Mohon tunggu...
Reysabel Ruviana
Reysabel Ruviana Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tentang Clickbait, Memangnya Wanita Selalu Salah?

9 Oktober 2018   11:42 Diperbarui: 9 Oktober 2018   12:24 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar salah satu berita di merdeka.com

Banyaknya berita yang beredar di internet membuat media berlomba menarik pembaca sebanyak-banyaknya. Salah satu caranya adalah dengan membuat judul yang bernuansa clickbait yang kadang merugikan kaum wanita.

Clickbait terdiri dari dua kata dalam bahasa Inggris. Kata-kata tersebut adalah click dan bait. Menurut Oxford Dictionary, click berarti perilaku dalam memilih suatu opsi dalam barang elektronik dengan cara menekan tombol atau layar. Sedangkan bait berarti sesuatu yang dibuat untuk memengaruhi orang sehingga melakukan sesuatu.

Bila disimpulkan, clickbait adalah suatu hal yang sengaja dibuat untuk memengaruhi orang lain sehingga orang tersebut mau memilih sebuah opsi yang ada pada barang elektronik yang kita miliki.

Konsep clickbait ini diterapkan di dunia jurnalisme. Jurnalisme clickbait atau yang sering disebut jurnalisme kuning merupakan aliran jurnalisme yang menggunakan judul clickbait.

Menurut Wendratama dalam bukunya yang berjudul Jurnalisme Online, jurnalisme clickbait membesar-besarkan peristiwa berita dengan unsur sensasionalisme pada judulnya. 

Judul yang berbau sadisme juga merupakan kriteria judul clickbait. Hal ini merupakan trik media untuk menarik perhatian khalayak. Judul clickbait dinilai dapat mengundang banyak klik dari khalayak. Semakin banyak klik, semakin banyak profitnya.

Namun, sebenarnya judul clickbait seringkali melanggar etika jurnalistik. Secara tidak disadari, para wartawan terkesan mengabaikan dengan etika kerjanya demi memenuhi kebutuhan untuk mengumpulkan profit yang sebesar-besarnya untuk medianya.

Etika yang sebaiknya diperhatikan jurnalis ketika menjalankan profesinya tercantum pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). KEJ ditulis oleh Dewan Pers Indonesia. KEJ berisikan 11 pasal mengenai panduan bagi jurnalis ketika menjalankan profesinya. KEJ perlu dipatuhi agar produk jurnalistik yang dibuatnya tidak merugikan, menyudutkan, dan menyinggung berbagai pihak.

Salah satu pihak yang sering dirugikan dalam judul clickbait adalah kaum wanita. Diskriminasi bagi kaum wanita sering ditemukan pada judul clickbait. Padahal, etika mengenai hal ini tercantum pada KEJ pasal 8, yang berbunyi:

"Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. " 

Pasal tersebut menunjukkan bahwa seorang wartawan atau jurnalis tidak boleh menaruh prasangka atau anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu yang belum diketahui secara jelas. Jurnalis juga tidak diperbolehkan melakukan diskriminasi atau membedakan perilaku pada pihak tertentu.

Secara tidak sadar, banyak judul clickbait yang mendiskriminasi perempuan. Salah satu contoh bentuk diskriminasi perempuan dalam judul clickbait ada pada artikel berita yang disebarkan secara online melalui merdeka.com. judul artikel tersebut adalah Gara-gara Wanita, Pelajar Ribut Sampai Bacok Korban.

Artikel Gara-gara Wanita, Pelajar Ribut Sampai Bacok Korban memberitakan peristiwa penganiayaan yang dilakukan remaja laki-laki berumur 17 tahun berinisial RSD. Korban penganiayaan tersebut juga seorang remaja laki-laki lainnya dengan usia yang sama berinisial WH.

Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, AKBP Jarius Saragih mengatakan bahwa penganiayaan terjadi diduga karena adanya perselisihan antara korban dengan si pelaku. Perselisihan tersebut terjadi karena RSD dan WH sedang berebut seorang remaja wanita berinisial A.

Pada awalnya, kedua remaja putra tersebut saling tantang dan akhirnya membuat janji untuk bertemu dan beradu. Kedua remaja putra tersebut datang dengan membawa teman-temannya. Pelaku langsung menyerang korban dengan senjata tajam berupa celurit yang sebelumnya sudah ia RSD siapkan.

Setelah diusut, pelaku dituduh telah merebut pacar korban yang merupakan remaja putrid berinisial A. Pelaku mengaku tidak tahu menahu perihal tuduhan yang dilayangkan korban tersebut. Pelaku mengaku sakit hati karena tuduhan tersebut.

Alhasil, pelaku berinisial RSD mendekam di sel tahanan Polres Metro Bekasi Kota. RSD dijerat pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat sehingga terancam hukuman penjara yang cukup lama yaitu di atas lima tahun.

Secara sekilas memang judul Gara-gara Wanita, Pelajar Ribut Sampai Bacok Korban tidak ada yang salah. Namun, bila dilihat lebih jauh, ada satu pihak terkesan disalahkan atas peristiwa dalam berita tersebut. Ya, kaum wanita adalah pihak yang disalahkan atas peristiwa perkelahian di atas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, gara-gara berarti sebab atau sesuatu yang menjadi penyebab. Artinya, judul berita Gara-gara Wanita, Pelajar Ribut Sampai Bacok Korban menunjukkan bahwa wanita, yaitu A adalah penyebab dua orang remaja berinisial RSD dan WH berkelahi dan akhirnya RSD melakukan kekerasan fisik terhadap WH.

Syamsul Bachri Thalib dalam buku Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif memaparkan bahwa faktor perilaku kekerasan yang dilakukan seorang individu. Perilaku kekerasan terjadi disebabkan oleh keinginan untuk melampiaskan emosi dan tekanan dari luar.

RSD melakukan kekerasan fisik terhadap WH karena rasa sakit hati ketika WH menuduh RSD merebut A dari WH. Selain itu, menurut keterangan dari Jarius, WH sempat mengancam RSD ketika mereka bertemu. Ketika diwawancarai, RSD menyatakan bahwa ia menganiaya WH karena ia diancam oleh sang korban. Jadi, pihak wanita atau si A bukanlah penyebab peristiwa penganiayaan ini. Namun, judul berita berkata lain.

Berita serupa namun tak sama disebarkan oleh tribunnews.com biro Pekanbaru. Berita berjudul Gara-gara Cewek, Siswa SMP di Sidoarjo Duel dengan 18 Tahun, Satu Tewas Kena Sabetan Pedang dipublikasikan pada 21 Juni 2018.

tangkapan layar salah satu berita di pekanbaru.tribunnews.com
tangkapan layar salah satu berita di pekanbaru.tribunnews.com
Berita ini memberitakan seorang remaja yang masih di bawah umur ditangkap di rumah kontrakannya oleh anggota Satreskrim Polresta Sidoarjo dan Polsek Krian. Remaja berjenis kelamin laki-laki itu berusia 15 tahun dan berinisial MF.

MF ditangkap karena membunuh remaja putra berusia 18 tahun yang bernama Rachmat Nur Habib. Pembunuhan terjadi ketika mereka sedang berduel.

Pada awalnya, Rachmat mengirimkan pesan ke MF lewat aplikasi chatting WhatsApp. Rachmat menantang MF untuk duel. Alasannya, Rachmat cemburu karena MF dekat dengan pacar korbannya yang bernama Als.

MF menerima tantangan Rachmat dengan membawa pedang sepanjang 30 cm. Ketika bertemu, mereka sempat adu mulut dan akhirnya mulai berduel. MF merasa kalah dan akhirnya mengeluarkan pedangnya dan melukai korban hingga meninggal.

Lagi-lagi pihak wanita disalahkan dalam berita ini. Judul berita tersebut memberi kesan bahwa Als merupakan biang kerok atas meninggalnya sang korban. Padahal di dalam isi beritanya, amarah dari MF dan Rachmat yang memicu perkelahian hingga akhirnya kematian.

Judul berita serupa masih banyak beredar di internet. Situs media online ini memiliki laman yang membahas KEJ. Sayangnya, KEJ yang terpampang di laman website tidak diindahkan oleh media tersebut.

tangkapan layar kode etik dalam merdeka.com
tangkapan layar kode etik dalam merdeka.com
tangkapan layar isi kode etik dalam merdeka.com
tangkapan layar isi kode etik dalam merdeka.com
tangkapan layar kode etik dalam pekanbaru.tribunnews.com
tangkapan layar kode etik dalam pekanbaru.tribunnews.com
tangkapan layar isi kode etik dalam pekanbaru.tribunnews.com
tangkapan layar isi kode etik dalam pekanbaru.tribunnews.com
Sebaiknya, media juga mempertimbangkan kode etik yang menaungi jurnalisnya. Menurut Simarmata, perlu diingat bahwa media dapat membentuk pikiran khalayaknya dengan konten yang mereka diproduksi. Diskriminasi perempuan yang dilakukan secara tidak sadar oleh media akan membentuk stigma yang tidak benar mengenai kaum wanita, yaitu wanita merupakan penyebab dari segala pertikaian. Stigma ini akan amat merugikan kaum wanita. Wanita-wanita hebat akan diremehkan dan  tertekan ketika mereka menjalani kehidupannya.

Referensi Buku:

  1. Wendratama, Engelbertus. (2017). Jurnalisme Online. Yogyakarta : Bentang B-first
  2. Simarmata, Salvatore. (2014). Media dan Politik: Sikap Pers terhadap Pemerintahan Koalisi di Indonesia. Jakarta : Obor
  3. Thalib, Prof. Dr. Syamsul Bachri. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Jakarta : Kencana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun