Assalamu'alaikum :)
Bagi  saya, yang seorang ibu rumah tangga tanpa ART , media sosial adalah hiburan yang  paling hakiki.
Terlebih saya adalah seorang introvert (meskipun bisa juga menjadi ambivert).
Media sosial, mulai menjadi sesuatu yang penting bagi saya sejak memutuskan jadi IRT pertama kali di tahun 2011 lalu.
Saat itu, sehari saja gak punya data internet, dijamin saya bakalan uring-uringan mulu.
Terlebih,  saat saya memutuskan menjalankan bisnis online di tahun 2014 lalu,  praktis sudah koneksi saya dengan media sosial adalah nomor 2 setelah  urusan anak.
Meskipun, kadangkarena tuntutan bisnis, anak jadi dinomor duakan.
Media sosial jadi kurang terjamah kembali saat akhirnya saya memutuskan kembali bekerja kantoran di tahun 2015 lalu.
Selama bekerja kantoran, saya hanya sesekali membuka media sosial, itupun untuk mengupload foto di Instagram.
Hanya  berselang setahun lebih, saya kembali menyerah, dan akhirnya kembali menjadi IRT.
Alasannya?, sama dengan alasan  ibu-ibu lainnya. Karena anak.
Setelahnya, Â praktis pula saya kembali tergantung pada media sosial.Â
Entah mungkin saya terlalu mencintai dunia luar, atau mungkin juga karena saya  adalah seorang workaholic yang benci dunia IRT, tapi mau gak mau harus jadi IRT.
Setelah menjadi IRT saya memutuskan kembali menekuni bisnis online,  bahkan sekarang memutuskan untuk menekuni dunia blogger, jadinya koneksi  dengan media sosial itu penting banget.
Pentingnya Berinteraksi Di Media Sosial Bagi Seorang Blogger
Sebenarnya, saya yakin kalau zaman now ini amat sangat jarang ada orang yang sama sekali gak pernah buka media sosial, atau gak punya media sosial. Bahkan kakek nenek sepuh juga punya loh media sosial.
Selain kakek dan neneknya anak-anak saya alias orang tua saya tentunya.
Namun, kebanyakan hanya setia menjadi silent reader, scrolling isi timeline, dan sesekali share tulisan yang mengena pada keadaannya, gambar dan video yang heboh (meskipun kadang hoax).
Sama dengan saya saat pertama kali memutuskan jadi IRT beberapa tahun lalu.
Tiap hari bahkan tiap saat online, tapi hanya sekadar scrolling-scrolling saja, males berinteraksi, even cuman ngelike postingan orang.
Tapi, sejak memutuskan menjadikan media sosial jadi sarana mengumpulkan duit alias monetized medsos. Tiba-tiba interaksi jadi amat sangat penting.
Apa saja manfaatnya hingga jadi penting?
Berinteraksi dengan like, komen maupun share membuat  kita jadi lebih dekat secara personal pada teman di medsos, yang mana  bakal sangat berpengaruh dengan bisnis yang kita jalankan, seperti 'Trust' , teman medsos akan lebih percaya akan bisnis kita bukanlah sebuah tipu-tipu.
Berinteraksi membuat pagerank medsos kita bakalan selalu  tampil di timeline teman medsos, dengan demikian semua aktivitas kita,  seperti update status, maupun upload ini itu bakalan muncul dan terbaca  oleh ybs.
Berinteraksi membuat teman medsos kita jadi kepo terhadap kita, dan  itu membuat mereka familier dengan kita, tulisan kita dan semacamnya.
Nah, untuk itu...
Penting banget untuk kita selalu menyempatkan komen di postingan teman.
Dilema komen di postingan orang
Lalu terjebaklah saya dalam dilema komen di postingan orang.
Parahnya  lagi, sebagai seorang blogger yang serius membangun blognya, saya juga  harus rajin komen di postingan blog orang lain, dengan harapan si  empunya blog balas berkunjung ke blog saya, atau minimal yang baca komen  tersebut tertarik kepoin saya.
Kenapa dilema, Rey?
Karena entah saya, atau orang lain, sepertinya ada yang baper di antara kita, lol.
Saking berpikir tentang baper tersebut, jadinya bingung mau komen apa.
Beberapa poin dilema tersebut :
Komen panjang, di sangka menggurui, lebih parahnya disangka menghakimi atau mengatur orang.
Sejujurnya,  saya paling suka komen panjang, baik di postingan media sosial orang  maupun postingan blog. Selain biar keliatan kalau saya niat dan beneran  tertarik dengan apa yang ditulisnya, juga buat memancing pembaca lainnya  kepo terhadap saya.
Tapi sering terjadi, yang ada saya malah disemprot, baik secara langsung maupun secara halus.
Masih  teringat jelas di pikiran, beberapa waktu lalu saya komen di postingan  instagram seseorang, kalau dilihat sih ybs seorang blogger juga.
Dan saya paling suka berinteraksi dengan sesama blogger, selain menjalin silaturahmi, biar makin kenal aja gitu, biar kalau ada event terus ketemu gak krik krik aja, hahaha
Waktu  itu (kalau gak salah) ybs posting tentang slowcooker, terus bilang  sangat bermanfaat bagi ibu bekerja. Saya yang memang punya SC tapi cuman  sekali pakai udah dibungkus kembali  pun komen, dengan menceritakan  pengalaman saya, plus diakhiri dengan memuji dia.
Namun tanpa menunggu lama, dia malah menjawab kalau dia gak membandingkan ibu  bekerja maupun IRT, padahal komen saya nyata-nyata gak nyinggung IRT,  cuman bilang saya ibu cemen yang gak tau cara masak pakai SC, jadinya  lebih ribet ketimbang masak sendiri.
Lah, kalau cuman jawab ketus sih gak masalah kali yak, biasanya saya cuman senyum ngehek, terus lupain.
Eh  siapa sangka, waktu iseng liat-liat insta story, dia curhat  panjaaaanggggg banget masalah itu, katanya saya adalah netizen yang  sotoy.
Kan jadi panjang masalahnya, padahal saya  komen niatnya biar sering interaksi aja, gak terlalu serius juga mau  ngurusin hidup orang, kalau ada orang yang mau dikurusin, ya saya bakal  maju duluan, biar lemak di perut dan punggung ini berkurang dikit *loh, haha.
Jadi, setelah saat itu, saya jadi parno komen  di postingan orang, takut menyinggung, padahal saya kalau komen pasti  muji-muji mulu
Komen pendek, di sangka ngasal alias gak niat.
Karena  takut menyinggung atau disalah pahamin oleh orang, saya akhirnya milih  komen yang pendek-pendek aja, itupun isinya muji orang mulu,  hitung-hitung sedekah, biar teman selalu happy karena mendapatkan pujian  mulu.
See, begitu mudah bersedekah, hanya dengan mengatakan orang cantik dan keren saja.
Tapi, ternyata komen begitupun salah, hal tersebut pernah saya baca di beberapa postingan insta story teman-teman.
Katanya komennya gak niat.
Komen muji, di sangka modus.
Kalau ini terjadi saat saya menjadi marketing online, susah banget komen di postingan orang, komen apaaaa aja terlebih muji disangka modus.
Padahal beneran ikhlas komennya, meski yaaa.... ujung-ujungnya ada harapan ybs percaya sama saya dan bisnis saya, lol.
Komen apa saja, selalu salah.
Ini  yang paling mengherankan, ada banyak orang yang menulis entah di  postingan blog atau media sosial, tapi selalu jutek terhadap komen yang  masuk.
Entah mungkin dia lagi bete atau badmood.
Saya jadi ingin bertanya, seandainya kalau dia menulis sesuatu, terus pageviewnya  hanya 1 saja alias dirinya sendiri, atau komen dan like nihil, memang gak  bikin sedih juga?
Iya gak sih???
Kalau menurut saya,...
Saat  kita memutuskan menulis atau meninggalkan jejak apa saja di media  sosial yang ada temannya, ya siap-siap saja kita mendapatkan feed back dalam bentuk apa saja.
Karena, ibarat kita melakukan sesuatu  di tengah keramaian, akan selalu ada yang memperhatikan bahkan sampai  nyinyirin kita bukan?
Kalau memang tidak mau mendapatkan like, komen dan share.
Cari aman saja, dengan posting pakai settingan "only me" hahaha.
Okeh sekian curhat gaje yang semoga ada setitik manfaat ini.
Kalau temans, pernah dilema gak kalau mau komen di postingan orang?
Share yuukkk....
Sidoarjo, 24 Oktober 2018
Wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H