Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencapai Kebijaksanaan dengan Cara Menyelami Makna Penderitaan

16 Desember 2020   21:09 Diperbarui: 16 Desember 2020   21:11 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merenung menyelami makna penderitaan (Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Dalam hidup tidak semua orang siap dan mau mengalami penderitaan. Sebagai manusia, kita memang lebih senang mendekat kepada kesenangan ketimbang penderitaan.

Ketika tiba saatnya mengalami penderitaan, banyak orang berlomba-lomba mencari cara bagaimana caranya agar cepat-cepat keluar dari penderitaan itu.

Tapi kita memang perlu sadar dan bisa membedakan mana penderitaan yang datang dan diciptakan oleh diri sendiri tanpa disadari, dan mana penderitaan yang secara khusus dikirim oleh semesta sebagai pembawa pesan perubahan kesadaran.

Karena kadang ada beberapa orang yang merasa menderita, menyalahkan nasib, situasi, kondisi, padahal tanpa sadar sebenarnya dia sendiri-lah yang menciptakan penderitaan itu.

Ada orang yang secara logis sebenarnya dia bisa mengkalkulasi resiko dan tahu apa hasil yang akan dia terima dan masalah yang akan dihadapi, tapi keputusan yang didasari oleh nafsu dan tanpa pertimbangan yang matang seringkali menjerumuskannya pada lubang penderitaan yang dia ciptakan sendiri.

Padahal kalau sedari awal sudah tahu itu tidak baik, bermasalah, tidak yakin, beresiko sangat besar, seharusnya keputusan itu bisa ditunda atau lebih baik dibatalkan, ketimbang mengorbankan diri untuk terjerumus kedalam penderitaan yang seharusnya tidak terjadi.

Tapi begitulah manusia, tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itulah mestinya kita bisa belajar dari setiap kesalahan, lalu memperbaikinya agar sesuatu yang buruk itu tidak terjadi lagi dikesempatan berikutnya.

Penderitaan yang selanjutnya adalah penderitaan yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja kehidupan kita seakan-akan dihancurkan, dijatuhkan, ditekan sedemikian rupa dengan rasa sakit yang luar biasa.

Kejadian itu biasanya muncul ditengah-tengah kehidupan kita yang sedang baik-baik saja. Namun tiba-tiba, kabut gelap itupun datang memberi efek kejut dan langsung mengagetkan kita yang sedang bahagia-bahagianya.

Peristiwanya bisa berupa apa saja, yang pasti, kejadian itu cukup mengganggu dan menguras emosi bahkan ada yang sampai benar-benar terjatuh lalu kehilangan motivasi.

Disinilah saatnya kita unjuk diri untuk menguji sudah sejauh mana kualitas mental dan spiritual kita. Karena penderitaan bisa membawa berkah dan perubahan, bisa juga sebaliknya. Tergantung bagaimana cara kita memaknainya.  

Saya jadi teringat apa yang pernah diucapkan oleh ahli spiritual bahwa, ada dua cara untuk mencapai puncak pencerahan.

Pertama, dengan cara bermeditasi selama bertahun-tahun. Kedua, dengan cara menyelami makna penderitaan.

Jadi, setiap kali kita dipertemukan dengan situasi yang kurang mengenakan, dipertemukan dengan masalah dan tantangan yang menguras batin kita, pada saat yang bersamaan pula sebenarnya adalah kesempatan bagi kita untuk mulai mencapai tangga pencerahan.

Tapi masalahnya, kadang kita tidak mau menyelaminya bahkan menganggap penderitaan adalah sebuah pengalaman yang selalu ingin dihindari.

Padahal dalam penderitaan itu biasanya terselip pesan mendalam yang kalau kita renungi, pelajari, pesan itu bisa membawa perubahan besar dalam hidup kita dan bisa meningkatkan kesadaran kita secara drastis.

Kalau seandainya dulu saya tidak pernah terpukul hebat akibat putus cinta yang teramat dalam, mungkin tidak akan pernah lahir puisi-puisi yang kini menghiasi channel YouTube saya. 

Mungkin saya tidak akan pernah bergerak dan terdorong untuk mempelajari realita dinamika sosial romansa yang sebenarnya.

Kalau seandainya saya dilahirkan di keluarga yang serba ada dan berkecukupan sehingga apapun hanya tinggal meminta orangtua, mungkin saya tidak akan pernah belajar bagaimana menjadi dewasa dan terbiasa untuk menjadi mandiri.

Kalau seandainya sejak dulu saya sudah cukup dengan pujian, dukungan dan apresiasi, mungkin saya tidak akan pernah tergerak dan terdorong untuk belajar pengembangan diri dan belajar banyak untuk memperkaya intelektualitas diri.

Tanpa kejadian-kejadian pahit dan kurang mengenakan itu, saya mustahil bisa ada dititik dan menjadi sosok seperti sekarang ini.

Semua pengalaman yang saya rasa sebagai penderitaan itu justru menjadi berkah tersendiri untuk mendorong kebijaksanaan ini lebih tinggi dan kesadaran diri ini semakin berkembang.

Saya bersyukur dengan bagaimana cara Tuhan memperlakukan dan mendidik saya agar bisa terus berkembang semakin jauh, semakin maju, semakin kuat.

Tuhan kadang menunjukkan kasih sayangnya bukan dengan cara memberi dan mendekatkan kita pada sumber kesenangan, melainkan seperti seolah-olah sengaja membiarkan kita tercebur pada lubang penderitaan.

Pada lubang penderitaan itulah, secara tidak langsung mental dan spiritual kita ditempa. Pada lubang penderitaan itulah sebenarnya kita sedang dibentuk, dipersiapkan untuk memperoleh sesuatu yang jauh lebih besar.

Seseorang yang suatu saat akan menjadi kaya, tentu saja perlu dipersiapkan dulu mental kayanya, kan? Bagaimana mungkin orang yang masih bermental miskin akan sanggup dititipi kekayaan? Bagaimana mungkin orang yang masih bermental tempe akan sanggup diberi amanah untuk menjalankan suatu jabatan?

Lewat penderitaan-penderitaan itulah sebenarnya Tuhan diam-diam sedang mempersiapkan dan membentuk mental kita.

Namun perlu diingat sekali lagi, semua ini tergantung dari bagaimana cara kita memaknai dan melakukan action selepas penderitaan itu.

Kalau kita bisa memaknai dan bertindak secara tepat, penderitaan itu tentu saja akan membawa kita pada arah perubahan positif. Penderitaan itu tentu saja akan menjadi berkah bagi kita.

Namun apabila sebaliknya kita malah mengeluh dan terlarut-larut dalam penderitaan tersebut, kita justru akan kehilangan kesempatan dan tidak bisa mencerna pesan apa yang sedang disampaikan oleh semesta lewat penderitaan tersebut.

Maka penting sekali, setiap kali kita mengalami sebuah masalah, dihadapkan pada hambatan yang sulit, kita perlu sejenak bertanya-bertanya, ada apa sebenarnya dibalik semua ini? Apa hikmah dari peristiwa ini? Apa pelajaran yang bisa saya ambil?

Renungkan dan selami dengan sungguh-sungguh mengapa masalah dan hambatan itu hadir dalam hidup kita.

Suatu saat kita akan menemukan sendiri benang merahnya, suatu saat kita akan menemukan sendiri jawabannya, sehingga kita bisa mencapai titik pencerahan yang hanya oleh sebagian orang saja bisa dicapai.

Sejarah juga telah membuktikan bahwa, hampir sebagian orang suci seperti para Nabi, tidak luput dari ujian. Bahkan kita tahu, ujian yang diberikan Tuhan kepada mereka jauh lebih berat dan sulit untuk dijalani. Tapi mereka tetap mampu melewatinya dengan sabar dan bijaksana.

Karena lewat ujian dan cobaan itulah Tuhan sedang menaikan drajat kemuliaan dan kualitas spiritualnya. Karena, hanya penderitaan yang bisa membangunkan, sementara kesenangan seringkali menidurkan dan membuat kita terlena. 

Mari menjadi lebih bijaksana dan mencapai puncak pencerahan dengan cara menyelami makna penderitaan...

Sahabat Anda

Reynal Prasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun