Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencoba Mengenali Jati Diri Melalui Sistem Kasta dalam Kepercayaan Hindu

24 Januari 2023   11:23 Diperbarui: 24 Januari 2023   11:40 1554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Source: indianliberals.in

Sebelum saya mengenal ilmu sistem kasta yang dipercayai oleh masyarakat Hindu, saya sempat bingung mengapa saya tidak mampu atau tidak cukup kuat untuk bekerja dibidang-bidang yang mengandalkan otot.

Sebut saja misalnya kuli atau semacamnya, pekerjaan itu membuat saya cepat lelah dan terasa cepat menguras fisik ketimbang bekerja mengandalkan otak. Meski pusing, namun saya selalu mampu dan lebih kuat menjalani pekerjaan yang mengandalkan otak dibanding fisik.

Kekuatan otak saya memang lebih dominan dibanding fisik. Itulah kenapa saya seringkali malas untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan fisik. Bahkan dalam hal olahraga pun saya adalah orang yang mager banget kalau tidak saya paksakan.

Hal itu yang kemudian mendorong saya untuk berlatih silat, guna menjaga kebugaran tubuh dan melatih tubuh saya agar terbiasa untuk bergerak dan berolahraga. Hasilnya? Ada peningkatan, namun seringkali saya langsung tepar, tidur pulas seharian apabila mendapat porsi latihan yang lumayan berat.

Tidak hanya lemah dalam pekerjaan-pekerjaan yang mengandalkan fisik, ternyata saya juga tidak cukup berbakat dalam hal berniaga atau berdagang. Ini telah saya coba berkali-kali dari mulai mencoba ikut MLM, jualan offline berbagai produk, jualan online sampai jadi dropshiper semuanya telah saya coba, tidak ada satupun yang membuahkan hasil dari usaha-usaha tersebut.

Hasilnya tetap nihil, padahal tidak sedikit orang-orang yang mencoba peruntungan dibidang-bidang tersebut menjadi sukses dan meraup banyak keuntungan dari penjualan.

Tapi meskipun otak saya lebih kuat dan dominan dibanding fisik, saya juga tidak tertarik untuk menjadi seorang guru atau tenaga pendidik yang mengajar di sekolahan. Padahal Ayah saya sendiri adalah seorang guru, tapi entah kenapa tidak pernah sekalipun terbersit dalam hati ini untuk mengikuti jejaknya didunia pendidikan.

Aneh? Memang begitulah kenyataannya. Saya tidak cukup mampu dan kompeten apabila harus menjalani bidang-bidang tersebut. Hasilnya pasti tak akan maksimal dan seringkali membuat saya berhenti ditengah jalan.

Sebagai contoh, sekitar tahun 2017/2018 saya pernah bekerja sebagai Office Boy di kawasan Jakarta, karena pekerjaan tersebut memang lebih banyak mengandalkan fisik, hasilnya? Baru saja saya menjalaninya selama 6 bulan, saya pun langsung merasa tak nyaman dan akhirnya memutuskan untuk resign.

Setelahnya saya menjalani pekerjaan sebagai Koki di sebuah Restoran yang masih di kawasan Jakarta, jam kerja yang panjang dan harus banting tulang didapur membuat saya lagi-lagi merasa lelah dan tidak mendapat kenikmatan dalam bekerja, sehingga saya pun hanya mampu bekerja selama 1,5 tahun.

Praktis, hanya bekerja di Radio lah satu-satunya bidang yang membuat saya mampu bertahan hingga saat ini. Meski beberapa kali pernah terjun ke lapangan untuk menjadi reporter dan berpanas-panasan, hal itu tidak membuat saya tertekan dan malah saya merasa bersemangat ketika ditugaskan kelapangan untuk menjadi seorang reporter yang meliput berita.

Namun satu hal yang perlu pembaca ketahui, sejak awal saya tak pernah sama sekali bercita-cita untuk menjadi seorang penyiar radio, broadcaster, atau pun jurnalis. Awalnya saya hanya penasaran dan iseng saja menjalani bidang ini, tapi ternyata justru karena ketidaksengajaan itu malah membuat saya harus bertahan dan bekerja dibidang ini.

Lama saya merenung untuk mengetahui sebenarnya bidang apa yang paling cocok dan sesuai dengan potensi dan kapasitas diri saya? Hingga akhirnya saya pun mengenal sebuah teori tentang sistem kasta yang dipercaya oleh masyarakat Hindu.

Sistem kasta dalam Hindu (Sumber: idsejarah.net)
Sistem kasta dalam Hindu (Sumber: idsejarah.net)


Jadi, dalam kepercayaan Hindu manusia terbagi kedalam empat kasta. Yakni Kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.

Sebagaimana dilansir Wikipedia, kasta Brahmana adalah orang-orang yang mengabadikan dirinya dalam urusan bidang spiritual seperti sulinggih, pandita dan rohaniawan. Selain itu kasta ini juga disandang oleh para guru dan cendikiawan.

Selanjutnya kasta Ksatria terdiri dari anggota militer, bangsawan, kepala dan anggota lembaga pemerintahan. Pada intinya kasta ini adalah orang-orang yang mengabadikan diri pada kerajaan atau negaranya.

Kasta Waisya adalah orang-orang yang bergerak dibidang perniagaan. Seperti pedagang, wirausaha, nelayan, petani atau orang-orang semacamnya. Yang seringkali golongan ini disebut sebagai pilar penciptaan kemakmuran Masyarakat.

Sementara kasta Sudra adalah sebagai pelayan bagi ketiga kasta diatasnya. Umumnya orang-orang yang termasuk kedalam kasta ini adalah mereka yang bekerja sebagai buruh, serabutan dan pelayan.

Sistem Kasta ini juga dikenal dengan Catur Varna (Warna) yakni tingkatan sosial tentang pembagian kerja. Yang berarti manusia dikelompokan berdasarkan bakat, potensi, atau keahliannya. Jadi, bukan siapa yang lebih tinggi atau lebih rendah, melainkan dimana orang itu paling pas ditempatkan, apakah sebagai Brahmana, Ksatria, Waisya atau Sudra?

Sementara menurut masyarakat Bali yang juga mayoritas penganut agama Hindu, Catur Varna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan keterampilan (karma) seseorang. Serta kualitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan, bakat yang tumbuh dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan.

Nah, jika ditilik berdasarkan kasta, ternyata saya ini tidak masuk kedalam golongan Waisya, Sudra atau pun Brahmana. Saya mulai curiga kalau saya ini (kemungkinan besar) masuk kedalam golongan Ksatria. Apabila dilihat dan diamati berdasarkan kapabilitas, bakat serta potensi yang saya miliki.

Pantas saja saya selalu gagal apabila bekerja dibidang-bidang kasar yang mengandalkan otot. Saya juga selalu gagal ketika mencoba peruntungan dengan berdagang. Saya pun tak cukup pantas menjadi tokoh agama, ahli spiritual atau pun cendikiawan, maka jelas saya bukanlah seorang Brahmana.

Mungkin Tuhan memang mendesain saya untuk menjadi seorang Ksatria. Hanya tinggal bagaimana saya memaksimalkan potensi yang saya miliki ini untuk dapat menjalani hidup sesuai dengan apa yang telah Tuhan tetapkan untuk diri saya.

Tak heran saat ini pun saya merasa ingin sekali untuk terjun dan masuk ke dunia pemerintahan. Jika Tuhan menghendaki, dengan bakat dan potensi yang saya miliki, suatu saat mungkin saya bisa masuk ke pemerintahan dan mengabdikan diri untuk negara.

Saya jadi teringat tentang kisah Soeharto didalam Otobiografinya yang berjudul: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya. Sebelum menjadi seorang Militer, Soeharto ternyata pernah berkerja sebagai pegawai Bank. Namun entah kenapa ia menceritakan dalam buku tersebut tidak cukup menikmati dan tidak merasa enjoy dalam pekerjaan tersebut sehingga memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya.

Barulah kemudian kala ia mendaftar sebagai tentara, ia menceritakan sendiri bahwa ia mulai menemukan tujuan hidup yang sebenarnya. Ia mulai menikmati kehidupan sebagai seorang prajurit meski harus berjuang siang malam menguras tenaga dan pikiran untuk mengusir penjajah. Namun pekerjaan itu tetap ia nikmati dan terbukti ia mampu duduk di pucuk tertinggi pemerintahan dan menjabat sebagai Presiden 32 tahun lamanya.

Dari situ terlihat, Soeharto memang diciptakan oleh Tuhan untuk menjadi seorang Ksatria, bukan menjadi Waisya atau pun Sudra. Bagaimana bakat dan kemampuannya dalam merancang strategi dan taktik perang dilapangan tak diragukan lagi dan sudah diakui oleh para prajurit lain dimasanya.

Jadi, apa yang disebut sebagi sistem kasta dan catur warna dalam kepercayaan masyarakat Hindu menurut saya cukup akurat untuk mengetahui dan mengenali jati diri. Meski saya beragama Islam, saya mempunyai keyakinan bahwa teori itu selaras dengan ajaran Islam yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang berpotensi.

Jadi, tak mungkin Allah menciptakan manusia tanpa potensi dan bakat. Hanya tinggal bagaimana caranya kita menggali dan menemukan pemberian Tuhan itu pada diri kita. Lalu menggunakan semua atribut itu untuk kemaslahatan masyarakat dan bermanfa'at bagi banyak orang. Salam [Reynal Prasetya].

Rujukan: (1) ; (2) ; (3) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun