Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cover Both Side dan Framing Soal Panti Jompo

3 November 2021   08:58 Diperbarui: 3 November 2021   21:01 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Lansia di Panti Jompo. Photo by Indorelawan


"Satu ibu mampu merawat banyak anak tetapi banyak anak belum tentu mampu merawat satu ibu"

Beginilah gaung pepatah yang sekarang menjadi tren akibat dugaan kasus penelantaran orang tua yang dititipkan ke panti jompo. Kasus ini mulai merangkak naik akibat banyaknya kasak-kusuk dan statement yang bertubi-tubi diungkapkan oleh netizen tiada henti. 

Media sosial sempat gempar dengan sebuah surat perjanjian antara anak which is ketiga anaknya dengan sang Ibu yaitu Ibu Trimah yang diserahkan ke salah satu panti jompo. 

Bahkan urusan perihal pemakamannya juga diserahkan langsung ke panti jompo tersebut jika kelak orang tuanya meninggal. Sontak mengejutkan disana-sini ramainya netizen mengungkapkan amarah dan kekesalannya perihal kejadian itu.

Awalnya saya melihat berita ini acuh saja, karena melihat pernyataan netizen yang bar-bar menanggapi persoalan ini dari sisi anaknya yang tega menelantarkan sang ibu. Tetapi banyak pernyataan yang sudah keluar batas sehingga kita perlu tahu juga sebenarnya akarnya kasus ini itu darimana. Apakah ini sang anak memang bersalah sehingga tega menelantarkan ibunya dan dibawa ke panti jompo? Atau ini juga bisa jadi ada gesekan hubungan keluarga yang terjadi.

Secara langsung mereka menjurus dengan kalimat "tidak menghargai balas budi orang tua', auto masuk neraka, neraka jalur undangan, label anak durhaka, perbuatan tercela" dan benar-benar ditusuk-tusuknya perkataan tersebut dari sisi anak. Berbagai argumen selalu bergulir silih berganti sehingga mengundang kekesalan dari pembacanya. 

Alih-alih mereka mengeluarkan jurus dengan statement "dasar kamu anak durhaka, tidak ngerti balas budi. Anak macam apa kamu tidak tahu terima kasih! Kamu saya lahirkan di dunia tapi berbuat seperti itu terhadap orang tuamu", "orangtuamu adalah surgamu tolong dijaga janganlah kamu sekali-kali menelantarkan" dan juga pepatah yang telah saya tautkan diatas tentang ketidakberdayaan banyak anak untuk merawat satu ibu atau satu orang tua.

Memang secara normatif dari kecil kita selalu diajarkan sebagai anak untuk memberikan balas budi terhadap jasa orang tua yang selalu mengalir tanpa pamrih. Tanpa mengharap balasan, ia selalu curahkan perhatiannya kepada anak-anaknya. 

Ketika sang anak telah dirawat dengan baik seharusnya kita sendiri seorang anak seharusnya menunjukkan dedikasinya dan bakti cintanya kepada orang tua. 

Lebih-lebih merawat orang tuanya kala di usia senja. Melihat pemberitaan ini, panti jompo sebagai "tempat penampungan" bagi para lansia seakan menuai stigma negatif dan buruk di masyarakat. 

Hal ini dikarenakan framing media yang disematkan ketika berita ini datang dan menjudge bahwa panti jompo merupakan sebuah tempat yang tidak tepat untuk menghabiskan masa tua di usia senja.

Banyak scene-scene maupun adegan sinetron yang selalu menceritakan cerita anak yang tega menelantarkan orang tuanya ke panti jompo, menunjukkan amarah dan meluapkan rasa empati bagi si penontonnya. 

Banyak media seakan melayangkan glorifikasi atas wawancara Ibu Trimah sebagai lansia yang ditelantarkan sang anak. Melihat kejadian ini kita berusaha untuk tidak cepat mengambil keputusan bahwa loh ya jelas si anak lah yang salah, itu namanya anak durhaka babibubebo lainnya. 

Lagi pula, kita juga tidak tahu-menahu soal apa sebenarnya duduk perkara soal dugaan penelantaran yang menyedihkan ini.

Disini saya mencoba untuk membuka cover both side. Saya tidak ingin menghakimi salah satu pihak terbukti bersalah dengan pihak lainnya. 

Apakah memang murni sang anak bersalah kepada Ibu Trimah, atau jangan-jangan karena ada kesibukan dari anak-anaknya mungkin karena kesibukan kerja yang mengharuskan mereka ini tidak sempat untuk menengok orang tuanya dan merawatnya. 

Atau mungkin adanya percikan hubungan keluarga yang terkesan rumit sehingga penelantaran ini adalah solusi jalan terakhir yang mengundang untuk menyerahkannya langsung ke panti jompo. Tentu saya pun juga tidak tahu.

Karena dari pihak Ibu Trimah dan sang anak telah bersuara dan angkat bicara maka inilah saatnya saya mengamati respon yang datang atas dugaan penelantaran ini. 

Ketika sang anak melakukan klarifikasi, sebagian masyarakat mungkin masih menunjukkan rasa ketidakpuasannya. Walaupun memang mereka sudah bersuara atas gonjang-ganjing dugaan yang menyeruak ke ranah publik. 

Tetapi, hal ini juga ditambah dengan pihak panti yang melakukan dokumentasi soal foto surat penyerahannya beserta bubuhan tanda tangan ketiga anaknya. Jadi makin menjadi-jadi deh permasalahannya, berputar-putar terus netizen mengeluarkan uneg-uneg dan kekesalannya di kolom komentar.

Saya menyadari masalah keluarga adalah masalah yang begitu sulit. Kita tidak bisa menapikkan jika sudut pandang datang dari sisi orang tua maka kita sebagai anak tentu merasa bersalah karena kita tidak bisa menunjukkan budinya seorang anak merawat orang tua yang telah membesarkan kita hingga saat ini. Tetapi, dari sisi anak mungkin juga berpikiran kalau ketika kita merawat orang tua di usia senja juga tidak bisa semudah untuk membalikkan telapak tangan. 

Hal ini disinyalir bisa jadi karena masalah penghasilan, pekerjaan, jarak, dan banyak masalah lainnya mengelilingi di satu titik. Mungkin bisa jadi keputusannya menelantarkan orang tua ke panti jompo adalah solusi terakhir bagi mereka untuk menghabiskan masa tuanya.

Banyak orang yang menganggap hubungan orang tua dan anak itu selalu harmonis seperti di film-film. Terkadang kita juga perlu tahu bahwa tidak selamanya hubungan keluarga itu harmonis. 

Banyak kejadian juga perlakuan orang tua tidak menyenangkan kepada anaknya, bikin depresi anaknya dan lain-lain. Jangan membanding-bandingkan kalau orang tua selalu baik ke anaknya. Comment is something easy. When u've never been a victim.

Sedangkan seharusnya sebelum memiliki anak udah punya rencana kedepannya memang untuk mendidik dan membesarkan dengan baik. Toh kasus durhaka itu gak cuma anak terhadap ortu, tapi ortu terhadap anak juga ada

Kadang-kadang kita juga harus tahu bahwa kita sebagai anak juga harus memperbaiki diri dengan kerja keras, nabung, cari jodoh biar nanti ketika orang tuanya sudah sepuh anak-anaknya selalu menemani hari senja mereka. Biar orang tua kita tidak kesepian mencicipi hari tuanya.

Banyak stigma dan anggapan-angapan yang muncul soal panti jompo. Orang-orang menganggap panti jompo bukanlah tempat yang cocok untuk ditinggali. Konotasi "tempat penampungan" dan "buangan" dari anak-anak yang tidak tahu balas budi, tidak pandai merawat orangtuanya sendiri sehingga pula ditaruhlah ke panti jompo ini. Tapi, stigma panti jompo juga tidak selamanya demikian buruknya. Banyak panti-panti jompo yang memberikan fasilitas dan iklim kondusif untuk kehidupan senja para lansia. 

Mereka bisa bercengkerama dengan sesama lansia, bergaul dan berteman, bernyanyi bersama, tawa riang dan sukacita bersama. Panti jompo bukanlah sebuah penjara dan sebatas asrama. Sang anak bisa diberikan kesempatan untuk menjenguk ibunya. Sang anak bisa mengajak jalan-jalan orangtuanya dan bersantai bersama. Sayangnya budaya seperti ini jarang ditemui karena mungkin budaya sendiri yang berbeda.

Sebenarnya kasus dugaan penelantaran yang sedang ramai ini perlu kita sikapi dengan kepala dingin. Satu hal yang perlu kalian tahu bahwa masalah keluarga adalah masalah yang rumit dan pelik. 

Kita tidak akan pernah tahu bagaimana kedepannya hubungan anak dengan orang tua. Kita juga perlu sadari bahwa tidak selamanya hubungan anak dengan orang tua itu mulus-mulus saja. 

Banyak liku-liku yang penuh luka. Orang-orang diluar sana seakan sudah tahu-menahu soal duduk perkaranya dan bersikap reaktif ketika informasi datang kepadanya. Semua marah dan amarahnya tumpah tidak bisa dikendalikan. Tetapi ketika sang anak angkat bicara semua berubah.

Terkait kasus ini juga kita dibolak-balikkan feelingnya. Bisa-bisa si anaknya ah yang sengaja menelantarkan. Banyak prasangka buruk berkecamuk dalam diri ini. 

Apalah kita sebagai penonton hanya bisa menonton dan kita sama-sama manusia right? Justru menghakimi bukan tugas kita. Panti jompo bukanlah tempat yang buruk kok. 

Daripada kesepian menghabiskan waktu sendiri di rumah ketika anak-anaknya merantau untuk bekerja. Di panti jompo kita tidak perlu merasa kesepian. Ada teman sesama lansia yang bisa diajak bincang-bincang dan berbagi kisah anak cucu.

Panti jompo bukanlah tempat yang buruk seperti yang diceritakan di sinetron-sinetron. Sepi, muram, menyendiri, menyedihkan, orang-orang yang sudah lanjut usia takut ingin kesana. Seakan mereka dicampakkan dan diabaikan. Padahal mereka juga butuh kehidupan yang layak di hari tuanya.

Panti jompo tidak semenyeramkan yang kalian kira. Kebetulan saya pernah diajak oleh teman saya di salah satu panti jompo terdekat untuk melakukan bakti sosial. Ternyata panti jompo justru mulai berbenah dari anggapan masyarakat yang kotor, kumuh, lusuh ini. Disana banyak kegiatan-kegiatan yang bisa diikuti oleh para lansia. Seperti senam bersama, sholat berjamaah, makan bersama, karaoke bersama.

Para lansia justru mengisi hari-hari tuanya dengan ceria tanpa ada bayang-bayang memikirkan anak-anaknya. Para lansia menjadi lebih sehat dan kuat karena sering olahraga dan menjaga pola makan. Karena pola makannya benar-benar diatur disana kawan. 

Kemudian ada kegiatan santunan dari instansi di berbagai panti jompo yang membuat mereka merasa ada banyak teman sehingga senyum mereka terpancar di kerut wajahnya.

Once again, jangan pernah kalian menghakimi mereka yang menitipkan orang tuanya ke panti jompo. Memang ada sebuah kalimat bahwa manusia sudah senja seperti anak kecil. 

Mereka bergantung kepada orang lain. Lebih-lebih tidak berdaya terbaring lunglai. Memang sangat luar biasa ketika seseorang berhasil merawat orang tuanya dirumah sampai akhir hayatnya. Tetapi kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi sosial ekonomi mereka yang tidak memungkinkan.

Mau secinta apapun kita sebagai anak terhadap orang tua kita, ada batas yang wajar kita bisa mengasuh orang tua kita. Terlebih lagi kalau diluar kemampuan kita, mungkin panti jompo adalah pilihan yang tepat. 

Panti jompo bagaikan surga yang sedia menampung banyak pensiunan dan para lansia. Mereka mungkin bisa merasa nyaman berinteraksi dan berbagi cerita dengan para lansia lainnya.

Mestinya kita sebagai manusia, apalah kita hanya sebagai penonton perlu menyadari kalau menghakimi bukanlah kewajiban kita. Mestinya kita tidak perlu mencampuri urusan keluarga orang lain. 

Apalagi kalau panti jompo yang merupakan solusi terakhir bisa jadi sebuah solusi terbaik. Bisa jadi karena kondisi finansial yang sedang susah ataupun keinginan murni dari orang tua yang ingin mengisi hari tuanya di panti jompo karena anaknya tidak perlu repot-repot ngurusin. 

Panti jompo tidak seburuk yang kalian bayangkan. Sering-seringlah menjenguk orang tua kalian. Kadar berbakti bisa kalian ungkapkan dengan sering menanyakan kabar orang tua, mengirim paket makanan, selalu datang menjenguk orang tuanya, membayar patungan dari anak-anaknya untuk biaya perawatan dan fasiltasnya panti, mencurahkan segala perhatiannya dan kasih sayang kepada orang tua

"Sering-sering ya nak jenguk mama di panti jompo. Love you"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun