Akhir-akhir ini booming berita tentang banyaknya perusahaan yang cabut dari Kabupaten Karawang. Dilansir dari Narasi (20/6/2022) dari total 1706 perusahaan di tahun 2018 kini hanya menyisakan 900 saja, ini berarti terdapat hampir 50% penurunan jumlah perusahaan yang berada di Karawang.
Penyebab dari kejadian ini disinyalir karena UMK Karawang terlalu tinggi hal ini terlihat dari data kenaikan yang bahkan pernah menyentuh 58%.
Dilansir dari Kemnaker RI, UMK Kabupaten Karawang saat ini pun telah menduduki peringkat kedua di Indonesia setelah Kota Bekasi dengan besaran UMK Rp4.798.312. Perusahaan pun tak sanggup menggaji para pekerjanya dan kemudian cabut dari Karawang.
Akibatnya 32 ribu pekerja terkena PHK dan menjadi pengangguran kata Ketua Apindo Karawang, Abdul Syukur,melansir Pelita Karawang, (16/6/2022).
Para pekerja ini lalu menyalahkan pemerintah karena tidak bertindak dalam masalah ini. Ironisnya ketika saya melihat kolom komentar ada beberapa warganet yang berkomentar, kurang lebih seperti ini
“tiap tahun minta naikin umr, sekarang perusahaannya ga sanggup bayar umr malah nyalahin pemerintah”.
Hal ini sedikit banyak ada benarnya karena menurut data yang diperoleh Narasi (20/6/2022)
memang selalu terjadi kenaikan UMK berkisar Rp200.000 hingga Rp300.000 di Kabupaten Karawang di tiap tahunnya (kecuali di 2022 yang masih sama dengan tahun 2021). Lalu apakah ini semerta-merta salah buruh yang selalu meminta kenaikan upah atau ini memang salah pemerintah?
In my sotoy opinion (pakai nadanya @semakindidevan :v) jawabannya, IYA, ini salah pemerintah. Karena dalam konsep Hak Asasi Manusia modern pemerintah itu adalah majority barrier, pemerintah sebagai penopang utama yang memegang fungsi to fulfill, to protect, and to respect human right.