Tak disangka artikel receh yang baru kemarin tayang berjudul, "Seperti Apa sih Rasanya Menjadi Seorang Penyiar Radio?" Akan disambut meriah dan mendapat komentar positif dari teman-teman Kompasianer.
Padahal itu hanya cerita ringan, sepotong kisah berupa pengalaman saya dulu menjadi announcer amatiran. Rasanya tak lengkap kalau hanya berbagi pengalaman tanpa membagikan sedikit ilmu tentang siaran.
Jadi, kali ini saya akan berbagi suatu teknik yang biasa dipakai ketika sedang siaran radio, yaitu teknik "Bridging".
Sebuah teknik yang mungkin baru Anda dengar, tapi sebenarnya teknik ini sangat sederhana dan sering digunakan pada saat sedang mempromosikan atau mengiklankan suatu produk.Teknik bridging merupakan suatu skill yang wajib dikuasai oleh setiap penyiar radio. Karena lewat skill bridging inilah kreativitas seorang penyiar radio bisa terlihat, bisa dinilai seberapa lincah dia dalam mengemas suatu berita atau informasi untuk disampaikan kepada pendengar tanpa terdengar datar, garing, atau monoton.
Bridging berasal dari kata "bridge", secara harfiah berarti jembatan. Jadi teknik bridging sederhananya adalah teknik menjembatani dua topik yang tidak ada kaitannya sama sekali, namun pada akhirnya bisa jadi nyambung. Begitulah definisi singkatnya.
Contoh Teknik Bridging
Pernah enggak, ketika anda sedang mendengarkan radio, si penyiar yang tadinya sedang membicarakan topik A kok tiba-tiba jadi promosi produk, atau tiba-tiba loncat ke topik lain? Saya yakin ada yang sadar dengan hal ini, ada juga yang tidak.
Baiklah saya akan beri contoh tentang teknik bridging ini.Â
Misal ada dua topik seperti ini: (Nganggur) & (Kompasiana). Nah ini kan dua topik yang tidak ada kaitannya sama sekali. Apa kaitannya nganggur dengan Kompasiana? Cukup jauh kan?Â
Kalau (Nulis) & (Kompasiana), atau (Membaca) & (Kompasiana), itu sih masih mending ada kaitannya, nah kalau (Nganggur) & (Kompasiana) ini kan tidak ada kaitannya sama sekali. Tapi bisa enggak disambungin? Bisa dong, disinilah teknik bridging berfungsi.
Narasinya bisa seperti ini, "Eh Kompasianer kalian suka ngerasa bosen gak sih kalau misalkan hari libur di rumah cuma 'nganggur' aja? 'Nganggur' itu emang gak enak banget ya? Bikin kita ngerasa bosen setengah mati, nah dari pada kamu cuma "nganggur" di rumah dan gak tau mau ngerjain apa, kenapa gak mulai nulis aja di 'Kompasiana'? Nulis di 'Kompasiana' itu seru loh, selain bisa dapat temen kamu juga bisa dapat reward"
Nah seperti itulah kira-kira aplikasi dari teknik bridging. Kenapa teknik ini sangat wajib dikuasai oleh setiap penyiar? Karena pendengar tidak akan merasa bosan, karena ini enggak terlalu terdengar seperti sebuah promosi kan?Â
Begitu pun ketika ingin menyampaikan suatu informasi, atau berita, daripada membacakan berita atau informasinya secara langsung, maka akan lebih enak terdengar bila informasi itu dikemas dengan teknik bridging. Karena dalam satu acara, seorang penyiar biasanya menerima banyak Ad-libs
Ad-libs adalah naskah iklan yang harus dibacakan oleh seorang penyiar radio ketika sedang siaran. Jadi, bisa dibayangkan jika setiap sesi acara seorang penyiar terus berpromosi, pendengar juga lama-lama akan bosan. Masa setiap ngomong iklan terus? Kan enggak seru tuh. Oleh karena itu menguasai teknik bridging sangatlah penting bagi seorang penyiar radio untuk mensiasati keadaan itu.
Contoh lagi misal ada dua topik: (Galau) & (Bisnis). Narasinya bisa seperti ini, "Habis putus dari pacar itu memang bisa bikin kita 'galau' ya, tapi ternyata enggak selamanya galau itu merugikan loh Kompasianer? Buktinya ada seorang pria dari Jepang yang tiba-tiba punya 'bisnis' menguntungkan setelah ia merasa 'galau' ditinggal pacarnya. Ia jadi punya ide untuk membuat robot yang menyerupai manusia yang bisa menemaninya dikala sedang kesepian. Tak disangka-sangka, ternyata banyak yang berminat dan membeli robot buatannya itu."
Sampai disini mungkin anda sudah mulai paham bagaimana teknik bridging ini bekerja sebagai jembatan untuk menyambungkan dua topik yang tidak ada kaitannya sama sekali menjadi rangkaian narasi yang lebih "menjual" dan enak didengar maupun dibaca.
Kabar baiknya, teknik bridging ini juga bukan hanya bisa diaplikasikan pada saat siaran radio, tapi juga bisa diaplikasikan pada saat kita menulis. Apalagi menulis dalam rangka promosi atau jualan. Teknik ini amat perlu dikuasai oleh seorang penulis.
Tanpa anda sadari, sebenarnya saya sudah dan sering menggunakan teknik bridging di setiap artikel-artikel yang sudah saya tulis. tentu hasil daripada tulisan itu menjadi lebih enak dibaca, karena tidak langsung menuju ke inti, tapi kita jembatani dulu lewat topik lain, atau menambahkan sedikit cerita sebelum sampai pada inti pembahasannya atau esensinya.
Contoh lagi deh bonus, kalau masih belum paham, misal ada dua topik: (Hutan) & (Jam Tangan). Jauh banget kan tuh? Enggak ada kaitannya sama sekali antara hutan dan jam tangan, nah supaya bisa nyambung, kita akalin atau buat jembatan supaya kedua topik nya jadi nyambung dalam satu kalimat, atau tulisan.Â
Narasinya bisa seperti ini: "Siapa nih yang suka pergi-pergi ke 'hutan'? Yang hobi banget jalan-jalan ke alam? Biasanya kalau kamu lagi di 'Hutan' selain camp ngapain aja sih Kompasianer? Nah biasanya kalau lagi di alam kita suka lupa waktu ya, jadi enggak inget pulang, makanya kita perlu banget bawa 'Jam tangan' supaya kita inget waktu, dan kalau bisa sih yang tahan air supaya enggak mudah mati pas lagi di bawa berenang, nah kalian bisa coba nih 'jam tangan' anti air dari toko X di jamin awet, tidak mudah mati dan tidak mempan juga di bakar. Cocok banget buat kamu yang suka ke alam."
Satu lagi deh, misal ada dua topik: (Beras) & (Gitar) wah jauh banget kan? Apakah bisa disambungin? Bisa banget dong.
Narasinya bisa seperti ini: "Kompasianer saat ini dalam memilih 'beras' yang berkualitas kita memang enggak boleh asal-asalan. Karena akhir-akhir banyak sekali kasus-kasus 'beras' plastik yang menghebohkan masyarakat. Kita harus lebih jeli untuk memilih jenis 'beras' jangan sampai kita membeli beras yang palsu. Ternyata bukan hanya 'beras' saja yang palsu, dalam memilih 'gitar' yang berkualitas kita juga harus jeli membedakan mana 'gitar' yang asli dan mana yang hanya replika saja. Karena keduanya tentu memiliki kualitas suara yang berbeda."
Nah loh, jadi nyambung kan? :)
Enak banget kalau misalkan kita menguasai teknik bridging ini. Kita jadi tidak terlihat secara terang-terangan langsung mempromosikan produk atau membicarakan inti topik. Melainkan kita buat jembatan dulu sebelum akhirnya kita menyampaikan maksud, inti, atau pesan yang sesungguhnya.
Memang agak sedikit kesusahan juga sih bagi pemula, saya pun dulu seperti itu. Akan tetapi karena saya sudah terbiasa, lama-lama teknik bridging ini otomatis menjadi lebih mudah untuk aplikasikan baik itu pada saat siaran atau pun pada tulisan.
Ya, hanya itu saja sedikit bocoran tentang teknik bridging, silahkan dipelajari dan mulai berlatih jika sekiranya ingin di ambil manfaatnya....**
Sahabat Anda
Reynal Prasetya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H