Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadikan Lebaran sebagai Revolusi Spiritual, Bukan Sebatas Tradisi Seremonial

25 Mei 2020   20:33 Diperbarui: 25 Mei 2020   20:44 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lebaran (Sumber: kompas.com)

Berbeda dengan teman-teman yang mungkin saat ini masih tertahan di kota. Tidak bisa mudik ke kampung halaman, tentu saya dapat merasakan bagaimana rasanya berada di tengah perantauan. 

Hari lebaran dalam hal ini Idul Fitri memang dianggap sebagai salahsatu hari besar, hari penting, hari spesial, hari yang sakral bagi umat muslim khususnya di Indonesia.

Namun sayangnya, keistimewaan hari Idul Fitri itu tidak dibarengi juga dengan sikap-sikap dan tindakan spiritual yang nyata, sehingga moment lebaran kerap kali hanya terasa sebatas moment seremonial, sebatas teradisi, sebatas ritual yang hanya diulang-ulang setahun sekali.

Memang betul pada hari itu secara total kita saling mema'afkan, saling mengakui dosa dan kesalahan masing-masing. Namun apakah ritual dan kebiasaan itu akan otomatis terpatri dalam diri kita?.

Apakah pasca lebaran kita akan berubah lebih berhati-hati dalam bertindak, berucap, sehingga bisa terhindar dari perilaku menyakiti orang lain?

Apakah pasca lebaran kita akan berubah menjadi pribadi yang mudah mema'afkan?

Sayang sekali sobat, acapkali hal-hal demikian hanya berlangsung selama lebaran saja. Hanya berlangsung setiap tahun saja. Tanpa benar-benar kita maknai bahwa lebaran merupakan suatu moment yang pas untuk berbenah diri, lebaran merupakan momentum untuk mengupgrade kesadaran spiritual.

Kita melihat banyak orang masih terjebak pada aspek-aspek ritual yang hanya melibatkan fisik saja. Tanpa lebih jauh melibatkan batin, melibatkan kesadaran jiwa dalam mengagungkan hari lebaran itu.

Memang sih semua serba baru, namun yang baru hanya berupa yang nampak-nampak saja. Sedangkan di kedalaman yang tak kasat mata, kebiasaan nyinyir tetap saja masih jalan terus, kebiasaan mengeluh, menggerutu masih tetap dipelihara. 

Coba saja kita tengok di sekeliling kita sobat, padahal lebaran baru saja kemarin, baru saja saling mema'afkan, tapi acapkali kita melihat ada saja serangkaian konflik, pertikaian yang terjadi di sekeliling kita.

Apalagi di media sosial, orang-orang nampaknya hanya pencitraan saja! Bergaya bikin postingan bernuansa lebaran, demi menjaring perhatian dan simpatisan. Namun tetap saja kelakuannya brangasan dan masih suka menebar kebencian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun