DBHCHT merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat khususnya para buruh pabrik rokok, petani tembakau, dan buruh industri hasil tembakau. Industri yang dihasilkan dari tembakau ini patut untuk diperhatikan, apalagi kesejahteraan para pelaku yang ikut serta didalamnya.
Sebagian dana bagi hasil cukai tersebut dikembalikan kepada masyarakat di industri tanaman tembakau, pembagiannya biasanya dibagi dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), bantuan iuran jaminan produksi, bantuan sarana dan prasarana pertanian (pupuk bibit, alat angkut sepeda motor roda tiga, dan peningkatan keterampilan kerja.
Banyak provinsi khususnya di pulau jawa yang sangat mendorong industri padat karya ini agar bisa bertahan dan dapat menyerap tenaga kerja lebih besar lagi. Salah satunya, Provinsi Jawa Tengah yang merupakan penghasil tembakau terbesar ketiga setelah NTB dan Jawa Timur yang mendukung program DBHCHT untuk kesejahteraan para pekerja, petani, dan buruh tembakau.
Industri padat karya ini dikatakan sangat strategis untuk dipertahankan dan dilestarikan, karena dilihat dari sisi hulu (saat masih tanaman tembakau) hingga hilir (dikelola dan menjadi industri rokok) industri ini sangat mendukung strategi bagi pertanian dan perkebunan di Indonesia yang mana sebagian besar pekerjaan masyarakatnya adalah petani.
Tak hanya pemerintah saja, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) juga ikut serta mendukung dan hadir sebagai wadah perjuangan bagi petani tembakau. AMTI dideklarasikan pada 25 Januari 2010 oleh para pemangku kepentingan industri tembakau untuk mewujudkan kelestarian industri tembakau yang berkualitas.
Upaya AMTI dalam memperjuangkan industri tembakau dapat dilihat dari penolakan pengesahan dan penyusunan Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) karena RUU ini dinilai dapat membunuh 24 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem pertembakauan. RUU ini dikecam karena salah satu pasalnya berbunyi "Pengamanan zat adiktif yang memasukkan hasil olahan tembakau, narkotika, psikotropika, dan minuman alkohol dalam deretan jenis zat adiktif". Pasal 154 ini sama saja mengartikan rokok dengan narkoba, padahal jelas-jelas rokok adalah produk yang terbuat dari dedaunan tembakau dan cengkeh yang mana mempunyai manfaat banyak didalamnya.
SKT bukanlah sekedar produk tembakau, melainkan salah satu bagian dari warisan budaya Indonesia yang sangat banyak memberikan dampak positif terutama bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang besar, maka dibutuhkan peran masyarakat serta pemerintah untuk mendukung keberlangsungan sektor pertembakauan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H