Mohon tunggu...
Reyva Herdianti
Reyva Herdianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Masyarakat, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia

Tebar Manfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Itu Peran Sosial?

17 Mei 2022   22:15 Diperbarui: 17 Mei 2022   22:23 2781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantara kita pasti sudah tidak asing lagi dengan “peran sosial”, yang mana merupakan salah satu materi dari mata pelajaran sosiologi yang diajarkan di bangku menengah atas. Sesuai dengan judulnya, peran sosial, hal ini sudah pasti berkaitan dengan lingkup sosial. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sosial diartikan dengan suatu hal yang berkenaan dengan masyarakat yang mana diperlukan komunikasi untuk menunjangnya. Lantas, apa itu masyarakat? Masyarakat dapat kita artikan sebagai sekelompok makhluk hidup yang memiliki jalinan erat dikarenakan suatu sistem, tradisi, konvensi (norma atau peraturan tak tertulis), dan hukum tertentu, serta mengarah pada kehidupan yang kolektif.

Berkaitan dengan peran, secara sederhana dapat kita ilustrasikan sebagai berikut: ketika seseorang melakukan hak serta kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut dapat kita sebut “telah menjalankan suatu peranan”. Simpel, bukan? Lalu, apa itu peran sosial? Penulis sudah membaca kurang lebih 4 atau 5 artikel yang terdapat di berbagai jurnal tentang peran sosial. Berikut penulis akan mengulas sedikit mengenai artikel yang sudah penulis baca untuk kita sama-sama mengetahui, apa, sih, peran sosial itu?

Artikel 1

Artikel yang pertama adalah “Implication of Social Role Research for Community Colleges” on Community College Journal of Research and Practice (Galbraith & James, 2002). Sesuai dengan judulnya, ya, dalam lingkup perkuliahan atau perguruan tinggi. Peran sosial disini dikaitkan dengan peran sosial dalam ruang lingkup mahasiswa, dosen, pelayanan mahasiswa, dan sebagainya. Pada penjelasan umumnya, sama dengan penjelasan di mana peran sosial didefinisikan. Menurut artikel ini (bisa kita garis bawahi/highlight), bahwa konstruk peran sosial dapat diartikan sebagai sebuah pola perilaku serta sikap yang berkaitan dengan fungsi atau kedudukan tertentu yang berada di masyarakat dan juga diharapkan oleh masyarakat. Maksud diharapkan oleh masyarakat di sini adalah melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan atau porsinya.  Peran sosial dalam lingkup universitas atau perguruan tinggi, dapat diidentifikasikan menjadi beberapa kerangka peran sosial, yakni  diantaranya adalah untuk pengembangan kurikulum, peningkatan layanan dosen dan mahasiswa, serta peningkatan kualitas universitas. Apabila semuanya berjalan dengan baik sesuai dengan perannya, maka akan mampu mempersiapkan mahasiswa untuk lebih berani ketika sudah selesai melaksanakan studinya, yaitu mahasiswa menjadi tidak “gagap” lagi menempuh peran sosialnya kelak di kemudian hari serta siap akan masa depan.

Artikel 2

Selanjutnya, yang kedua, artikel yang berjudul The Agentic Communal Model of Advantage and Disadvantage: How Inequality Produces Similarities in The Psychology of Power, Social Class, Gender, and Race (Rucker et al., 2018). Mungkin artikel ini lebih condong kepada ketidaksetaraan, baik itu ketidaksetataan dalam hal psikologi, kelas sosial, gender, dan juga ras. Tetapi, terdapat satu hal yang membuat penulis mengklasifikasikan artikel ini kedalam rumpun tema “peran sosial”. Sejumlah temuan menunjukkan bahwa individu atau kelompok dengan kuasa yang lebih tinggi, dia atau mereka akan mampu lebih besar mengekspresikan hak pilihannya dibandingkan dengan individu atau kelompok yang termarjinalkan. Hal ini bersinggungan dengan setiap kelompok sosial memiliki idealnya masing-masing untuk menentukan peringkatnya masing-masing. Di mana setiap perilaku tersebut, yang membedakan kekuasaan, kelas sosial, gender, serta ras, akan mengarahkan individu untuk memiliki rasa menang dan kalah. Padahal, semua itu tidak akan terjadi apabila setiap individu atau kelompok berjalan sesuai pada rel perannya. Ketua kelompok berperan sebagaimana mestinya, asisten berperan sebagaimana mestinya, admin bekerja sebagaimana mestinya, OB berperan sebagaimana mestinya, dan lainnya. Semua sudah ada kewajiban dan tanggung jawab masing-masing. Tak ada aturannya yang memiliki pangkat lebih tinggi dapat dengan seenaknya mendiskriminasi atau memarjinalkan kelompok lain karena merasa memiliki kuasa lebih atas mereka. Apakah tepat langkah: “siapa yang lebih unggul” dapat mengubah cara mereka untuk memiliki dunia sosial agar mendapat pengakuan?

Artikel 3

Artikel yang ketiga ini membahas tentang peran sosial menurut para ahli, yaitu Blumer dan Merton, yang berjudul Sociological Focus “Blumer and Merton: Social Roles and Sociological Theories” (Manis & Meltzer, 1974). Seorang sosiolog, tentu mempelajari perilaku dari orang lain, mempercayai nilai-nilai tertentu, serta menjadi ahli atau spesialisasi dari sosiologi. Menurut Blumer, seorang spesialisasi psikologi sosial (kritikus sosiologi kontemporer), menyatakan bahwa pengajaran dan penelitian, melibatkan keterampilan serta berbagai perilaku yang berbeda (beradaptasi dengan keadaan) secara umum. Sedangkan menurut Merton, sebagai ahli teori di bidang sosiologi pengetahuan, pengajaran dan penelitian ini berkaitan tentang lisan atau tulisan, luas atau sempitnya wawasan, aktivitas individu atau tim, dan sebagainya. Kedua ahli tersebut tentu mendefiniskan dengan bertolak belakang. Namun, apabila kita mengadopsi perspektif peran, maka kita akan menemukan perbandingan perilaku yang lebih inklusif. Kita akan menemukan jalan tengah antara pendapat Blumer dengan Merton. Di mana apabila kita akan menilai apakah peran sosial yang dilakukan individu atau kelompok tersebut sudah sesuai atau belum, kita bisa melihat sisi kognitifnya yang dilanjutkan dengan memperhatikan tingkah lakunya. Karena, pengetahuan seseorang akan berkaitan dengan tindak lanjut atas penerimaan suatu informasi. Bergitu juga dengan peran sosial, apabila seseorang memiliki tingkat kognitif yang cukup tinggi dan perilaku yang cukup baik, maka peran sosial yang diembannya akan terlaksana dengan baik pula. Maka dari itu, hal ini dapat dikaitkan dengan responsibilitas.

Artikel 4

Artikel keempat adalah The Journal of Mathematical Sociology “Social Roles and The Evolution of Networks in Extreme and Isolated Environments” (Johnson et al., 2003). Di dalam artikel ini, beberapa peneliti mulai menyadari semakin pentingnya masalah sosiologis, antropologis, dan juga psikologis sosial dalam lingkup kecil manusia, terutama yang berkaitan dengan kompleksitas kelompok (yang mana lebih besar dari individu, ruang lingkupnya). Suatu hal yang menonjol terkait kompleksitas kelompok seperti konsep struktural seperti posisi, status, peran, dan juga norma dengan evolusinya, serta pula fungsi kelompok, yakni kepemimpinan. Dalam suatu kelompok, pastilah ada seorang yang memimpin, pemimpin. Kepemimpinan telah menjadi salah satu aspek yang dipelajari dari fenomena kelompok kecil yang menghasilkan berbagai definisi atau pengertian serta metode untuk mengidentifikasi dan juga mengevaluasi pemimpin. Terdapat hasil penelitian bahwa kepemimpinan dengan tipe ekspresif, ternyata penting untuk melakukan interaksi dengan kelompok agar kelompok tersebut menjadi positif (aktif). Pentingnya gaya kepemimpinan tersebut terletak pada kemampuana individu dalam berbagai peran untuk menyatukan orang lain dalam berbagai konteks atau latar belakang sosial. Maka, bisa kita artikan bahwa apabila seorang pemimpin “bekerja” sesuai perannya dengan
baik, maka akan melahirkan situasi kelompok yang baik pula. Berlaku sesuai peran, sudah cukup.

Artikel 5

Artikel terakhir berkenaan dengan peran sosial guru dalam pendidikan, judul artikel tersebut adalah Teaching and Teacher Education “How Do Technological Changes Informal Education Shape The Social Roles of Teachers Who are Mothers?” (Weisberger et al., 2021). Seiring berkembangnya teknologi, profesi guru pun dituntut untu menguasai hal tersebut karena ditakutkan terjadi pergeseran nilai mengenai “guru sebagai ibunya ilmu”. Reformasi pendidikan tersebut kita anggap sebagai fenomena yang didasarkan pada pendekatan top-down ini dikembangkan oleh Kementrian Pendidikan, dan selanjutnya dapat diimplementasikan di setiap sistem sekolah. Kini, setiap guru dihadapi dengan tantangan teknologi. Bagaimana perubahan teknologi dalam pendidikan formal dapat menggeser peran guru dan bagaimana cara untuk menghadapi tantangan tersebut. Pengembangan program dengan membantu menghadapi tantangan digital dengan menyosialisasikan kebijakan, menawarkan dukungan teknis, menciptakan kondisi kerja yang nyaman, merupakan beberapa cara untuk tetap mempertahankan eksistensi guru sebagai “ibunya ilmu”, dan tidak aka nada yang mampu mengganti peran tersebut, termasuk teknologi. Jangan sampai pula guru menjadi memiliki perasaan “malas” karena ada teknologi yang membuat siswanya mampu untuk mencari tahu sendiri. Perlu diketahui, siswa pun membutuhkan nahkoda dalam perjalanannya berkelana mencari ilmu di lautan yang luas.

Siswa pun membutuhkan nahkoda dalam perjalanannya berkelana mencari ilmu di lautan yang luas.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa peran sosial adalah ketika kita menjalankan kewajiban kita sesuai dengan kedudukan di lingkungan sosial. Contoh dari lingkungan sosial itu sendiri adalah sesuai dengan kelima artikel yang penulis ulas di atas, yakni dimulai dari peran sosial di lingkup perguruan tinggi, pekerjaan, sekolah, dan lain sebagainya. 

Untuk di lingkup perguruan tinggi, sudah jelas peran sosial antara dosen dengan mahasiswa, di mana dosen berperan untuk membimbing mahasiswa, dan mahasiswa berperan sebagai penerima ilmu dan pengembang skill. 

Koordinasi kedua peran tersebut tentu dapat melahirkan mahasiswa yang memiliki pengetahuan serta keterampilan yang baik, yang tentunya mahasiswa tersebut bisa menghadapi realitas tantangan kehidupan selanjutnya.

 Lalu, untuk peran kelompok yang memiliki kewenangan lebih di atas kelompok lainnya, kebanyakan dari mereka menyimpang dari peran sosialnya, jatuhnya adalah overpower. Maka dari itu, “bekerjalah” sesuai peran dan kedudukan. Lantas, apakah benar bahwa peran sosial itu berkaitan dengan kognitif dan juga psikomotor? Ya, benar. 

Aspek kognitif dan psikomotor sangat berpengaruh terhadap individu untuk menjalankan peran sosialnya. Apakah langkah yang dijalaninya tepat atau tidak, itu semua tergantung dari pengetahuan dan ketepatan prediksi respons selanjutnya. 

Selanjutnya, peran sosial seorang pemimpin. Pemimpin tentunya memiliki tugas untuk memimpin serta mengarahkan anggota kelompoknya. Apabila peran sosialnya dijalankan dengan baik, maka akan membentuk kelompok yang baik pula. Terakhir, salah satu peran sosial yang terancam tergantikan, yakni guru. Tergantikan? Ya, guru terancam peran sosialnya tergantikan oleh teknologi. Not denial at all about this, memang teknologi mulai menguasai dunia pendidikan, yang mana kita dengan mudah menemukan apa saja yang kita mau (berkaitan dengan ilmu) di internet: Google, Safari, dan lainnya. Tetapi, peran guru hingga kapan pun tak akan pernah bisa tergantikan. Peran guru bukanlah hanya mengajar tentang pengetahuan pada muridnya, tetapi juga membentuk pribadi anak didiknya untuk menjadi lebih baik, dan itu tidak bisa didapatkan oleh kita pada teknologi. Jikalau pun bisa, tak akan semaksimal guru-guru kita.

Referensi

  1. Galbraith, M. W., & James, W. B. (2002). Implications of Social Role Research for Community Colleges. Community College Journal of Research and Practice, 26(6), 521–533. https://doi.org/10.1080/02776770290041873 
  2. Johnson, J. C., Boster, J. S., & Palinkas, L. A. (2003). Social Roles and The Evolution of Networks in Extreme and Isolated Environments. Journal of Mathematical Sociology, 27(2–3), 89–121. https://doi.org/10.1080/00222500305890 
  3. Manis, J. C., & Meltzer, B. N. (1974). Blumer and Merton: Social Roles and Sociological Theories. Sociological Focus, 7(4), 1–14. https://doi.org/10.1080/00380237.1974.10571406 
  4. Rucker, D. D., Galinsky, A. D., & Magee, J. C. (2018). The Agentic–Communal Model of Advantage and Disadvantage: How Inequality Produces Similarities in the Psychology of Power, Social Class, Gender, and Race. In Advances in Experimental Social Psychology (1st ed., Vol. 58). Elsevier Inc. https://doi.org/10.1016/bs.aesp.2018.04.001 
  5. Weisberger, M., Grinshtain, Y., & Blau, I. (2021). How Do Technological Change Informal Education Shape The Social Roles of Teachers Who are Mothers? Teaching and Teacher Education, 103, 103344. https://doi.org/10.1016/j.tate.2021.103344 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun