menemukan jati dirinya melalui sepak bola, Mike Tyson menemukan jati dirinya melalui tinju, Jhonny Depp menemukan jati dirinya melalui akting, bisakah penulis seperti kita yang baru terjun kedunia menulis atau pun sudah lama menulis bisa juga menemukan jati diri melalui aktivitas menulis? Baca sampai akhir!
RonaldoMenulis sebenarnya sama dengan hobi-hobi yang lain, yang apabila ditekuni dengan baik kita bisa juga terkenal dan sukses seperti Ronaldo, Mike Tyson atau pun Jhonny Depp. Hobi menulis tidak bisa diremehkan hanya sebatas kegiatan mengisi waktu senggang saja, atau sebagai sarana curhat meluapkan kegelisahan hati. Â
Lebih dari itu, menulis bisa mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik. Karir yang lebih baik. Namun untuk sampai disana, perlu ada usaha, konsistensi dan proses panjang sehingga kita percaya dan yakin menulis bisa kita jadikan sebagai profesi, lebih dari sekadar hobi.
Tak sedikit penulis yang baru terjun kedunia menulis dan berharap mendapatkan kehidupan yang lebih layak harus berhenti di tengah jalan. Ada yang mulai merasa ragu bahwa menulis tak menghasilkan apa-apa, ada juga yang berhenti karena merasa jenuh, kesulitan menemukan ide, hingga merasa bahwa tulisan yang dihasilkan tidak diminati oleh para pembaca.
Itu adalah perasaan yang wajar. Yang saya kira akan menimpa siapa pun yang baru terjun atau sedang menekuni dunia tulis menulis. Tak terkecuali dengan diri saya sendiri. Bagi saya itu adalah sebuah proses untuk menemukan jati diri, proses untuk mulai mengenali warna suara sendiri. Hingga disuatu titik kita akan kembali terbangun dan mulai kembali menulis setelah kita berhasil menemukan formula menulis kita sendiri.
Ini yang saya alami, disuatu siang ditengah kehidupan saya yang tidak maju dan tidak mundur, saya merenungkan kembali apa yang sudah saya tulis, saya merasa selama ini sudah mampu menghasilakan tulisan tentang topik apapun, di platform Kompasiana yang sudah saya singgahi sejak lima tahun belakangan ini, para pembaca sekalian bisa menemukan topik apapun yang sudah saya tulis.
Mulai dari Politik, Sepak Bola, Sosial, Pengembangan Diri, Percintaan, Selebritis, Spiritual, Psikologi, Science, Puisi, semuanya sudah saya tulis. Hanya ada satu hal yang luput dan selalu saya hindari, yaitu menulis: Cerita.
Padahal dari semua topik yang telah saya tulis itu, Cerita adalah topik yang paling memungkinkan kita untuk menanjak ke level yang lebih tinggi lagi. Apalagi di zaman yang semakin digital ini, kita tak perlu bingung lagi untuk mempublish hasil karya cerita yang sudah kita tulis itu.
Memang saya bisa mengedukasi dan menginspirasi banyak orang melalui topik pengembangan diri yang saya tulis, tulisan itu tidak terlalu buruk dan tetap bermanfa'at bagi pembaca, namun tulisan-tulisan tersebut saya kira tidak cukup mempunyai nilai komersial seperti halnya karya-karya dalam bentuk cerita seperti Cerpen atau pun Novel.
Baru mulai sekarang saya menyadari bahwa, karya tulis dalam bentuk cerita lebih berpotensi menghasilkan keuntungan ekonomi daripada karya-karya tulis yang lain, mengapa demikian?. Hmm simak terus ya!
Berkarir Sebagai Penulis Cerita
Terus terang baru-baru ini saya mulai tertarik untuk menulis fiksi setelah sering membaca cerpen fiksi yang ditulis oleh Ben Sohib, Rizqi Turama dan Raditya Dika. Saya juga mulai berkenalan dengan penulis fiksi yang sebenarnya sudah tidak asing lagi seperti, Andrea Hirata atau pun Donny Dhirgantoro, yang novelnya best seller dan sudah diangkat ke layar lebar.
Melalui mereka saya belajar bagaimana sih menyajikan cerita yang baik? Bagaimana cara mereka mengemas tulisannya hingga menarik banyak pembaca? Dan apa saja unsur-unsur yang ada dalam cerita tersebut? Saya ulik satu persatu.
Mereka juga sama-sama punya ciri khas dan karakter masing-masing. Ben Sohib misalnya yang dalam pandangan saya, ia selalu mampu mengahasilkan cerpen yang memuat kritik sosial namun menggelitik. Atau Rizqi Turama yang selalu mengangkat isu-isu lingkungan dalam setiap cerpennya, begitu pun dengan Raditya Dika yang sangat pandai menyelipkan komedi di cerpen-cerpen remajanya.
Dari situ saya mulai berpikir, tulisan fiksi ini ternyata bukan hanya sekadar media hiburan yang bisa membuat kita sedih, bahagia atau tertawa, melalui tulisan fiksi, kita juga bisa menyisipkan pesan, pemikiran, atau pun kritik untuk mempengaruhi pembaca. Sehingga kita tidak terlihat seperti sedang menggurui.
Dan penulis yang nama-namanya sudah saya sebutkan tadi, mereka semua telah berhasil menemukan jati diri dan warna suaranya sendiri. Mereka juga telah berhasil menjadi penulis yang sukses dan karyanya telah banyak dijual baik dalam bentuk buku, atau pun diangkat ke layar lebar. Sehingga menulis fiksi, sebenarnya adalah hobi yang tidak bisa diremehkan. Karena telah terbukti mendatangkan manfa'at ekonomi.
Dengan mulai menulis fiksi, setidaknya kita punya karya yang bisa dinikmati pembaca sebagai bentuk hiburan atau bila memungkinkan bisa dikomersialisasi. Awalnya mungkin kita hanya mampu menulis cerpen, selanjutnya kita jadi bisa menulis novel, dan dilevel berikutnya, kita bisa saja menjadi penulis skenario film.
Ini yang saya maksud menulis bukan hanya sekadar hobi untuk mengisi waktu senggang, tapi juga bisa kita jadikan sebagi profesi yang bisa membawa kita kepada karir yang lebih tinggi lagi.
Bahkan akhir-akhir ini saya sering bermimpi, mungkinkah suatu saat nanti saya menjadi seorang Sutradara untuk cerita yang sudah saya tulis? Mengubah cerita itu kedalam bentuk film untuk dinikmati ribuan bahkan jutaan orang? Sangat mungkin! Apabila saya memulai nya hari ini. Semua itu bisa diwujudkan melalui lembaran kertas putih kosong yang ada dihadapan saya.
Meskipun bisa dibilang terlambat untuk memulai, namun kini saya sudah menemukan jati diri melalui proses menulis. Inilah waktunya, mulai sekarang, saya akan memutuskan untuk menjadi penulis fiksi dan mengubah hobi ini menjadi profesi.
Untuk kamu yang baru memulai, teruslah menulis dalam berbagai topik. Cobalah semua, hingga kamu benar-benar menemukan jati dirimu, lalu memulai perjalan baru melalui kegiatan menulis.
Namun seperti quotes yang baru saja saya tulis belakangan ini di twitter: "Dibaca atau pun tidak, di bayar atau pun tidak, sang penulis sejati akan terus menulis, entah untuk sekadar rekreasi atau sebagai alat untuk meluapkan kegelisahan hati."
Karena bagi saya, menulis adalah bentuk investasi. Ibarat menanam pohon, kita tidak akan langsung memanen buahnya hari itu juga, butuh waktu yang agak lama untuk pohonnya tumbuh lalu baru bisa menghasilkan buah. Tapi semakin banyak pohon yang ditanam, potensi buah yang akan dipanen pun pasti akan lebih banyak.
Selamat menulis!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H