Meski Anna sebenarnya adalah gadis yang penurut dan sedikit lugu, namun ia seringkali tak tahan apabila keinginan nya tidak segera di turuti. Anna selalu bermimpi menjadi seorang putri yang hidup di dunia yang serba instan. Ia seringkali merengek dan terus merayu sekuat tenaga apabila sedang ingin sesuatu. Padahal kala itu umurnya sudah 22 tahun, tiga tahun lebih muda dari ku.
Berbanding terbalik dengan diri ku yang kadang orang bilang nampak seperti bapak - bapak ketika sudah bicara. Terlalu serius katanya. Kecenderungan ku untuk selalu memikirkan apa pun dalam hidup, mengantarkan ku pada kebiasaan mengamati segala sesuatu. Kadang aku merasa berdosa apabila selalu menuntut kesempurnaan pada semua hal, termasuk pada pasangan ku sendiri.
Tapi meski kami memiliki kepribadian yang kontras, aku dan Anna selalu sepakat soal musik yang kami sukai. Itu yang kemudian membuat kami menjadi dekat, dari hari ke hari, dari waktu ke waktu, percakapan kami selalu tak jauh dari musik. Bahkan sejak kali pertama kami bertemu, tanpa tedeng aling - aling, ia langsung saja menyodorkan topik tentang musik dan bercerita panjang lebar soal alasannya menyukai band asal Britania Raya itu.
"Aku itu udah dengerin The Beatles dari SMP lho, Don't let me down adalah lagu yang pertama aku dengerin, semenjak itu aku jadi ngefans banget sama John Lennon, dia tampan dan jenius" Anna bercerita dengan antusias.
"Tapi pas aku denger dia meninggal karena di tembak sama fans nya sendiri, aku jadi ikut sedih. Aku gak nyangka dia meninggal dengan cara tragis seperti itu." Dia melanjutkan, binar dimatanya mulai redup, berbicara lambat sambil tertunduk.
Di bangku taman yang kosong yang jaraknya 100 meter dari tepi trotoar tempat pertama kali kami bertemu itu, aku hanya mengangguk saja, mengiyakan apa yang sedang Anna ceritakan sembari mengelus helai demi helai rambutnya yang berwana pirang kecoklat - coklatan yang tertimpa matahari sore kala itu.
Tak jarang pula aku berdebat dengan Anna tentang siapa yang paling pas mengisi lead vocal di The Beatles, ia bersikukuh kalau John Lennon lebih cocok dan pas untuk mengisi lead vocal karena menurutnya lebih nge-rock, sementara menurut ku suara dari Paul McCartney malah terdengar lebih catchy dan menentramkan hati.
Perselisihan kecil semacam itu yang kadang membuat hubungan kami jadi lebih berwarna, kami mempunyai sebuah kesamaan sekaligus perbedaan. Kadang kami bisa menjadi Yin-Yang, yang mempunyai unsur keseimbangan sebagaimana langit dan bumi di semesta ini, tapi di waktu yang lain, kami juga bisa tiba - tiba berubah, seperti halnya minyak dan air.
Mungkin realita kehidupan asmara orang lain diluar sana juga begitu, mustahil selalu berjalan mulus adem, ayem tentrem. Namun satu hal yang pasti, ada sebagian orang yang lebih memilih bertahan dalam jurang perbedaan, ada pula yang merasa perlu mundur untuk menyudahi luka yang sudah tak tertahankan.
Aku termasuk tipe yang pertama, selama dua tahun bersamanya, aku merasa perlu terus mencintai Anna tanpa harus berpikir tentang segala kekurangan yang ada pada dirinya. Tapi selama waktu tersebut, Anna tidak pernah tahu satu kelemahan terbesar ku, yakni: mudah jatuh cinta.
Siapa sangka, kelemahan itulah yang akhirnya menjadi petaka bagi hubungan kami. Siapa sangka, kelemahan itu pula yang akhirnya membuat aku diam - diam mengidamkan wanita lain tanpa sepengetahuan Anna.
***