Lebih lanjut dalam kajian Psikologi uang, menurut Wahyu uang tidak hanya sebagai representasi status sosial, tapi juga kepemilikan uang itu juga adalah soal cara bersikap. Publik bisa memilih dan bersikap tidak memberikan uang kepada pengemis online.
"Jadi hendaknya mereka yang memiliki uang lebih juga tidak bertindak semena-mena dalam tanda kutip memainkan manusia seperti itu. Membuat challenge yang sebetulnya tidak layak dilakukan manusia." Terang Wahyu.
Sisi negatif uang menurut Wahyu, mampu mengkuantitatifkan dari segala sesuatu, uang seolah mampu mengukur segala sesuatu. Hal yang harus diperhatikan publik menurutnya adalah kita tidak perlu memberikan uang untuk konten-konten seperti pengemis online.
Karena itu adalah salahsatu cara yang bisa tempuh untuk dapat menghentikan atau setidaknya mengurangi konten-konten dengan cara mengemis online yang semakin marak akhir-akhir ini. Bukan berarti kita tega dan membiarkan mereka terus terjerembab pada kemiskinan, tapi setidaknya mereka bisa berpikir lebih kreatif lagi dalam membuat konten.
Padahal apabila mau sejenak menggali potensi dan bakat dalam diri, para konten kreator itu mungkin bisa lebih kreatif dan menampilkan aksi yang tak memicu kontrovesi, mempermalukan diri sendiri dan beresiko mengganggu keaman dan keselamatan dirinya. Sayang banyak orang tak mau melakukan itu.
Karena meskipun institusi mengamanatkan bahwa sejatinya para fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, tapi bukan berarti atas hal itu kita terus berpangku tangan dan tak pernah berusah untuk mencoba memperbaiki nasib dengan kekuatan sendiri.
Karena seperti apa yang dikatan oleh Habib Ja'far, bahwa setiap manusia itu tidak ada yang diciptakan tanpa potensi. Maka tugas kita bukan untuk menyesali, tapi mencari atau pun menggali, apa potensi yang Tuhan titipkan pada diri kita?
Menurutnya, seperti apa yang diungkapkan oleh Jallaludin Rumi, dalam pandangan Tuhan kita ini adalah samudera dalam bentuk tetesan. Artinya tidak mungkin kita sebagai insan manusia tercipta tanpa bakat dan potensi yang menyertainya.
Jadi, orang-orang yang kerap membuat konten-konten yang kurang berfaedah seperti mandi lumpur, makan tanah, makan cabe, atau rela menyiksa dan mempermalukan diri sendiri itu sama saja sedang melecehkan Tuhan secara tidak langsung. Disitulah pentingnya kecerdasan dan kreatifitas dalam membuat konten. Salam [Reynal Prasetya]
Rujukan : (1) ; (2) ; (3) ; (4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H