Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kita Harus Punya "Taste" yang Tajam dalam Berkarya

11 September 2020   15:12 Diperbarui: 11 September 2020   15:16 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reza Arap dalam acara Talkshow BukaTalks (Sumber: YouTube.com/Channel Jhodi Everything)

Setiap orang sebenarnya bisa berkarya, membuat karya apapun yang sesuai dengan talenta yang dimilikinya. 

Ada yang lebih senang berkarya melalui konten video, ada yang lebih senang berkarya melalui musik, ada yang lebih senang berkarya melalui tulisan, ada yang lebih senang berkarya melalui lukisan, atau berkarya melalui bidang lainnya yang tentu tiap orang memiliki jalur karya yang berbeda-beda.

Tapi tidak semua orang mempunyai "taste" yang tajam ketika membuat karya, sehingga tak jarang, banyak karya-karya yang tidak laku dipasaran dan tidak mendapat apresiasi yang memuaskan dari masyarakat.

Nah, dengan "taste" yang tajam, tentu kita bisa membuat karya yang betul-betul memikat, bukan sekedar karya-karyaan, yang biasa-biasa saja. Kalau sejak awal kita mengabaikan kualitas, maka mana mungkin ada orang yang tertarik dengan karya yang kita buat.

Namun sayangnya akhir-akhir ini, banyak orang yang lebih memilih jalan pintas dan tidak pernah memperdulikan apakah karya yang mereka buat itu berkualitas atau tidak, dalam artian, ada unsur kreatif dan kebaruan di dalamnya. 

Malah akhir-akhir ini para konten kreator, khususnya yang ada di YouTube, lebih sering menonjolkan sensasi dan drama, ketimbang berpikir bagaimana menciptakan suatu karya yang baru tanpa harus memikat penonton dengan cara-cara yang kurang mendidik.

Setiap orang tentu mempunyai taste yang berbeda-beda, bukan saja dalam hal pembuatan suatu karya, namun juga pada minat-minat tertentu.

Seperti musik misalnya, contohnya saya baru akan mengatakan suatu lagu itu bagus dan enak didengar kalau, pertama lagu tersebut mempunyai komposisi nada dan irama musik yang dinamis, pemilihan nada yang dipilih oleh si pembuat lagu pas, irama melodi dari gitarnya membangkitkan emosi dan gairah, beat drumnya enak, dari keseluruhan musiknya megah dan terasa meriah, ditambah suara sang vokalis yang merdu. Kriteria-kriteria itulah yang menurut saya suatu lagu pantas dikatakan sebagai karya yang berkualitas dan enak didengar. Contohnya, dalam hal ini adalah musik rock. 

Karena sulit menjelaskan bagaimana kualitas sebuah lagu melalui kata-kata, maka berikut adalah sebuah lagu rock yang menurut saya enak didengar. 

(Lagu Forsaken - Dream Theater)

Mungkin anda juga adalah seorang pecinta musik Rock, tapi saya tidak tahu apakah anda menilai lagu tersebut cukup enak di dengar atau tidak, karena kita punya taste yang berbeda.

Mungkin ada yang belum tahu apa itu "taste", secara harfiah kalau diartikan kedalam bahasa Indonesia taste berarti "rasa", "selera" atau "cita rasa".  Nah, dalam pembuatan suatu karya, peran daripada taste ini begitu penting. 

Istilah taste mungkin lebih sering terdengar di dunia masak memasak, seorang koki atau chef biasanya memiliki taste tersendiri untuk mengatakan kalau suatu makan disebut enak atau lezat. Biasanya seorang chef bisa mengetahui apa saja hal-hal yang kurang dan perlu ditambahkan dalam masakan tersebut sehingga masakan tersebut akan terasa lebih enak. Apakah garamnya yang kurang? Atau kebanyakan gula? Atau sebagainya. Itu sebagai analogi yang sederhana.

Sama halnya dalam membuat suatu karya, kadang ada orang yang tidak mempertimbangkan kualitas, penyebabnya karena taste mereka yang kurang tajam dan selera yang rendah mengakibatkan karyanya tidak digemari dan menjadi karya yang hanya sekedar karya tanpa bisa memikat orang lebih banyak.

Dalam membuat suatu karya, tentu saya juga mempunyai taste tersendiri. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah iseng membuat semacam video narasi yang bertajuk "Sajak Perpisahan", sebelum video itu dibuat, saya betul-betul mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan video tersebut. Mulai dari mempersiapkan naskah dari sajak-nya, backsound musik yang pas, hingga footage yang cocok untuk video tersebut. 

Ketika ada sesuatu yang dirasa masih kurang dan pas, saya akan kembali mengubah bagian-bagian yang kurang pas itu sampai "taste" saya mengatakan, "Oke sudah pas, waktunya di upload". Alhasil video tersebut kini sudah ditonton 23rbx lebih di YouTube. Berikut videonya dibawah ini.


Ketika kita benar-benar serius menggarap suatu project karya kita sendiri, maka hasilnya pasti akan memuaskan dan dapat diterima oleh banyak orang. Sebaliknya jika dalam pembuatan karya itu hanya sebatas main-main saja, maka ya hasil yang didapat pun pasti biasa-biasa saja. 

Taste yang tajam ini biasanya dimiliki oleh para praktisi industri kreatif, misalnya seorang Produser atau Director. Karena tugas mereka adalah memberikan penilaian dan juga koreksi terhadap karya yang dibuat oleh orang lain. 

Mereka bisa memberikan penilaian dan koreksi, tapi mereka belum tentu selalu mampu membuat suatu karya, karena "taste" mereka jauh lebih kuat dibandingkan dengan talenta mereka biasanya. Makanya mereka lebih banyak bekerja dibelakang layar ketimbang menjadi aktor utama.

Ada salahsatu konten kreator yang kini sudah sukses sebagai musisi juga dan selalu menjadi inspirasi saya sampai sekarang, yaitu Reza Arap. Ya, tahu lagu Lathi dari Weird Genius kan? Sedikit banyaknya Reza terlibat dalam pembuatan lagu tersebut. 

Reza mempunyai peran yang besar sehingga lagu Lathi jadi banyak digemari dan meledak dipasaran. Namun tanpa diduga, dibalik suksesnya lagu Lathi yang ia buat bersama Weird Genius, ternyata Reza sama sekali tidak bisa bermain alat musik.  

Ya, seorang Reza Arap yang berhasil membawa Weird Genius dikenal luas hingga ke mancanegara itu, ternyata sama sekali tidak bisa bermain alat musik. Namun anehnya lagu yang dibuatnya itu bisa laku dipasaran. Apa sebenarnya rahasianya, sehingga hampir setiap karya yang ia buat selalu saja mendapat sambutan yang meriah dan apresiasi yang memuaskan dari para penggemarnya?

Ya, jawabannya adalah karena ia mempunyai taste yang tajam. Meski ia tidak bisa bermain alat musik, namun dirinya mengaku bahwa, ia bisa menilai mana musik yang berpotensi akan meledak dipasaran dan diterima orang banyak, mana musik yang memang belum layak untuk dipasarkan.

Hal itu pernah ia ungkapkan dalam salahsatu talkshow yang diselenggarakan oleh Bukalapak yang diunggah di channel YouTube Bukalapak.

"I can't do music, dari musik yang gua punya cuma satu, gua cuma punya taste. That's all. Ketika gua bikin musik sama Weird Genius, gua tau mana yang bisa diterima sama crowd, mana yang musiknya terlalu keramean kah atau terlalu sepi atau apa, tapi gua gak bisa main alat musik." Ujar Reza saat di wawancara dalam talkshow yang bertajuk Tie-in Your Passion pada 2019 yang lalu.


Berkat taste yang ia miliki, terbukti lagu Lathi yang diciptakannya bersama Weird Genius dengan cepat menjadi fenomenal dan viral di sosial media.

Dengan taste yang tajam, sedari awal kita bisa mengukur dan memprediksi apakah karya yang kita buat nantinya akan sukses dipasaran dan digemari orang banyak atau tidak. Dan mungkin kemampuan itu baru akan kita miliki seiring dengan pengalaman, wawasan dan pengetahuan kita pada bidang yang kita geluti.

Pastikan kita bersedia meluangkan waktu untuk mengkoreksi apakah karya yang kita buat telah layak untuk dipublikasikan atau tidak? Termasuk dalam hal ini, ketika kita menekuni dunia tulis menulis. Apakah tulisan kita sudah cukup "berisi" dan layak untuk disebarluaskan? Atau tulisan kita hanya cukup untuk disimpan di buku catatan harian saja.

Dengan taste yang tajam, kita akan terdorong untuk membuat karya yang lebih bertumpu pada kualitas bukan sekedar kuantitas. Semoga bermanfaat....**

Sahabat Anda

Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun