Tapi tunggu dulu. Berbeda pendapat disini dalam hal apa dulu? Kalau hanya seputaran hal-hal kecil dan minor sih tidak menjadi masalah. Tapi bagaimana kalau sudah menyangkut soal Aqidah? Apa masih boleh dimaklumi? Dan dibiarkan begitu saja?
Apa wajar memaklumi seorang yang katanya Habib tapi tega melecehkan tanah kelahiran kakeknya sendiri? Apa wajar memaklumi seorang yang katanya Habib tapi sikap dan budayanya sudah menyerupai "agama tertentu."?
Apa wajar memaklumi seseorang yang menyebut dan menyamakan Allah (Tuhan) dengan makhluk dan ras tertentu?
Begitulah orang-orang yang kini lebih mengedepankan akal dibanding iman dalam hal beragama. Ketika virus "Liberalisme" telah merasuki jiwa dan pikiran seseorang, maka iman nya akan mudah goyah, serta dirinya akan mudah "disesatkan" dengan pemikiran-pemikiran yang hanya memuaskan hawa nafsu dan dahaga akalnya saja.
Dalam konteks beragama, seperti itulah pemikiran yang seolah benar, namun ternyata salah dan menyesatkan. Maka celaka-lah bagi mereka yang lebih mengedepankan akal ketimbang imannya.
Jangan sampai kita termasuk kedalam golongan orang munafik yang hanya diam ketika ada kemungkaran. Karena terlalu mengatasnamakan "toleransi", "netralitas" atau istilah yang semacamnya.
Jadilah jeli untuk bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Jadilah pandai untuk dapat membedakan mana yang "benar" dan mana yang "salah". Jangan membiasakan diri bersembunyi dibalik topeng "kebijaksanaan".
Wallahu a'lam.