Mohon tunggu...
fahrur rozi
fahrur rozi Mohon Tunggu... -

mahasiswa tingkat akhir fakultas ilmu sosial dan politik universitas padjadjaran bandung

Selanjutnya

Tutup

Politik

KEMISKINAN ATAU PEMISKINAN?

31 Juli 2010   21:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:24 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Jika mengacu pada data dari Bank Dunia maka setengah dari penduduk negeri ini (49,5 persen) adalah miskin (Antaranews.com). Namun sayangnya terkait dengan data saja pemerintah kita berani melakukan ‘manipulasi.’ Versi pemerintah menyebutkan bahwa saat ini angka kemiskinan “hanya” 16,5 Persen turun drastis dibandingkan dengan data tahun 1998 yang sebesar 24,2 persen (Antaranews.com). Padahal tidak ada satupun alasan memuaskan terkait dengan alasan mengapa angka kemiskinan bisa turun. Belum lagi jika kita melihat fakta saat ini bahwasanya fenomena kemiskinan bukannya berkurang namun semakin meluas dan menjadi-jadi di tengah masyarakat.

Kondisi ini (kemiskinan di tengah-tengah masyarakat) sangat paradoks jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian para pejabat negara, wakil rakyat, dan para pengusaha. Di tengah angka kemiskinan yang begitu tinggi kita dikejutkan oleh berita borosnya presiden kita. Bayangkan hanya untuk beli baju saja Ia menghabiskan Rp. 18,6 juta uang rakyat per minggunya (mediaummat.com). Kemudian kita hanya bisa mengucap istigfar ketika kita mendengar berita rencana para wakil rakyat dan pejabat untuk menaikkan gaji (renumerasi), padahal gaji mereka saat ini sudah selangit. Itu belum termasuk penghasilan dari korupsi.

Penyebab kemiskinan
Secara teoritis kita mengenal ada dua jenis kemiskinan ditinjau dari penyebabnya yakni kemiskinan kultural serta kemiskinan struktural.

berdasarkan perspektif kultural Kemiskinan bisa disebabkan oleh faktor budaya dan kebiasaan masyarakat/individu. Kemiskinan bisa terjadi pada suatu daerah karena masyarakat/individu di daerah tersebut terbiasa atau suka hidup miskin. Misalnya kehidupan masyarakat pedalaman, masyarakat/individu yang memiliki budaya malas bekerja, masyarakat/individu yang puas dengan apa yang diwariskan oleh nenek moyang/orang tua, dan lain-lain.

Jika kita menganalisa fenomena kemiskinan yang ada di negeri ini, maka kemungkinan kemiskinan disebabkan oleh faktor kultur sangat kecil terjadi. Pada faktanya ternyata bahwa kemiskinan yang terjadi lebih kearah kemiskinan struktural. Kemiskinan terjadi akibat kebijakan ekonomi yang keliru yang berimbas kepada ketidakberdayaan rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Inilah yang disebut fenomena Pemiskinan.”

Solusi mengatasi Kemiskinan dengan syariat islam
Untuk mengatasi kemiskinan tentunya diperlukan langkah-langkah kongkrit dan komprehensif. Ada beberapa kebijakan strategis yang harus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan diantaranya:

Pertama, Praktek Bunga bank (riba) dan judi (dalam bursa saham) harus dibuang jauh-jauh dari sistem perekonomian kita. Praktek riba dan judi-lah yang menyebabkan sektor riil tidak bergerak, praktek riba dan judi dalam perekonomian ’membius’ kita dengan angka pertumbuhan yang tinggi dalam sektor moneter namun sama sekali tidak berpengarus terhadap sektor riil.

Kedua, Problem ekonomi sesungguhnya bukanlah kelangkaan barang (scarcity) melaikan buruknya distribusi. Fakta menunjukkan, kemiskinan terjadi bukan karena tidak ada uang, tetapi karena uang yang ada tidak sampai kepada orang-orang miskin. Kemiskinan bukan pula karena kelangkaan SDA, tetapi karena distribusinya yang tidak merata. Sistem ekonomi kapitalis telah membuat 80% kekayaan alam, misalnya, dikuasai oleh 20% orang, sedangkan 20% sisanya harus diperebutkan oleh 80% rakyat. (buletin al-islam; 385).

Ketiga, Mengatur kembali sistem kepemilikan. Dalam islam, barang-barang yang menjadi kebutuhan umum seperti BBM, listrik, air, dan lainya sesungguhnya adalah milik rakyat yang harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Penetapan harga barang tersebut, karena semua itu milik rakyat, mestinya didasarkan pada biaya produksi, bukan didasarkan pada harga pasar. Kebijakan seperti ini dipercaya akan menjauhkan monopoli oleh swasta dan gejolak harga yang disebabkan oleh perubahan harga pasar, seperti yang sekarang terjadi pada minyak bumi, yang pada akhirnya membuat harga barang-barang publik akan sangat murah dan senantiasa stabil. Karena itu, sudah saatnya pe pemerintah menghentikan privatisasi barang-barang milik umum dan mencabut semua Undang-Undang yang melegalkan penjarahan SDA oleh pihak Asing

Itulah beberapa langkah strategis yag bisa diambil untuk mengentaskan kemiskinan. Hakkul yakin, Pemerintah kita sudah tahu itu, tapi demi keuntungan memang kemiskian itu harus dipelihara. Kalau sudah begini maka lengkap sudah penderitaan kita. Sudah sistem ekonomi kita kacau balau plus pemerintah kita rusak pula. Maka, tuk saat ini kata yang paling tepat untuk kita adalah Revolusi. sebuah Revolusi damai mengganti sistem dan penguasa kapitalistik dengan sistem da pengausa yang lebih baik. [fr]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun