Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anomali di Balik Orang-Orang Religius

22 Juli 2022   11:13 Diperbarui: 22 Juli 2022   11:18 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Menjadi religius itu menurut saya memang pekerjaan yang paling gampang. Siapa pun bisa dan mampu melakukannya. Kita hanya tinggal rutin menjalankan ritual agama, berpakain rapi seperti orang alim dan bisa juga sedikit fanatik mengenai hal-hal yang berkaitan dengan agama.

Menjadi religius bukan saja milik para pemuka agama, bahkan preman pasar dan bajingan penjahat sekalipun bisa dengan mudah menjadi terlihat religius hanya dengan mengubah tampilan mereka.

Tapi sobat, apalah artinya semua atribut yang kita gunakan, ritual yang rutin kita lakukan, bahkan kita sampai fanatik terhadap apa yang kita yakini itu, kalau tanpa diimbangi dengan prilaku-prilaku dan etika dasar yang jauh lebih penting dan jauh lebih berefek pada kehidupan sehari-hari dan orang sekitar.

Saya memilih tidak menjadi religius, atau kelihatan religius karena saya sadar saya adalah makhluk kecil, kerdil yang berlumuran dosa. Saya sadar saya belum memiliki akhlaqul karimah dan tata krama yang dibanggakan.

Saya tidak lain hanyalah butiran rengginang yang masih mencoba ingin mendekat kepada Tuhan. Saya masih sering mengumpat, beprasangka buruk pada orang lain, tidak telaten dalam menahan nafsu dan amarah dan sederet kelakuan-kelakuan buruk lainnya yang masih coba saya kurangi dan perbaiki.

Namun saya kadang merasa heran dan tak habis pikir dengan orang-orang yang religius atau sebut saja sebagai oknum agama. Mereka terlihat enjoy menari dan berdansa meliuk-meliuk tanpa pernah introspeksi diri dan merasa sudah paling cukup dengan ke-religius-an dan ke-agamisa-n yang mereka punya sedangkan ada sesuatu yang sebenarnya buruk bahkan busuk pada diri mereka.

Saya tidak sekadar menuduh dan menyumpahi sobat! Mari kita lihat buktinya dilapangan. Apakah anda kemarin menyimak kasus yang melibatkan seorang Kiyai asal Jombang itu yang ternyata anaknya adalah pelaku kekerasan seksual?

Anehnya, bapaknya yang konon Kiyai besar yang dihormati ini bukan malah menerima keputusan hukum atau menghukum anaknya yang telah berbuat bersalah, justru si Kyai malah asyik membuat alibi dan membela anaknya dengan memprovokasi masa untuk melawan polisi.

Kita juga sering mendengar berita-berita di media yang kadang membuat mata ini terbelalak dan bulu kuduk ini merinding. Mengapa kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual justru terjadi di tempat-tempat pembentukan akhlaq dan moral seperti pondok pesantren? Dan pelakunya justru yang menjadi guru atau pimpinan dari pondok pesantren tersebut?

(Sumber: tangkapan layar dari kompas.com)
(Sumber: tangkapan layar dari kompas.com)

20220722-110529-62da22603555e430401709e2.jpg
20220722-110529-62da22603555e430401709e2.jpg

(Sumber: tangkapan layar dari sindonews.com)

Apa mereka semua para pelaku ini adalah orang religius? Apakah mereka semua ta'at beribadah dan rajin melakukan ritual agama? Sangat jelas sobat!

Kiyai tadi dan para oknum-oknum cabul beratribut agamis tadi pada dasarnya mereka adalah orang yang religius dan ta'at dalam beragama. Namun sayangnya cara beragama mereka tidak lain hanya sebatas "kulit". Hanya sebatas menjalankan ritual saja tanpa menghayati apa esensi dari beragama itu sendiri.

Kita sebenarnya tidak perlu jauh-jauh menengok sampai kejombang atau kedaerah-daerah lainnya untuk menemukan fakta. Kita cukup saja melihat-lihat ke sekeliling kita pasti tidak lama kemudian kita akan menemukan orang-orang religius yang mempunyai anomali ini.

Sepenemuan dan sepengamatan saya memang ada dan saya sering memperhatikan orang-orang religius ini yang konon punya predikat Ustadz.

Aneh kadang, mereka ini rajin Ibadah, sering dengar ceramah, ikut pengajian, sangat antusias sekali apabila ada kegiatan-kegiatan seperti itu, namun anehnya kadang-kadang semua itu hanya masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri.

Setiap dalil-dalil dan apa yang mereka dapat dari pengajian itu tidak pernah benar-benar masuk kepada hati mereka dan tercermin kedalam prilaku sehari-harinya. Semua itu bagaikan asap yang menguap begitu saja.

Untuk apa kalau itu hanya sekadar dijadikan rutinitas saja? Harusnya kan semakin kita banyak mendengar ilmu dan mendapat ilmu kita jadi tergerak untuk mempraktikannya sehingga apa yang kita pelajari itu tercermin dalam kepribadian dan prilaku kita sehari-hari?.

Banyak mereka yang nampak religius dari luar, namun sebenarnya kualitas spritiual nya masih nihil. Mereka rajin, rutin dan fanatik soal agama, namun tak pernah bisa muhasabah dan introspeksi diri.

Misalnya begini, Ibadanya sih oke, pengajian nya juga rutin, tapi bagaimana cara dia memperlakukan istri atau anaknya kadang masih jauh dari nilai-nilai agama. 

Atau ketika diberi amanat apalagi berupa uang, kadang-kadang mereka tidak bisa menjaganya. Mereka kadang melupakan dan meninggalkan etika moral dasar dan perilaku-perilaku yang paling basic dalam beragama.

Sebenarnya menjadi religius itu bagus. Artinya kita menjadi seorang hamba yang patuh dan ta'at. Namun sekali lagi kita juga jangan melupakan prilaku-prilaku paling dasar untuk menyempurnakan ibadah kita.

Singkatnya, jangan hanya sekadar jadi religius tapi juga spiritual!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun