Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Open Jasa Menulis Gratis!

14 Desember 2021   20:33 Diperbarui: 14 Desember 2021   21:20 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis (Sumber: pixabay.com)

Lantas mengapa mereka yang kuliah di universitas mentereng, punya sokongan finansial yang cukup buat belajar tidak lebih hebat dari saya yang hanya lulusan Madrasah Aliyah, itupun sekolahnya hanya 1 minggu 3 kali.

Saya akui saya bukan anak pintar terpelajar dan sering juara kelas. Justru saya lebih pas disebut berandal dan anak rebel yang sering bolos sekolah. Tapi nyatanya semua kepintaran yg dimiliki ketika sekolah nyaris tak ada gunanya ketika menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.

Rekan-rekan saya yang berandalan justru terlihat lebih berhasil daripada mereka yang dulu pintar disekolah.

Oke, balik lagi ke persoalan yang tadi. Mengapa dia sampai meminta bantuan bekas karyawannya? Padahal nyatanya dia memiliki banyak karyawan yang bisa diberdayakan?

Menurut saya sih oon. Kesalahannya ada dua. Pertama awalnya dia telah gagal mensleksi karyawan yang pantas, punya kapabilitas dan berkualitas dibidangnya. Kedua, dia memang tidak becus menempa, mengambil hati, dan memberdayakan karyawannya.

Padahal saya pikir tiap orang itu punya potensi yang kadang kala perlu dibantu untuk mengeluarkan potensi terbaiknya itu. Ada yang sebenarnya punya potensi, tapi karena dia malas akhirnya lenyap lah potensi yang dimilikinya itu.

Tugas seorang pemimpin adalah memberikan motivasi sekaligus membantu menumbuhkan semangat dan kepercayaan dirinya supaya dia mau belajar.

Masak, hal-hal basic mengenai leadership seperti itu aja perlu diajarin.

Alhasil saya pun akhirnya mengiyakan permintaanya. Meski setengah hati. Karena sudah tahu sebenarnya waktu, pikiran dan tenaga saya hanya dibayar oleh "terimakasih."

Awalnya saya akan menolak, karena kalau pun saya bantu pasti upahnya pun tidak akan seberapa. Kecuali kalau dia siap membayar saya dengan tarif yang mahal.

Bukannya saya tidak ikhlas, masalahnya kalau saya terus bantu dia dengan cara yang gratis, ujung-ujungnya dia akan keenakan dong? Saya pun takut dia akan melakukan hal yang sama kepada orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun