Tentang mentari yang turun ke bumi
Menyinari seluruh telungkup pengisinya
Membumi tanpa memikirkan apa, siapa, mengapa, dimana, dan bagaimana
Menjelma menjadi dewa yang seakan bisa mengobati segalanya
Tentang senja yang membenamkan keindahan sang pencipta
Menghadirkan gelap untuk segala yang kau derita
Menjadikan kelam yang tak bisa dilihat oleh mata
Kau mau berjanji untuk pergi sebentar saja?
Baiklah aku terima.
Setiap langit memudarkan sinarnya
Aku selalu tidak sabar untuk segera memejamkan mataku
Membiarkan tubuhku larut dalam lautan mimpi yang sering Sekali membuatku rindu akan dirimu
Tapi fana,
Janji pergi sebentarmu rupanya palsu
Kau takkan pernah punya waktuku
Dan saat itu juga aku tau
Hatimu sudah terisi oleh sosok baru
Aku muak.
Melepas kepergianmu menjadi sarapanku setiap pagi
Layaknya menyantap roti dan kopi nafsuku tak terisi
Menyisakan sayatan yang tak lekas pulih
Sudah ku ikrarkan sejak ini aku benci bermimpi
Namun tetiba rembulan datang menemani disaat sepi
Menggantikan terik yang sudah selesai dengan tugasnya
Yang selalu diharapkan berkekuatan sama
Namun akhirnya hanya berujung nelangsa
Namun ingat,
Setelah hujan pasti ada pelangi
Setelah luka pasti ada obat penahan nyeri
Setelah senja juga ada gelap menggerayangi
Entah datang darimana?
Entah datang untuk siapa?
Ya, tidak semua indah setelah luka bisa membuatmu kembali seperti sedia kala.