Kasus penyalahgunaan data pribadi oleh layanan pinjaman online (Pinjol) ilegal yang semakin hari semakin banyak meresahkan masyarakat. Bagaimana tidak, baru-baru ini telah banyak sekali laporan dari masyarakat yang mengatakan bahwa mereka merasa sangat terganggu karena nomor telepon pribadi mereka telah dicantumkan sebagai kontak darurat oleh pinjol ilegal tersebut tanpa seizin mereka.
Pihak pinjol ilegal tersebut mengatakan bahwa seolah-olah si calon korban ini telah melakukan peminjaman oleh perusahaan mereka atau bahkan sering juga dijadikan sebagai kerabat dekat bahkan sering juga dijadikan sebagai orangtua si peminjam. Modus seperti ini tentunya tentunya sangat mengganggu dan merugikan bagi masyarakat bagaimana tidak pasalnya, tak jarang pihak pinjol terus menerus menelepon dan mengirim pesan karena debitur (peminjam) tak kunjung membayar utangnya, padahal mereka sama sekali tidak merasa pernah melakukan transaksi pinjaman apapun.
Salah satu kasus yang saya ambil merupakan kasus yang telah terjadi di kota Bandung, di mana seorang ibu rumah tangga berinisial RM sering sekali mendapatkan panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal. Ia mengaku kejadian ini telah terjadi sekitar 3 bulan belakangan ini, ia sering sekali mendapatkan panggilan dari nomor yang tidak dikenal yang mengaku sebagai admin dari pinjaman online, bahkan dalam sehari bisa sampai 2-3 kali panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Setelah ditelusuri, ternyata nomornya dicantumkan sebagai orangtua dari seorang peminjam yang berinisial RA yang telah mengajukan peminjaman tanpa sepengetahuannya.
"Saya sama sekali tidak pernah kenal dengan sosok nama yang dikatakan oleh admin pinjol tersebut. Saya kaget,bagaimana mungkin nomor saya bisa digunakan tanpa konfirmasi dari saya? bukannya kalau mau daftarin nomor harus menggunakan kode verifikasi dulu ya? apalagi saya disebut sebagai orangtua dari si peminjam yang berinisial RA dan ketika saya tanya ke mereka nama saya siapa dibuat di data yang menjadi referensi mereka, malah jawabnya hanya mama saja, kan anehh. Saya merasa sangat terganggu karena setiap hari saya di hubungin dan nomor yang mereka gunakan untuk menelepon juga berbeda-beda" Ucap RM, pada Senin (11/11/2024) .
"Saya juga menyuruh mereka untuk menghapus nomor saya dari daftar nomor tagihan mereka, karena saya sama sekali tidak merasa pernah untuk pinjol, apalagi saya dituduh sebagai orang tua dari si peminjam yang mereka katakan. Saya juga menanyakan apa nama perusahaan mereka, lalu mereka menyebut nama perusahaannya yang berinisial AL. Karena saya rasa ini merupakan perusahaan yang bisa sudah familiar dan perusahaan besar juga maka saya langsung menghubungi contact person dari perusahaan AL tersebut agar nomor saya di hapus dari daftar nomor yang ada di data mereka, dan ternyata pihak AL mengatakan bahwa nomor saya tidak pernah terdaftar pada perusahaan mereka, otomatis bisa disimpulkan bahwa ini penipuan dong? saya juga masih ada nomor kontak dari si penipu ini" sambungnya.
Sebenarnya penggunaan nomor pribadi tanpa izin seperti ini bukan pertama kalinya terjadi di sektor pinjaman online. Bahkan modus seperti ini umumnya terjadi di aplikasi pinjaman online ilegal yang tidak dapat diawasi oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pihak OJK juga mengatakan jika memang itu pinjol ilegal maka masyarakat dapat melaporkan kepada pihak kepolisian karena pinjol ilegal tidak terdaftar di OJK, jika itu pinjol legal dan sudah terdaftar di OJK maka keluhan dapat dilaporkan kepada OJK di 157 dan juga dapat melaporkan ke alamat email waspadainvestasi@ojk.go.if.
“Kalo ilegal kan enggak ada yang ngatur dan ngawasin. Jadi itu kewenangan polisi,” kata Dody, Selasa (18/7/2023), seperti dikutip dari Kompas.com.
Pencurian data pribadi seperti ini menjadi ancaman yang sangat serius, dengan maraknya penggunaan teknologi informasi pada jaman sekarang ini para pelaku kejahatan siber semakin canggih dalam melakukan operasi mereka, sehingga mereka dapat sangat mudah untuk melakukan pencurian data yang akan dijadikan sebagai tumbal pinjaman online (pinjol) ilegal.
Penjahat siber biasanya kerap menggunakan teknik phising, dimana teknik ini merupakan teknik manipulatif yang menjebak korban untuk memberikan data pribadi mereka misalnya momor KTP, nama ibu kandung, nomor telepon dan alamat mereka selanjutnya, mereka akan menggunakan malware yang merupakan perangkat lunak berbahaya untuk menginfeksi dan mencuri data dari peragkat si korban. Tentunya hal seperti ini tidak hanya merugikan dalam bentuk finansial saja akan tetapi juga dapat merusak reputasi individu yang menjadi tumbal sasaran.
Karena maraknya pecurian data yang terjadi di kalangan masyarakat, pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan yang dimana menerangkan mengenai ancaman terhadap tindakan penyebaran data pribadi yang diatur pada Pasal 32 UU NO.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU NO.11 Tahu 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronok (ITE). Pasal 32 ayat (2) menyebutkan "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak." dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.
Sementara itu pada Pasal 29 UU ITE menyebutkan "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.” dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Pemerintah terus berupaya dalam memberantas skema gelap ini, sementara itu masyarakat juga diimbau agar selalu waspada dan lebih selektif lagi dalam menjaga data pribadi mereka, serta juga melaporkan segala bentuk tindakan yang melanggar hukum kepada pihak yang berwenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H