatan. Kesempatan mungkin akan datang lagi, tapi tidak sehebat sebelumnya. Okay, that's a wrap.

Mari berpindah lokasi syuting, topiknya adalah bagaimana menjadi pelaku satu masa yang baik. Menjadi generasi pelanjut dengan rentetan tanggung jawab penuh terhadap kelangsungan hidup tentu bukan sebuah pilihan, tapi tuntutan. Kamu harus siap divonis minimal memutus rantai kemiskinan keluarga, beserta denda maksimal membayar peluh dan pelikmu. Bukan malah berserah diri dengan kondisi yang ada. Sedikit motivasi untukmu, wahai beban keluarga, Hehe.

Tersinggung dengan fakta jauh lebih sehat untukmu, ketimbang tersungging karena fiksi yang menghibur. Lanjut, bukan hanya kamu yang sedang berjuang keras, arus informasi dan teknologi jauh berkembang pesat, bisa saja menekan langkah mu atau bisa juga membuatmu terpacu untuk tetap bekerja keras, itu tergantung bagaimana kamu memaknai dan menghadapi zaman.

Sejauh ini, terlebih dahulu kamu harus menyadari kerja kerasmu sebenarnya untuk apa, fashion? passion? atau sekadar personal branding? Tidak urus, itu urusanmu wahai.. pilih saja 'beban keluarga atau sampah masyarakat'.

Namun, kalau boleh, saya akan beri kamu tiga pilihan, pertama, kalau kamu tidak mampu untuk bersikap baik, setidaknya kamu mampu bertutur kata yang baik, jika tidak keduanya, minimal penampilanmu harus baik. Intinya, harus ada yang baik untuk sebuah kesan pertama. Yang tidak baik adalah ketika kamu tidak memiliki ketiganya.

Meski sering kali kita mendengar bahwa menilai dari penampilan saja itu tidak baik. Tapi tunggu, jika suatu ketika kamu dipertemukan dengan preman bertubuh kekar dipenuhi tato lengkap dengan bekas jahitan dimana-mana, kesan pertama seperti apa yang kamu rasakan?, sebaliknya, jika kamu bertemu dengan pemuka agama?.

Pesatnya perkembangan teknologi, kamu dan temanmu akhirnya berlomba untuk mengikuti perkembangan zaman, mulai dari gadget, pakaian dengan brand ternama, game, hingga persaingan ketat yang hanya dibatasi durasi 15 detik. Gokil.

Poin yang mau saya tekankan di sini adalah waktumu jangan terbuang sia-sia hanya karena kamu merasa tersaingi, lima atau sepuluh tahun lagi persaingan akan jauh lebih keras, bahkan mungkin kejam, duniamu bukan lagi tentang apa yang sedang viral, memilih untuk terpuruk dikampung atau diperhitungkan karena nilai plus yang kamu punya sepenuhnya ada ditanganmu. Bukan sepenuhnya salah pemerintah mengimpor tenaga kerja asing, tapi tentang kualitas.

Terlalu banyak konten yang tidak penting untuk dianggap trend. Kalian tidak dituntut untuk mencicipi setiap produk terbaru. Tidakkah kamu sadari, ketika satu brand mahal menjadi bahan perlombaan, lalu akhirnya dimiliki oleh kebanyakan orang itu berarti pasaran?.

Maka, yang lebih penting adalah bagaimana kamu menyikapi perkembangan zaman. Jika dikemudian hari kamu akhirnya tidak bertemu dengan jati dirimu, tentu jalan paling baik adalah koreksi diri sejauh mungkin. Sebab, kamu sebenarnya tidak tergerus oleh zaman, kamu hanya digerus media sosial.

Untuk menjadi trendsetter tidak harus pakai ini dan itu, trendsetter yang baik diukur dari seberapa positif kreativitas yang kamu tularkan. Tulisan ini saya harus tutup dengan pesan untukmu wahai... tentang bagaimana kamu harus mampu memberikan yang terbaik tentang apapun, mulai dari memaknai, berlaku dan bertutur yang baik pula, akan sangat keliru jika kamu digiring dan dikontrol oleh media, bad news is a good news barangkali.

Masa depan bangsa, ditanggung oleh tiap-tiap generasi. Memanfaatkan waktumu dengan baik berarti meningkatkan kualitas dirimu, itu sama dengan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Jangan mati sebelum berkarya.

Begitu pun dengan tulisan ini, kamu boleh memilih untuk menjawab setiap pertanyaan yang saya sematkan secara tidak sadar, atau memilih untuk menyesal sudah membaca sejauh ini, percayalah, bak sebuah lagu, setiap tulisan ada pembacanya, masing-masing dengan genrenya.

rezaparayogi/author
rezaparayogi/author

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun