Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasiana Tetap Menjadi Rumah Utama

12 Agustus 2020   09:49 Diperbarui: 12 Agustus 2020   09:57 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya memang tak lengkap bila melewati setiap fase awal bulan tanpa meninggalkan jejak di Kompasiana. Beberapa hari terlewat begitu saja, tanpa kembali menelurkan satu tulisan pun.

Jika menggunakan metode one day one article, mungkin sudah ada 12 tulisan yang tersaji, namun nyatanya 5 artikel pun belum bisa tergenapi.

Bukan karena hasrat menulis ini mulai padam, bukan pula karena bingung mau menuliskan apa, akan tetapi beberapa hari kebelakang, entah bagaimana caranya tiba-tiba ada "badai masalah" yang muncul menghantam begitu saja.

Masalah yang tadinya spele, akhirnya meletus menjadi bola api panas yang menyerembet kemana-mana, ke orang-orang sekitar. Mau tidak mau, siap tidak siap saya harus menghadapi masalah itu, apapun yang terjadi, seolah-olah kedewasaan dan kesabaran ini sedang diuji.

Saya tentu tidak bisa menceritakan secara detail apa, kenapa dan bagaimana masalah itu bisa terjadi. Namun pada intinya, beberapa hari belakangan, pikiran ini memang sedang benar-benar kacau, boro-boro bisa berpikir kreatif, sudah dua hari ini, saya pun tidak bisa tidur pulas seperti biasanya.

Namun bukan berarti sejak hari-hari yang dipenuhi masalah itu saya berhenti menulis, sebagai seorang penulis saya tetap menulis. 

Ada sekitar 4 jurnal harian yang telah saya tulis terkait peristiwa yang tidak mengenakkan itu, namun tentu saya tak bisa begitu saja memajang tulisan itu untuk dikonsumsi oleh publik, karena itu benar-benar sangat bersifat pribadi, isinya pun berupa makian, hujatan, dan segala macam ekspresi emosional yang meledak-ledak.

Terbukti, menulis memang benar-benar memiliki manfa'at yang menyehatkan bagi jiwa, menulis adalah sebagai sebuah psychology therapy, dimana kita bisa dengan bebas mengeluarkan segala bentuk keresahan, kekesalan, sumpah serapah, dan sampah batin ini dengan puas dan gratis.

Menulis benar-benar menyehatkan. Menulis benar-benar menyembuhkan. Maka siapapun yang tak pandai menulis, maka merugilah ia. 

Saya sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Pak Khrisna Pabichara, bahwa untuk menghasilkan tulisan yang bergizi dan berkualitas, sudah menjadi tanggung jawab penulis untuk selalu menjaga kondisi otaknya tetap bugar, karena ketika otak bugar tulisan yang tersaji pun menjadi segar. Saya sangat setuju dengan pendapat ini.

Karena benar saja, ketika otak sedang kalut, pikiran sedang kusut, kreativitas pun menjadi surut. Sulit rasanya untuk merangkai dan mengolah data menjadi rententan kata yang nyaman dibaca. Boro-boro menghasilkan tulisan yang bergizi, yang ada tulisan menjadi basi dan tidak menarik sama sekali.

----

Lalu pelajaran apa yang bisa dipetik, terkait masalah yang baru saja saya hadapi kemarin?
Setidaknya ada 4 pelajaran penting yang bisa diambil pasca peristiwa itu.

1). Ketika berkonflik dengan seseorang entah itu teman, tentangga, atau saudara, maka selesaikanlah dengan jiwa yang tenang, jangan selesaikan dengan emosi apalagi dengan kekerasan. Karena saat ini hukum begitu dekat, jangan sampai kita bertindak ceroboh dan gegabah.

2). Hinaan, cacian, ledekan, tidak akan membuat kemuliaan dan kualitas diri kita menjadi hina sehina-hinanya. Biarlah yang datang kerap menjadi pengganggu dan perusuh di kehidupan bahagia kita, cukup kita abaikan saja. Seperti pepatah, Anjing menggonggong kafilah berlalu.

3). Sebagai makhluk sosial, kita sangat perlu suport system yang kuat. Kita perlu teman-teman yang suportif, kita perlu teman-teman yang mendukung, kita perlu punya lingkaran sosial yang punya solidaritas yang kuat, sehingga apabila kita sedang tertimpa musibah, atau sedang tertimpa masalah, kita bisa meminta bantuan mereka.

4). Jalinlah keakraban dan silaturahmi dengan sesama keluarga dan saudara dengan baik, karena bagaimanapun, ketika ada masalah, ketika ada musibah, sebelum kita meminta pertolongan orang lain, tentu kita akan terlebih dahulu meminta pertolongan dan bantuan dari keluarga dan saudara sendiri.

----

Sejauh apapun kaki ini melangkah, kemanapun pikiran dan perasaan ini melayap, pada akhirnya jiwa ini akan kembali pulang ke rumah ternyaman kita bersama. Kompasiana adalah rumah utama yang tak bisa tergantikan...***

Sahabat Anda
Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun