Intinya, sebagai seorang single fighter mom, saya sudah over thinking duluan memikirkan semua kondisi tersebut. Dan ketika overthinking melanda, perasaan sedih dan mulai berandai-andaipun semakin memperburuk keadaan.
Andai saya bisa seperti ibu lainnya, yang bisa bangun sahur dan bekerja sama dengan suaminya. Ibu bisa memasak sahur dengan tenang di dapur, sembari membangunkan sang ayah, lalu ayahlah yang bertugas membangunkan anak-anak.
Ayah juga bisa mengajak anak-anak shalat sunah di malam hari, mengajak anak shalat subuh di masjid dan juga shalat tarawih bersama anak-anak.
Astagfirullah, kan jadi overthinking berkepanjangan.Â
Hal-Hal yang Disyukuri Ketika Ramadan Sebagai Single Fighter Mom
Dibalik semua overthinking saya akan tantangan ramadan kali ini, kenyataannya masih banyak hal yang sebenarnya wajib disyukuri. Di antaranya, rasa syukur karena masih dikasih kesempatan menjalani ramadan bersama anak-anak. Di mana hal ini pastinya akan berlalu, anak-anak akan tumbuh dewasa lalu akhirnya punya banyak kegiatannya sendiri.
Anak-anak nantinya mungkin akan lebih banyak buka puasa di luar, bahkan bisa jadi sahurpun di luar, apalagi kalau akhirnya anak menikah nanti.
Dengan menjalani ramadan secara penuh dengan anak-anak, semua hal tentang mereka wajib saya yang penuhi dan bertanggung jawab. Bikin saya punya lebih banyak kenangan sekaligus bonding bersama mereka.
Anak-anak akan selalu mengenang, betapa maminya ini selalu hadir di kehidupan dan kebutuhan serta kegiatan mereka. Semua kebersamaan kami, akan menjadi sebuah kenangan masa kecil anak yang manis tentang ramadan di kemudian hari.
Insya Allah.
Di sisi lain, menjalani ramadan sebagai single fighter mom melatih saya menjadi pribadi yang lebih disiplin dalam menggunakan waktu. Karena begitu banyak yang harus dilakukan, di sisi lain saya tidak mau rugi untuk melewatkan bulan ini dengan mengumpulkan lebih banyak keberkahannya.
Jadi, mau tidak mau, disiplin adalah kunci dari segalanya.