Mohon tunggu...
Revyna Putri Hermawan
Revyna Putri Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Hobi Menonton Film

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Waspada! Tren Diabetes Usia 20-an: Antara Gaya Hidup dan Faktor Genetik

21 Desember 2024   20:30 Diperbarui: 21 Desember 2024   20:29 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diabetes melitus (DM), yang sebelumnya dianggap sebagai penyakit yang lebih umum terjadi pada usia lanjut, kini semakin banyak dijumpai pada individu berusia 20-an. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF) 2021, Prevalensi DM di dunia pada tahun 2021 sebesar (10,5%) 537 juta jiwa, pada tahun 2030 menjadi (11,3%) 643 juta jiwa dan pada tahun 2045 menjadi (12,2%) 783 jiwa diperkirakan meningkat 46%. Sedangkan di wilayah asia tenggara jumlah penderita DM mencapai (10%) 90 juta jiwa diperkirakan meningkat (10,9%) 113 juta di tahun 2030 dan (11,3%) 151 jiwa di tahun 2045 (IDF, 2021).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, 26,5% orang berusia 20-39 tahun kurang melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik ringan atau gaya hidup sedentari memiliki hubungan dengan diabetes mellitus pada dewasa muda, dan meningkatkan risiko diabetes mellitus 1,55 kali pada pria dewasa muda (Setyaningrum, 2015; Park, 2020). Individu usia dewasa muda memiliki tingkat merokok tertinggi, yaitu sekitar 30,5% dengan 12-14 batang rokok per hari (Kemenkes RI, 2019). Merokok berhubungan dengan diabetes mellitus pada orang dewasa muda, meningkatkan risiko sebesar 3,7 kali lipat dibandingkan bukan perokok dan merokok 11-20 batang per hari meningkatkan risiko diabetes sebesar 1,36 kali (Akter, 2015). Konsumsi makanan yang berisiko dapat menyebabkan peningkatan risiko diabetes mellitus pada usia dewasa muda. Menurut Veridiana (2019) orang berusia >15 tahun yang mengonsumsi makanan/minuman manis dan makanan berlemak memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes. Selain itu, faktor genetik juga memainkan peranan penting dalam predisposisi seseorang terhadap penyakit ini. Penelitian lainnya mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan penderita diabetes melitus adalah faktor keturunan dari keluarga. Riwayat genetik akan lebih berisiko mengalami DM apabila seseorang tersebut memiliki riwayat ketururunan, risiko akan semakin besar jika garis keturunan diabetes tersebut berasal dari kedua orang tua. Akan memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali lebih mengalami diabetes dibanding dengan orang yang tidak mempunyai riwayat diabetes melitus dalam keluarga. Masyarakat perlu menyadari bahwa diabetes tidak hanya disebabkan oleh faktor genetik semata, tetapi juga oleh pola hidup yang kurang sehat.

Diabetes melitus adalah kondisi kronis yang terjadi ketika kadar glukosa darah meningkat karena tubuh tidak dapat menghasilkan dengan cukup atau karena tidak ada insulin atau insulin yang dihasilkan tidak dapat berfungsi dengan baik (IDF, 2019). Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara memadai. Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara menahun. Berdasarkan penyebabnya diabetes melitus di golongkan menjadi tiga jenis, diantaranya diabetes melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes melitus gestasional (Kemenkes RI, 2020). Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta pada pankreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan diabetes melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang mana sel-sel dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes gestasional disebabkan karena naiknya berbagai kadar hormon saat hamil yang bisa menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation, 2019).

Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2021 terdapat sekitar 537 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun yang menderita diabetes, dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat. Prevalensi diabetes pada usia muda di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter tidak mengalami perubahan dari tahun 2013 ke 2018 (0,5%), namun presentase penderita diabetes melitus usia muda yang tidak melakukan pengobatan merupakan yang tertinggi yaitu 18,5%. Penduduk dewasa muda merupakan kelompok usia dengan presentase tertinggi yang tidak pernah memeriksakan kadar gula darahnya (86,6%) (Kemenkes RI, 2014; Kemenkes RI, 2019). Selain meningkatnya prevalensi, tingkat kematian akibat diabetes pada usia dewasa muda telah meningkat dari posisi ke-8 pada 2010 menjadi posisi ke-6 pada 2019 (WHO, 2020).

Diabetes melitus menjadi permasalahan kesehatan, apabila tidak dicegah dan ditangani secara dini akan mengakibatkan komplikasi hingga kematian. Insulin merupakan hormon yang mengatur gula darah. Hormon yang dihasilkan oleh prankeas juga mampu mengatur glukosa dalam hati, penyimpanan lemak, dan pembentukan glikogen. Apabila terjadi gangguan pada prankeas dalam pengaturan isulin, maka dapat menyebabkan penumpukan gula dalam tubuh sehingga terjadinya penyakit diabetes melitus (Arisandi, Triyanti et al. 2015).

DALY (Disability-Adjusted Life Years) adalah tahun hidup produktif yang hilang karena kematian dini dan kecacatan. WHO (2020) melaporkan bahwa diabetes pada usia dewasa muda merupakan penyebab utama ke-7 DALY di Indonesia, terhitung 632,2 per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan orang tanpa diabetes, pasien dengan diabetes tipe 2 berusia 20-40 tahun memiliki harapan hidup 14 tahun lebih rendah pada pria dan 16 tahun lebih rendah pada wanita (Lascar, 2018).

Diabetes pada usia dewasa muda yang tidak dikontrol dengan baik dapatmenyebabkan komplikasi penyakit. Komplikasi mikro vaskular seperti penyakit ginjal diabetik, retinopati, dan neuropati perifer sering terjadi, demikian juga komplikasi vaskular makro seperti penyakit kardiovaskular. Komplikasi lain yang terlihat pada orang usia dewasa muda dengan diabetes melitus termasuk gangguan pendengaran dan penurunan kesuburan (Lascar, 2018).

Terdapat faktor risiko kejadian diabetes melitus yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko gen, jenis kelamin, umur, merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah (Kabosu, Adu et al. 2019). Sedangkan konsumsi makanan berisiko, pendidikan, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik yang dilakukan, dan perilaku merokok merupakan faktor risiko yang dapat diubah (Asri, Salamah et al. 2022). Dalam konteks ini, penting untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini, termasuk gaya hidup dan faktor genetik.

Faktor Gaya Hidup

  • Pola Makan Tidak Sehat

Salah satu penyebab utama meningkatnya kasus diabetes di kalangan generasi muda adalah pola makan yang buruk. Banyak generasi muda cenderung mengonsumsi makanan cepat saji dan minuman manis yang tinggi gula. Kebiasaan ini sering kali didorong oleh kemudahan akses terhadap makanan instan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya nutrisi. Sebuah studi menunjukkan bahwa makanan junk food yang tinggi kalori, gula, dan lemak jenuh dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.

  • Sedentary Lifestyle

Faktor lainnya adalah kurangnya aktivitas fisik. Banyak generasi muda lebih memilih menggunakan layanan transportasi online daripada berjalan kaki atau berolahraga. Kebiasaan ini menyebabkan penurunan tingkat aktivitas fisik yang sangat penting untuk menjaga kesehatan metabolisme tubuh. Menurut dokter spesialis penyakit dalam, gaya hidup sedentari membuat individu lebih rentan terhadap diabetes.

  • Kebiasaan Begadang

Tuntutan pekerjaan dan gaya hidup modern seringkali memaksa generasi muda untuk begadang. Begadang dapat mengganggu ritme biologis tubuh dan mempengaruhi produksi hormon insulin, yang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah.

Faktor Genetik

Meskipun gaya hidup berperan besar dalam perkembangan diabetes, faktor genetik juga tidak bisa diabaikan. Individu dengan riwayat keluarga diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit ini, terutama jika mereka menjalani pola hidup yang tidak sehat. Ketika faktor genetik dipadukan dengan kebiasaan makan yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik, risiko terkena diabetes tipe 2 menjadi semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun