Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Subjektif Vs Objektif dan Pentingnya Merampingkan Kalimat dalam Menulis

12 November 2020   17:28 Diperbarui: 12 November 2020   17:32 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis (Sumber: pixabay.com/Free-Photos/9089 foto)

Baru saja kemarin menulis artikel berjudul, "Sebagai Penulis, Apakah Anda Sudah Siap Dikritik?" Tidak berselang lama, ada seseorang yang mengomentari tulisan saya yang berjudul, "Menulis Tidak Perlu Mengikuti Keinginan Pembaca, tapi Kualitas Tidak Boleh Diabaikan."

Komentarnya cukup cerdas, "Ini judulnya harusnya, 'Menulis Tidak Harus Selalu Mengikuti Keinginan Pembaca' jadi lebih objektif." Ujar si pengkritik.

Respon saya biasa saja ketika mendapat kritik itu. Bahkan senang karena si pembaca sangat jeli menilai bahwa, judul tersebut memang terkesan subjektif dan dipengaruhi oleh pandangan dan argumen pribadi.

Tidak perlu berkonsultasi ke editor atau pun penulis handal, itu sudah terbukti dan saya mengakui bahwa judul tersebut memang terkesan subjektif secara sudut pandang penulisan.

Tapi sebagai penulis, saya punya kepekaan untuk mendesign bagaimana caranya sebuah tulisan menjadi lebih menarik.

Jujur saja, saya setuju dengan si pengkritik kalau judul yang tepat seharusnya adalah "Menulis Tidak Harus Selalu Mengikuti Keinginan Pembaca." Disitu jelas ada kata "Tidak Harus Selalu" yang bermakna si penulis boleh menulis sesuai keinginannya sendiri atau menulis sesuai keinginan pembaca.

Lalu kenapa seakan-akan saya membiarkan maknanya menjadi subjektif? Bahkan dengan tegas saya menggunakan kata "Tidak Perlu"?.

Perlu diketahui bahwa, menulis itu harus pandai menyesuaikan kebutuhan. Jika artikel tersebut saya beri judul "Menulis Tidak Harus Selalu Mengikuti Keinginan Pembaca", justru konteksnya akan berubah. Karena artikel tersebut ditulis berdasarkan lanjutan dari gagasan sebelumnya, dimana saya menjelaskan kalau menulis itu tidak perlu mengikuti keinginan pembaca.

Nah, inilah alasannya kenapa saya sengaja membuat judulnya menjadi, "Menulis Tidak Perlu Mengikuti Keinginan Pembaca" karena mengikuti konteks tulisan yang sebelumnya.

Alasan yang kedua adalah karena saya sengaja merampingkan kalimat. Mau tidak mau maknanya menjadi subjektif. 

Dalam aturan menulis, sebagaimana yang kita tahu, kita harus mampu membuat judul yang ringkas, tidak bertele-tele, dan yang terpenting bisa mewakili isi dari tulisan itu sendiri.

Sekarang coba kita buktikan seberapa penting merampingkan sebuah kalimat ketika menulis.

Coba perhatikan kalimat dibawah ini:

"Menulis Tidak Harus Selalu Mengikuti Keinginan Pembaca, tapi Kualitas Tidak Boleh Diabaikan"

Bagaimana kalau kalimat tersebut kita ubah menjadi:

"Menulis Tidak Perlu Mengikuti Keinginan Pembaca, tapi Kualitas Tidak Boleh Diabaikan."

Kalau mau mempermasalahkan judul, judul yang pertama tentu saja lebih tepat. Karena terkesan objektif. Sedangkan kalimat yang kedua terkesan subjektif.

Namun sekali lagi, seorang penulis harus bisa menyesuaikan kebutuhan. Kapan harus menulis subjektif dan kapan harus menulis objektif.

Kalaupun judulnya dirubah menggunakan kata "Tidak Harus Selalu" kata "tapi" pun harusnya dibuang. Sehingga judul yang tepat jika ingin menulis dalam sudut pandang yang objektif adalah, "Menulis Tidak Harus Selalu Mengikuti Keinginan Pembaca dan Kualitas Tidak Boleh Diabaikan."

Secara sudut pandang penulisan, judul tersebut sesuai aturan, tepat dan objektif. Tapi kurang menarik psikologis pembaca.

Coba bandingkan dengan yang ini, "Menulis Tidak Perlu Mengikuti Keinginan Pembaca, tapi Kualitas Tidak Boleh Diabaikan." Kenapa menurut saya judul ini lebih menarik?

Pertama, kalimatnya menjadi lebih ringkas sehingga lebih mudah dan nyaman dibaca. Kedua, ada pertentangan disitu. Antara "Tidak Perlu" dan "Tidak Boleh". Kalau dalam cerita, judul ini ada konfliknya dibandingkan dengan judul pertama. Konflik itulah yang disukai pembaca. Tanpa konflik, sebuah cerita pun menjadi tidak hidup bukan?

Disatu sisi pembaca diarahkan untuk tidak perlu mengikuti keinginan pembaca, tapi disisi lain, si pembaca juga diarahkan untuk tidak boleh mengabaikan kualitas tulisan. Maka ketika dibaca, tulisan tersebut pun menjadi lebih hidup karena ada pertentangan disana.

Jadi, tidak salah juga ketika saya membuat judul, "Menulis Tidak Perlu Mengikuti Keinginan Pembaca, tapi Kualitas Tidak Boleh Diabaikan." Karena memang sudah sesuai konteks. Saya ingin menjelaskan kenapa 'tidak perlu' dan kenapa 'tidak boleh' dalam artikel tersebut. Bukan sedang ingin membuat suatu pandangan tentang menulis secara umum.

Selanjutnya soal merampingkan kalimat. Banyak sekali penulis yang tidak sadar jika dirinya telah melakukan pemborosan kata, sehingga tulisan terkesan bertele-tele dan tidak tedas. Akibatnya pembaca menjadi bosan dan tulisan menjadi kurang nyaman dibaca.

Coba perhatikan kalimat dalam paragraf dibawah ini:

Sudah lama aku mencoba untuk mendengarkan lagu itu kembali lagi, tapi aku masih belum bisa. Terkadang, beberapa lagu bisa membuat diri kita bingung: kok bisa, rangkaian nada memantik ingatan di dalam kepala? Kok, bisa, sebuah lirik membuat kita merasa rindu pada sesuatu yang sudah tidak ada?

Sekilas, tidak ada yang kurang dengan kalimat dalam paragraf diatas. Namun, sebetulnya kalimat diatas terlalu bertele-tele. Sehingga kurang nyaman dibaca.

Bagaimana jika kalimat dalam paragraf diatas kita rampingkan menjadi seperti ini:

Sudah lama aku mencoba mendengarkan lagu itu kembali, tapi belum bisa. Terkadang, lagu bisa membuat bingung: kok bisa, rangkaian nada memantik ingatan di kepala? Kok bisa, sepotong lirik membuat kita rindu pada sesuatu yang hilang?

Coba bandingkan, lebih enak yang mana ketika dibaca? Anda pasti bisa menilainya sendiri.

Itulah alasan kenapa semakin ramping sebuah kalimat, maka kalimat tersebut akan lebih nyaman dibaca. Penulis perlu mengindari pemborosan kata.

Begitupun dalam pembuatan judul. Contohnya kemarin saya membuat judul, "Sebagai Penulis, Apakah Anda Sudah Siap Dikritik?" Ini lebih ringkas daripada saya membuat judul, "Sebagai Seorang Penulis, Apakah Anda Sudah Siap Dikritik Oleh Pembaca?" Menjadi bertele-tele dan kurang nyaman dibaca.

Terakhir soal sudut pandang penulisan. Apakah kita harus selalu menulis secara objektif?

Menurut saya tergantung apa yang ditulis. Kalau menulis berita, ya jelas harus objektif. Berbeda dengan menulis puisi yang mana lebih dipengaruhi oleh pandangan dan perasaan pribadi.

Yang terpenting, disamping kita mengandalkan argumen pribadi, kita juga perlu menambahkan data dan memperlihatkan fakta. Jangan sampai kita hanya menulis berdasarkan asumsi pribadi.

Mohon ma'af sebelumnya, ini hanya sedikit berbagi pengetahuan, bukan bermaksud menggurui. Karena sebagai penulis, sejatinya kita tidak akan pernah berhenti belajar dan akan terus berproses menjadi penulis yang lebih baik.

Terimakasih. Semoga bermanfaat ...


Sahabat Anda

Reynal Prasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun