Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

STY yang Terlalu Percaya Diri dan Para Pemain yang Terlalu Gugup

30 Desember 2021   15:49 Diperbarui: 30 Desember 2021   16:12 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekalahan timnas Indonesia di leg pertama dari timnas Thailand rupanya menyisakan luka yang amat dalam dihati para suporter garuda.

Bagaimana tidak, tim kesayangan nya itu dipencundangi secara sadis oleh Thailand dengan skor yang sangat telak 4-0.

Ini merupakan kekalahan pertama bagi timnas Indonesia diajang piala AFF 2020. Dari semenjak penyisihan group hingga akhirnya lolos keputaran final.

Dari kekalahan tersebut akhirnya banyak pihak menyebut bahwa STY telah keliru dalam menerapkan strategi dan taktik untuk menghadapi timnas Thailand.

Namun adapula yang menyebut kekalahan timnas disebabkan karena performa dari para pemain yang kurang maksimal serta mudah panik dan tertekan memicu terjadinya banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama berlaga.

Meski tampil dalam performa yang tidak seperti biasanya, timnas Indonesia setidaknya masih bisa menciptakan peluang. Dan bisa meredam gempuran Thailand dibabak pertama setidaknya hanya kebobolan satu goal.

Bisa dibilang strategi timnas Indonesia setengah berhasil dibabak pertama. Hanya saja sangat disayangkan absenya Pratama Arhan menjadi titik lemah timnas Indonesia yang akhirnya bisa di eksploitasi oleh para pemain Thailand.

Ketinggalan 0-1 dibabak pertama, penonton timnas Indonesia pun berharap banyak dengan babak kedua. Setidaknya masih banyak yang menaruh harap bahwa dibabak kedua Indonesia bisa menyamakan kedudukan.

Namun ternyata, nasib berkata lain. Dibabak kedua inilah paradoks yang diperlihatkan oleh timnas Indonesia itu terjadi.

Sebelum laga melawan Thailand di final tersebut sebenarnya STY sudah berjuang keras memberikan motivasi agar para pemain timnas bisa tampil percaya diri dan berjuang keras memberikan yang terbaik.

Karena berdasarkan pengalamannya, dirinya sudah pernah melewati dan mengalami sendiri lebih dari 20 lali gelar juara bersama tim yang ditukanginya. Mental itu pula yang coba STY terapkan pada anak asuhnya.

Namun sayang seribu sayang, nampaknya STY terlalu over confident, alias terlalu percaya diri dengan merubah taktik dan pola permainan dibabak kedua dengan mencoba terbuka untuk menyerang, alhasil malah tiga goal tambahan bagi Thailand yang kembali bersarang.

Benar-benar paradox. Disisi lain STY begitu yakin dan percaya diri bahwa taktiknya dapat membalikan keadaan, namun disisi lain para pemain Indonesia yang terlalu gugup justru malah membuat permainan menjadi tidak berkembang dan malah kebobolan.

Akhirnya muncul satu pertanyaan, apakah kekalahan tersebut diakibatkan oleh para pemain Indonesia yang gagal mengimplementasikan apa yang diinginkan oleh STY, atau karena STY sendiri yang telah gagal meramu taktik dan menerapkan strategi untuk timnas Indonesia dengan performa yang seperti itu?

Bukti para pemain timnas Indonesia bermain terlalu gugup diperlihatkan dari bagaimana ketika mereka memegang bola. Panik, sering salah pasing dan kontrol yang tidak tepat membuat mereka sering hilang bola.

Performa Irfan, Witan, yang biasanya tampil gemilang pun seolah redup tak menunjukan taringnya. Hanya Ricky Kambuaya lah satu-satunya pemain yang terlihat unggul dan menonjol selama pertandingan.

Jadi seolah tidak ada titik temu antara strategi dan taktik yang diinginkan oleh STY dengan permainan anak asuhnya kali ini.

STY sendiri sebenarnya dia sudah cukup percaya diri bahkan terlalu percaya diri tim nya bisa membalikan keadaan setelah tertinggal dibabak pertama.

Namun apa daya anak asuhnya tak mampu memainkan peran seperti apa yang diinginkan oleh STY. Alhasail strategi dan taktik yang dimainkan STY pun tidak berjalan seperti yang diinginkan.

Bahkan dalam keterangan konfrensi pers seusai pertandingan, STY menyampaikan bahwa dirinya trauma jika harus bermain seperti babak kedua. Dan dengan lapang dada STY mengakui serta menerima kekalahan tersebut.

Di leg kedua nanti STY harus memutar otak bagaimana supaya timnya setidaknya bisa menyamakan agregate. Meski semua itu terbilang mustahil dan butuh keajaiban untuk bisa mengalahkan Thailand.

Semoga di leg kedua nanti tidak ada lagi perjudian-perjudian yang dilakukan STY. Bagaimana strategi dan taktik yang dimainkan setidaknya harus sudah teruji dan terbukti. Sehingga paling tidak, timnas Indonesia tidak kecolongan dan kebobolan lebih banyak lagi lagi di pertandingan leg kedua nanti.

Asa dan harapan itu masih ada. Jangan sampai putus untuk mendukung garuda!!

Penulis: Reynal Prasetya

Instagram: @thisisreynalprasetya

Email: prasetya.reynal@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun