Selama hidup 27 tahun, baru di 3 tahun belakangan ini saya merasakan betapa tidak nyamannya menggunakan media sosial untuk menyatakan pendapat.
Banyak sekali kasus penangkapan dengan UU ITE. Para aktivis Sukoharjo yang ruang hidupnya dirusak, mahasiswa demo, JRX, dan masih banyak lainnya yang dijerat menggunakan pasal serba bisa itu.
Jika ingin menjabarkan semuanya, ponsel saya membutuhkan minimal 10 kali cas mungkin.
Padahal, UU ini tadinya dibuat untuk melindungi para konsumen dunia online dari penipuan yang saat itu sedang marak terjadi. Selain itu, juga untuk melindungi data-data pengguna di internet.
Saat era Uzumaki Naruto menjabat inilah, di 2016 UU ITE mengalami revisi sehingga sering dipakai sebagai alat untuk membungkam orang-orang krits.
Pasal 27 UU ITE ditambahkan dengan istilah "muatan penghinaan/pencemaran nama baik" yang saya sampai detik ini tidak tahu batasannya sampai mana.
Menurut data dari Southeast Asia Freedom of Speech Network (SAFEnet), 38 persen pelapor adalah pejabat, 29 persen pelapor awam, dan pengusaha 5 persen.
Sedangkan terlapor berasal dari warga awam, jurnalis, dosen/guru, budayawan, dan penulis.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa UU ini laku keras dikalangan pejabat sekaligus menggambarkan bahwa para pejabat kita ini baperan parah.
Sebagai manusia yang hidup bersama, kita semua memang harus selalu berlaku baik dengan sesama, agar bisa hidup harmonis mengikuti norma.
Tapi, naif banget ga sih, dalam kehidupan kita tidak pernah menghina orang lain? dan jika setiap penghinaan disebut pencemaran nama baik, masa jika ngomong "ah bego lu" nama orang bisa tercemar?
Padahal sebelumnya, Uzumaki Naruto adalah sosok yang dikenal pekerja keras, bersih, anti korupsi, tidak memiliki dinasti politik, merakyat, dan mempunyai tekat untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM berat.
Ternyata, bak plot twist di film, saat terpilih menjadi pemimpin negara, semua sifat yang disebutkan gugur satu persatu.
Tok..tok, tiba tiba ada suara ketukan didepan kamar. Hati menjadi deg degan karena kemarin saya ngetweet tentang pencurian tanah adat dan me-mention para pejabat yang terlibat.
Setelah memberanikan diri membuka pintu... Tersadar bahwa itu semua adalah mimpi di siang bolong. Jeng jeng, mimpi yang sangat tegang.
Perasaan menjadi lega karena keadaan di dunia nyata sangatlah damai, dengan pemerintahan yang bersih tanpa korupsi, peduli akan rakyat, lingkungan hidup, dan yang paling penting sangat menjaga kebebasan berpendapat.
Berkaca dari kejadian tadi, gamau lagi ah besok-besok ketiduran pas baca komik.
Beruntungnya saya bisa hidup di Indonesia..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H