Mohon tunggu...
Reynaldo Kogoya
Reynaldo Kogoya Mohon Tunggu... -

seorang putra Papua yang memimpikan rakyat Papua bangkit dari ketertinggalan. Sejajar dengan seluruh rakyat di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres 2014 dan Jalan Buntu Kemerdekaan Papua

20 Juni 2014   14:57 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:00 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang Papua, lahir dan besar di Papua, saya menyadari bagaimana tuntutan kemerdekaan di Papua telah lama tumbuh dan berkembang. Perjuangan kemerdekaan Papua memiliki 2 sudut pandang yang berbeda bagi rakyat Papua itu sendiri. Satu sisi sebagian rakyat Papua memandang itu adalah racun yang merasuki rakyat Papua sehingga rakyat Papua tidak sadar akan potensi kekayaan alam Papua dan hanya sibuk memikirkan referendum. Sementara kekayaan alamnya terus dinikmati oleh negara asing. Disisi lain, rakyat Papua memandang perjuangan kemerdekaan Papua adalah bagian dari perjuangan hidup mencari jati diri sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Namun sebagai generasi muda yang terdidik, kami mulai menyadari bahwa dewasa ini perkembangan global tidak lagi memilah-milahkan bangsa yang satu dengan lainnya. Globalisasi menuntut kita sebagai umat manusia untuk melebur demi kemajuan umat manusia. Bahkan batasan-batasan antar negara semakin minimal dengan adanya perkembangan zaman. Antar bangsa harus berinteraksi tanpa batas. Sehingga sebagai otokritik terhadap saudara-saudara saya bangsa Papua, bahwa perjuangan kemerdekaan Papua dewasa ini sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Minimnya Dukungan Internasional Terhadap Kemerdekaan Papua

Beberapa tahun belakangan ini, kelompok separatis Papua mengeluarkan klaim sepihak bahwa beberapa negara di dunia telah mendukung upaya kemerdekaan Papua dari Indonesia. Organisasi Free West Papua Campaign (FWPC) pimpinan Benny Wenda yang pertama sekali mengeluarkan klaim tersebut. Melalui pernyataan Benny Wenda, menjelaskan bahwa FWPC telah membuka perwakilan di beberapa negara. Tentunya pernyataan Benny Wenda tersebut sempat menghebohkan pendukung Papua Merdeka. Namun dalam perkembangannya, perjuangan kemerdekaan Papua akhirnya menemukan jalan buntu. Klaim sepihak oleh Benny Wenda, akhirnya mendapatkan klarifikasi oleh beberapa negara bahwa dunia internasional mendukung kedaulatan Indonesia atas Papua.

Bahkan negara-negara di Pasifik Selatan yang selama ini dinyatakan oleh kelompok pro kemerdekaan Papua telah bulat mendukung Papua Merdeka, nyatanya menunjukkan fakta yang berbeda. Hasil kunjungan Presiden SBY ke Fiji sebagai tamu utama dalam KTT ke 2 Pacific Islands Development Forum (PIDF) telah menghasilkan sebuah kesepakatan yang memperkuat kedaulatan Indonesia atas Papua. Kesepakatan tersebut memperkuat kesepakatan-kesepakatan sebelumnya antara Pemerintah Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) atas dukungannya terhadap kedaulatan NKRI di Papua.

Dalam kunjungannya ke Pasifik Selatan, SBY mendapatkan pujian atas keberhasilannya selama 10 tahun memimpin Indonesia. Secara khusus, PM Fiji Josaia Voreqe Bainimarama, menyatakan bahwa keberhasilan Indonesia membangun demokrasi menjadi inspirasi bagi negara-negara Pasifik Selatan untuk melakukan hal yang sama yaitu membangun demokrasi dalam keberagaman yang tinggi.

Boikot Pilpres dan Tuntutan Referendum

Saya mengamati, bahwa perjuangan saudara-saudara saya yang mendukung kemerdekaan Papua semakin berat dengan tidak adanya dukungan internasional atas kemerdekaan Papua. Dampaknya kelompok pro kemerdekaan Papua mencari berbagai cara untuk mencari dukungan internasional. Mulai dari berbagai macam propaganda pelanggaran HAM yang terus diulang, aksi demonstrasi menuntut referendum, penembakan di beberapa lokasi untuk menarik intervensi asing, hingga seruan boikot Pilpres 2014 sebagai bentuk pembangkangan terhadap Negara Indonesia.

Di era demokrasi, tentunya langkah yang dilakukan saudara saya dari Papua tersebut adalah sah asalkan tidak melanggar aturan hukum. Namun sekali lagi, kami mengharapkan agar kelompok pro kemerdekaan melihat kembali secara jernih dampak positif kepada masyarakat atas apa yang telah mereka lakukan. Apakah rakyat asli Papua merasakan manfaatnya atau tidak.

Sebagai contoh, upaya boikot Pemilu 2014 sudah dicanangkan sejak Pemilu Legislatif 2014. Namun ternyata seruan boikot tersebut sama sekali tidak didengarkan rakyat Papua. Bahkan partisipasi pemilih di Papua lebih tinggi dibandingkan partisipasi nasional. Di Papua dari DPT yang berjumlah 3.203.371 terdapat 2.963.280 suara sah. Artinya tingkat partisipasi mencapai 92 %, lebih tinggi dibandingkan partisipasi nasional di angka 75 %. Padahal dari pada melakukan boikot, ada baiknya suara tersebut diberikan kepada Caleg asal Papua yang memiliki kemauan membela kepentingan rakyat Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun