Pada dasarnya kita semua memang menyukai dan menginginkan hal-hal yang membuat kita nyaman dalam menjalani hidup.
Misal, kita ingin nyaman dalam pekerjaan, ya tentu kita akan mencari pekerjaan yang menurut kita nyaman, karena kalau tidak nyaman pasti kita akan meninggalkan nya.
Tidak hanya dalam pekerjaan saja, sepertinya dalam hal lain juga, kenyamanan merupakan sesuatu yang selalu ingin kita pertahankan.
Lagipula siapa sih yang menyukai tantangan? Atau bergerak untuk melakukan perubahan?
Kalau pun ada, bisa dipastikan jumlah nya lebih sedikit ketimbang mereka yang lebih senang hidup dalam rasa aman, dan tinggal dalam zona nyaman.
Memang ada keuntungan yang bisa kita dapat, bila kita memutuskan untuk tetap tinggal di zona nyaman. Kita akan mudah bahagia, lebih santai menjalani hidup tanpa tekanan dan beban yang cukup berarti.
Namun tentu saja semuanya tak lepas dari konsekuensi yang di sediakan oleh kehidupan.
Ada sisi bahaya yang perlu di waspadai, jika ternyata selama ini Anda sudah merasa terlalu "nyaman".
Kenyamanan kadang kala membuat kita merasa tidak perlu lagi ada sesuatu yang perlu di-upgrade. Kita akan sulit menjadi "Best" kalau kita sendiri sudah merasa "Good".
Sampai di sini mungkin akan timbul pertanyaan dalam benak Anda, "Loh bukannya kita ini harus banyak bersyukur? Menerima apapun keadaan yang saat ini sedang kita jalani?"
Ya, di satu sisi, kita memang perlu bersyukur, perlu menerima apapun yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Namun di sisi lain, kita juga perlu mencermati, kadang ada beberapa rasa syukur yang sebenarnya bukan rasa syukur.
Ada beberapa orang yang seringkali menggunakan rasa syukur, sebagai muslihat atas keengganan dirinya untuk melakukan perbaikan dan perubahan besar dalam hidup nya.
Misalnya begini, "Alhamdulillah pak, ya saya mah segini saja sudah bersyukur kok, yang penting keluarga saya bisa makan, itu saja sudah cukup.!"Â
Tampak di luar, sikap nya memang terlihat sangat mulia, bisa bersyukur dan menerima keadaan.
Tapi sebenarnya, bila di cermati, kalimat itu adalah kalimat egois. Karena berarti ia hanya memikirkan dirinya dan keluarga nya sendiri?
Terus tetangganya, atau orang-orang di luar sana yang kelaparan tidak peduli?
Nah, saya yakin Anda juga pasti pernahkan bertemu dengan tipe orang yang seperti itu.
Kalau saya sendiri, cukup sering dicurhati seperti itu, banyak orang yang nampak di luar ia bersyukur, menerima keadaan hidupnya, namun ia sebenarnya enggan melakukan suatu upaya untuk memperbaiki kualitas hidupnya dan lebih memilih bersembunyi di balik rasa syukur dan sikap menerima.
Sebenarnya tidak salah juga, kalau memang dari awal ia sudah sadar akan konsekuensinya.
Sayangnya, yang seringkali terjadi adalah, ada beberapa orang yang sebenarnya ingin sekali hidupnya berubah, namun tanpa sadar ia telah mensabotase diri nya sendiri dengan rasa syukur, dengan sikap menerima dan enggan keluar dari zona nyamannya sendiri.
Kalau selama ini kita sudah banyak bersyukur, sudah banyak menerima, tapi kok tidak kunjung ada perubahan dalam hidup, curigalah, jangan-jangan selama ini kita bukan sudah bersyukur, tapi sebenarnya tanpa sadar kita sedang mensabotase diri sendiri.Â
Jadi, tidak perlu menyalahkan Tuhan, ataupun keadaan, jika selama ini hidup anda tidak kunjung berubah, karena pasti ada bagian kontribusi anda sendiri di balik semua itu.
Kita juga seringkali melihat ada orang yang nampak nya spiritual, nampak nya religius, bersyukur sekali dengan keadaan hidupnya, namun entah kenapa kok keadaan ekonominya sulit, hidupnya kekurangan, atau sulit berkembang?
Bisa jadi, selama ini ia bukannya bersyukur, namun sebenarnya ia sedang bersembunyi di balik sikap menerima, enggan untuk belajar dan melakukan upaya perbaikan dalam hidupnya.
Di satu sisi, orang-orang spiritual atau religius itu sebenarnya punya kemampuan menerima yang cukup besar, tentu ini sangat bagus.Â
Namun disisi lain, mereka juga seringkali terlihat tidak memiliki keinginan atau dorongan yang besar untuk membuat tujuan yang lebih tinggi lagi.Â
Anda mungkin selama ini sudah banyak bersyukur, sudah banyak menerima, itu adalah sikap yang sangat mulia. Namun apakah anda juga telah banyak meluangkan waktu untuk belajar ? Mengupgrade diri ? Mencoba melakukan perubahan dalam hidup anda ?
Jika tidak, berarti rasa syukur yang selama ini anda gunakan, tak lain hanyalah alasan sebagai pembenaran atas kemalasan anda untuk melakukan perubahan dan enggan untuk keluar dari "Zona Nyaman"Â anda tersebut.
Contoh misal, anda selama ini sudah merasa nyaman tinggal bersama orang tua, hidup dengan fasilitas-fasilitas dan di biayai orangtua, anda merasa bersyukur dan nyaman dengan kondisi tersebut, hingga akhirnya anda merasa tidak perlu lagi berusaha dan bekerja lebih keras, karena bagi anda itu saja sudah cukup.
Jika seperti itu terus, maka sudah pasti anda akan sangat sulit sekali tergerak dan tidak punya tarikan yang lebih besar untuk hidup mandiri dan memiliki rumah sendiri.
Kemampuan bersyukur dan menerima itu memang sangat penting, namun tentu saja kita juga memerlukan tujuan-tujuan yang lebih besar dari apa yang sudah kita capai saat ini.
Bukankah sangat mulia, ketika kita menginginkan penghasilan lebih ? ingin makmur dalam hal finansial ?, karena kita merasa, ternyata masih ada banyak orang yang perlu kita bantu.
Bersyukur harus pula dibarengi dengan ikhtiar fisik, tidak cukup dengan menerima keadaan begitu saja.Â
Hal inilah yang perlu kita waspadai, karena tanpa sadar kita sering mesabotase diri sendiri, kita kadang terlena dengan kenyamanan, hingga akhirnya tak kuasa untuk melakukan perubahan.
Ingat, kalau seandainya dulu kita nyaman di jajah, tidak mungkin kita akan merdeka.! Karena kita merasa tidak nyaman, akhirnya kita berjuang, berperang melawan penjajah, hingga akhirnya Negara kita berdaulat dan terbebas dari penjajahan.
Begitupun dengan kehidupan, adakalanya kita perlu merasa tidak nyaman dengan kondisi saat ini, yang membuat kita tidak dapat berkembang. Sehingga kita bisa mencapai tingkat kenyamanan yang lebih tinggi lagi daripada sebelumnya.
Sudah saatnya kita merdeka, dan enyah dari zona nyaman yang tidak memberdayakan.
Selamat berjuang...
***
Sahabat Anda
~Reynal Prasetya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H