Beberapa hari kemarin, viral di beberapa media sosial tentang tugas akhir seorang mahasiswa ITS di Surabaya yang sangat tebal dengan jumlah halaman 3.045 lembar. Sungguh tebal sehingga beratnya mencapai kurang lebih 4 kg. Â Dan yang lebih mengagumkan, konon katanya karya tugas akhir setebal itu ditulis hanya dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan saja.
Oh ya, fyi karya tersebut seharusnya disebut tugas akhir, bukan skripsi seperti yang dituliskan banyak media online, karena sependek pengetahuan saya, tugas akhir adalah untuk mahasiswa program studi diploma, sedang skripsi adalah sebutan untuk karya ilmiah wajib buat mahasiswa program studi sarjana S1 (cmiiw).Â
Semua orang terkagum-kagum karenanya, demikian pula saya. Karena mungkin basic pendidikan saya juga seorang anak teknik, terlebih setelah mencari tahu, ternyata pemilik tugas akhir tersebut adalah seorang Mahasiswa dari departemen teknik infrastruktur Sipil, fakultas Vokasi ITS.
Sebagai lulusan teknik Sipil meski beda nasib (alias beda perguruan tinggi) saya makin kagum sekaligus penasaran, apa gerangan isi dari karya tugas akhir sang mahasiswa yang bernama Muharom Gani Irwanda tersebut.
Dan setelah mencari informasi dari beberapa media yang berkesempatan mewawancarai mahasiswa teladan tersebut, ternyata tugas akhir tersebut membahas tentang efisiensi biaya sebuah proyek gedung dengan cara disain struktur yang ekonomis, jadwal pelaksanaan yang tepat serta pemilihan material yang efisien. Setidaknya kira-kira seperti itu isinya.
Dan akhirnya, saya langsung ber "ooo makanya tugas akhirnya tebal!"
Sangat wajar, jika tugas akhir dengan materi seperti itu akan menghasilkan lampiran perhitungan hingga ribuan lembar, secara.. menurut si mahasiswa, dia menghitung ulang disain struktur bangunan gedung 11 lantai, di mana demi menekan anggaran biaya proyek, balok yang dipergunakan memakai balok dengan ukuran yang ekonomis asal memenuhi batas kekuatan yang dibutuhkan.
Saya langsung terbayang, menuliskan satu demi satu rumus perhitungan disain dan volumenya, untuk 1 lantai saja saya rasa butuh kertas ratusan lembar untuk menuliskannya, terlebih yang dihitung ada 11 lantai.
Belum termasuk perhitungan biaya, time schedulle dan sebagainya. Sebagai mantan pekerja di bagian tersebut, saya sangat tahu betapa 'njlimet' dan menantangnya karya tugas akhir tersebut.
Tugas Akhir Mahasiswa Tak Selalu Bisa Di Aplikasikan Pada Tugas Di Dunia Kerja
Namun, di balik rasa salut saya pada ketekunan sang mahasiswa tersebut sehingga bisa menghasilkan karya tugas akhir setebal dan secepat itu, saya sedikit teringat penasaran dengan kesimpulan akhir dari karya tersebut dan apa tanggapan owner maupun  kontraktor yang menbangun gedung tempat si mahasiswa tersebut melakukan penelitiannya.
Karya seperti itu seharusnya menjadi terobosan baru bagi pihak owner maupun kontraktor untuk melakukan efisiensi biaya pelaksanaan proyek, minimal mendatangkan ide buat pihak perusahaan untuk menekan biaya pelaksanaan proyek.
Meskipun, mungkin tidak bisa digunakan sepenuhnya untuk pelaksanaan di sebuah proyek.
Sering terjadi, apa yang mahasiswa dapatkan selama kuliah, tidak semua bisa diterapkan pada dunia kerja, dalam dunia teknik sipil misalnya. Ada beberapa teori yang kadang sulit dilaksanakan di proyek, yang membuat beberapa pelaksana proyek mengabaikan teori tersebut, meski dengan berbagai resiko.
Dalam hal tugas akhir dari mahasiswa ITS tersebut misalnya, si mahasiswa mengatakan, bahwa dia mengubah banyak ukuran balok dari gedung yang dibangun, dengan tujuan agar menghemat anggaran biaya pelaksanaan. Dengan dikuranginya ukuran balok gedung menjadi seefisien mungkin asal tetap masuk dalam perhitungan keamanan balok, maka akan sangat membantu mengurangi biaya material.
Akan tetapi, satu hal yang mungkin dilupakan adalah, membuat ukuran balok beragam itu amat sangat mempengaruhi biaya pelaksanaan proyek. Karena akan membuat proses pembuatan bekisting (cetakan balok) akan lebih lama karena ukuran balok yang beragam.
Dan waktu pelaksanaan yang molor juga amat sangat berpengaruh dengan durasi pelaksanaan pekerjaan yang pastinya amat sangat mempengaruhi  biaya. Kecuali memang isi tugas akhir tersebut merupakan analisa pembanding antara pekerjaan dengan balok beragam dengan balok seragam.
Contoh lain mengapa ilmu dari perkuliahan kadang sulit di implementasikan di proyek adalah, karena kadang teori tidak diajarkan langsung dalam penerapannya di lapangan (proyek). Dan juga mungkin karena waktu kerja praktek seorang mahasiswa yang masih terbilang lebih pendek.
Akan lebih baik jika waktu kerja praktek mahasiswa di sebuah proyek hingga 1 atau 2 semester, dan menyesuaikan pelaksanaan proyek. Sehingga untuk pemahaman mahasiswa tentang proyek keseluruhan lebih mendalam, kecuali... memang ada mahasiswa yang mengambil topik lebih spesifik, misal hanya masalah pondasi, atau mungkin masalah perencanaan struktur.
Itu jika untuk mahasiswa teknik Sipil, entah untuk mahasiswa jurusan lainnya, mungkin karya tugas akhirnya bisa langsung diterapkan dalam dunia kerja.
Semoga manfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H