Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis adalah Sarana untuk Mengurai Abstraksi dan Kompleksitas Pikiran

6 Januari 2021   21:11 Diperbarui: 7 Januari 2021   02:02 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berpikir konkret vs berpikir abstrak (Sumber: media.buzzle.com via quora.com)

Setiap penulis tentu mempunyai motif dan tujuan-nya sendiri mengapa mereka menulis.

Ada yang menjadikan kegiatan menulis sebagai sumber pemasukan, ada yang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana hiburan, ada yang menulis karena memang hobi, ada yang menulis karena memang bercita-cita ingin jadi penulis dan menerbitkan banyak buku lalu terkenal, ada juga yang menulis karena memang terpaksa ada tugas sekolah atau kampus yang perlu dikerjakan.

Kira-kira anda merupakan tipe yang mana? Karena motif dan tujuan anda dalam menulis akan menentukan keberlangsungan dan konsistensi anda dalam menulis.

Saya pernah berada dalam posisi dimana menulis saya jadikan sebagai sarana untuk mendulang materi, saya menulis karena ingin mencari uang, saya menulis karena ingin dibayar, tujuan ini tidak salah, toh banyak juga orang yang bisa menghidupi dirinya dan bahkan jadi jutawan dari kegiatan menulisnya itu.

Tapi masalahnya adalah, jika segala sesuatu itu harus diuangkan, jika segala sesuatu harus di komersilkan, tidak akan ada celah lagi bagi kita untuk berbagi. Maksudnya bagaimana?

Begini, dalam hal berbagi, terutama menyangkut tentang ilmu pengetahuan, sudah seyogyanya kita lakukan dengan ikhlas dan sukarela. Karena kalau niatnya sudah melenceng menjadi ingin dikomersilkan, maka keberkahan ilmu itu akan hilang.

Buktinya, semangat saya dalam berbagi ilmu menjadi lenyap, tatkala saya tidak kunjung mendapatkan hasil berupa materi dari kegiatan menulis itu. Ketika saya terlalu fokus kepada hasil, justru saya semakin jauh dari hasil yang diinginkan itu.

Saya tidak berpikir naif, setiap usaha dan kerja keras tentu sangat ingin dihargai. Apalagi itu dalam bentuk materi, tapi dalam hal berbagi ilmu, akan lebih baik dan bermanfa'at apabila itu dilakukan secara ikhlas.

Meski tidak semua juga harus dibagikan, karena ada juga beberapa pengetahuan dan ilmu yang terlalu privat dan memang disitu perlu ada pertukaran, lagi-lagi bukan karena ingin dikomersilkan, tapi ilmu-ilmu yang berharga itu memang tidak murah dan tidak gratis, karena yang murah dan gratis kadang tidak dihargai, tidak diamalkan, dikerjakan, dipraktekkan.

Awalnya saya bergabung di Kompasiana ini juga sebenarnya murni karena ingin berbagi. Ketika niat itu melenceng menjadi ingin mencari materi, tiba-tiba saja kekuatan saya pun menjadi hilang.

Tulisan-tulisan yang tersaji pun jadi tidak tajam lagi, gagasan yang disampaikan pun jadi tidak menarik lagi. Dan jadi sedikit juga orang yang menikmati tulisan itu. Karena saya tidak menjadi diri sendiri.

Saya percaya, orang mau membaca dan bersedia meluangkan waktu membaca tulisan-tulisan saya karena mereka tertarik dengan keunikan saya, pemikiran saya, dan gagasan yang saya uraikan.

Jadi, apabila dikesempatan lain pembaca menemukan saya dalam keadaan dan karakter yang berbeda, maka mereka pasti tidak akan tertarik dan tersedot lagi untuk menikmati karya-karya tulis saya.

Kenapa banyak orang seakan-akan tidak bosan-bosan membaca topik-topik, atau puisi-puisi tentang cinta? Karena mereka yang suka dengan topik-topik yang berbau cinta itu, akan selalu menemukan sisi menarik dan sudut pandang yang berbeda tentang cinta dari penulis lain.

Topik yang ditulis bisa sama, tapi sudut pandang dan keunikan persepsi atau cita rasa yang ada dalam topik itu bisa berbeda-beda tergantung latar belakang, cara berpikir dan bagaimana kecakapan masing-masing penulis dalam menguraikan topik tersebut.

Kita tidak pernah bosan dan selalu ketagihan lagi dan lagi untuk menikmati bacaan dan topik yang sama dari para penulis yang berbeda, karena melalui aktivitas itu kita jadi bisa menemukan ragam pemikiran, keunikan, cita rasa dan rasa yang berbeda-beda.

Nah, pertanyaan selanjutnya adalah, kalau saya berangkat menulis dengan niat berbagi, lalu apa efek dan kenikmatan yang saya terima kalau bukan uang?

Terus terang saya kurang cakap menyampaikan ide dan gagasan melalui bahasa lisan, kadang saya kesulitan untuk mengejawantahkan ide dan gagasan yang ada dalam pikiran ini dalam bentuk lisan kepada orang lain.

Kenapa bisa seperti itu? Karena saking abstrak dan kompleksnya isi pikiran ini. Saya selalu kesulitan untuk memilih kata atau diksi yang tepat untuk menyampaikan apa yang dipikirkan secara lisan. Saya takut lawan bicara menjadi tidak mengerti dan tidak bisa menangkap maksud yang saya sampaikan.

Kira-kira seperti ini gambaran isi pikiran saya :) (Sumber: pixabay.com/geralt/22449 images)
Kira-kira seperti ini gambaran isi pikiran saya :) (Sumber: pixabay.com/geralt/22449 images)
Makanya disetiap perdebatan kadang saya memposisikan diri sebagai pihak yang kalah. Bukannya saya tidak mampu menelanjangi cara berpikir dan berlogika lawan bicara saya itu, akan tetapi karena saking rumit, acak dan abstraknya isi pikiran ini, saya jadi kesulitan untuk menyampaikannya dalam bentuk lisan.

Melalui media tulisan lah saya bisa bebas dan santai meliuk-liuk menyampaikan isi pikiran dan gagasan saya dengan menggunakan kata, kalimat atau diksi apapun tanpa perlu takut orang akan mengerti atau tidak, orang akan setuju atau tidak. Karena yang terpenting saya bisa bebas berekspresi dan menjadi egois dalam menyampaikan apa pun yang ada di pikiran saya ini.

Kalau pun saya mampu menyampaikannya dalam bentuk lisan, maka gagasan itu bahasanya akan terdengar sangat formal. Kalau tidak begitu, orang pasti tidak akan mengerti, mencerna dengan baik dan menangkap maksud/esensi dari apa yang sebenarnya saya sampaikan.

Sementara dalam bahasa tulisan, saya bisa menyampaikannya secara terstruktur dan berurutan. Saya bisa menjabarkan dan menguraikan sedetil-detilnya. Dan selama ini saya belum pernah mengalami kesulitan untuk menguraikan gagasan dalam bentuk tulisan.

Meski itu adalah konsep yang abstrak, selama disampaikan melalui media tulisan, saya pasti bisa menyampaikannya lebih baik dan pasti akan lebih mudah diterima dan dimengerti ketimbang disampaikan melalui lisan.

Tulisan-tulisan saya pun lebih banyak mengangkat tema-tema yang abstrak. Misalnya soal intuisi, soal cinta, soal psikologi, spiritualitas, adalah beberapa contoh konsep abstrak yang tak berwujud.

Ilustrasi berpikir konkret vs berpikir abstrak (Sumber: media.buzzle.com via quora.com)
Ilustrasi berpikir konkret vs berpikir abstrak (Sumber: media.buzzle.com via quora.com)
Belum pernah ada yang tahu dan melihat bagaimana bentuk dan wujud dari cinta itu, bahkan kalau kita bertanya apa itu cinta, banyak orang yang tidak bisa menjawabnya, menjelaskannya.

Tapi cinta itu ada, cinta itu bisa dirasakan. Ada sensasinya, ada proses dibalik terjadinya jatuh cinta atau mencintai itu.

Inilah yang saya maksud menulis adalah sebagai sarana untuk mengurai abstraksi dan kompleksitas pikiran. Mengingat banyak suatu konsep abstrak dan pengetahuan random yang ada di kepala ini, maka menulis adalah solusi yang paling tepat untuk menyalurkan pengetahuan ini.

Mencoba menuliskan sesuatu yang abstrak itu memang merupakan sebuah tantangan, sekaligus kesenangan yang memberikan candu tersendiri.

Saya ibarat sedang menyulap sesuatu yang tadinya tiada menjadi ada. Karena konsep abstrak selalu menawarkan kebaruan, selalu menawarkan sisi menarik, karena pengetahuan itu datang dari sesuatu yang abstrak pula bernama pikiran.

Meski saya bergelut dalam dunia abstrak, saya tidak lupa untuk memastikan bahwa konsep-konsep itu memang betul-betul bekerja dan menuai hasil apabila dipraktekkan. Bukan hanya sekedar asumsi-asumsi yang tidak bisa diterima oleh akal. Bukan hanya sekadar halusinasi apalagi delusi.

Tapi ini adalah insepsi hasil elaborasi dari pengamatan, pengalaman dan studi dari para ilmuwan yang bisa dipercaya. Karena ketika saya merasa penasaran dengan sesuatu, atau ingin mengetahui bagaimana proses dibalik sesuatu, maka saya akan mencari teori-teori, membaca jurnal-jurnal, atau hasil penelitian yang berkaitan dengan hal itu.

Selanjutnya saya akan mencocokkan hasil penelitian tersebut dengan realitas dilapangan, kadang ada yang sesuai ada juga yang tidak, maka pilihlah dan ikuti teori-teori atau konsep-konsep yang sekiranya sesuai dengan fakta dan realitas dilapangan.

Tidak mudah memang menguraikan sesuatu yang abstrak itu. Dan kadang banyak orang yang skeptis dengan pengetahuan-pengetahuan semacam ini. Padahal sesuatu yang tak kasat mata memiliki pengaruh yang jauh lebih besar ketimbang sesuatu yang nampak, tapi sayangnya masih banyak orang yang belum menyadari ini.

Apa contohnya kalau sesuatu yang tidak nampak itu memiliki pengaruh yang jauh lebih besar?

Coba perhatikan kipas angin, ketika perputaran dari baling-baling itu masih nampak dan bergerak lambat, maka energi angin yang dihasilkan pun rendah. Konon menurut hukum fisika, benda-benda, atau sesuatu yang tidak nampak itu berputar sangat cepat. 

Ilustrasi kipas angin (Sumber: SHUTTERSTOCK/ROLLING STONES via kompas.com)
Ilustrasi kipas angin (Sumber: SHUTTERSTOCK/ROLLING STONES via kompas.com)
Artinya benda tersebut memiliki frekuensi/getaran yang tinggi. Seperti halnya baling-baling kipas angin, semakin cepat baling-baling tersebut berputar, maka wujudnya seolah-olah menghilang lenyap dan tidak kelihatan, kan? Dan energi angin yang dihasilkan pun jauh lebih besar. Seperti itulah kekuatan dari sesuatu yang tidak nampak.

Waduh, jadi ngalor-ngidul begini. Sepertinya tulisan ini kepanjangan, saking asyiknya saya menguraikan abstraksi yang ada di pikiran ini.
Sudah ya, sampai sini dulu, nanti saya akan lanjut cerita lagi tentang yang lain... Dadahhh, sampai jumpa ditulisan selanjutnya.

Pemikir Abstrak
Reynal Prasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun