Mohon tunggu...
fahrur rozi
fahrur rozi Mohon Tunggu... -

mahasiswa tingkat akhir fakultas ilmu sosial dan politik universitas padjadjaran bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku, Ridho, (Kezhaliman) SBY

20 Juli 2010   05:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Tiga hari ini, ketika Allah menganugrahkan sakit, praktis aktivitas hanya berkutat di rumah kontrakan saja. Diantara rutinitas yang cukup membosankan, sepertinya Cuma empat diantaranya yang menarik; nonton, baca, ibadah, dan nulis. Selebihnya terasa hambar atau berat. Ya namanya juga lagi sakit. (bukan ngeluh lho.., hanya setengah ngeluh... ^_^)

Diantara 4 aktifitas itu, yang durasinya paling lama pastinya nonton TV. Tapi sayangnya, (dan anda juga saya yakin kadang-kadang merasakan hal yang sama), saat ini menonton TV pun malahan bikin nambah pusing dan bingung. Dalam ke-prustasi-an menonton TV, tanpa disadari ternyata mata ini meneteskan air mata. Bukan karena sudah tidak tahan merasakan sakit, tetapi karena terharu menyimak berita-berita tentang penderitaan orang lain yang diekspos secara vulgar oleh stasiun-stasiun TV.

Tentu anda tahu kan bahwa apa yang disebut penderitaan akan benar-benar kerasa manakala kita sendiri berada pada kondisi menderita. Saya ikut merasakan penderitaan ibu-ibu rumah tangga manakala harga cabai naik, dikarenakan kemarin pas mau beli cabai di pasar uang yang harusnya untuk membeli segala kebutuhan ternyata hanya cukup untuk beli cabai saja. Saya juga ikut merasakan penderitaan jutaan kepala Keluarga karena TDL naik karena saya juga pusing tagihan listrik kontrakan untuk bulan depan naik hampir 4x lipat.

Pun saya ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh seorang anak bernama Ridho Yanuar yang sakit luar biasa karena wajahnya terbakar semua gara-gara Bom gas 3 kilo. Hal ini kerasa banget karena kebetulan saat ini saya juga dalam kondisi sakit.

Tapi perlu digarisbawahi, bahwa saya bersedih bukan semata-mata hanya karena melihat “kehancuran” muka seorang anak berusia 4,5 tahun. Bukan semata-mata karena itu. Yang membuat saya bersedih adalah lebih karena perlakuan Dzolim Penguasa kita. Sang ibu rela membawa anaknya menempuh perjalanan beratus-ratus kilometer dari Jawa Timur menuju Istana hanya untuk meminta sedikit saja “pengurusan” dan pertanggungjawaban dari seorang presiden. Tapi apa yang didapat?, Hanya menunggu diam selama 3 jam Plus pengusiran secara halus.!!!

Ridho, hanya satu dari ratusan korban program konversi energi ini. Mengingat telah terjadi ledakan gas lebih dari 189 kali selama 2008 - Juli 2010. Jumlah ini terus bertambah, karena ledakan akibat kebocoran elpiji di rumah-rumah penduduk Indonesia, belum mampu dihentikan.

Ridho dan korban-korban booming ledakan tabung elpiji lainnya hanya bisa menangisi keadaan.
Kebijakan-kebijakan "karya cerdas" pemerintah kongkritnya hanya menghasilkan air mata. Sekarang bahkan air mata itu sudah habis terkuras, hanya menyisakan ratapan dalam diam.

Jalan keluarnya, saatnya SBY Jangan meremehkan penderitaan rakyat. Apalagi sampai menyalahkan rakyat atas semua yang terjadi. Saatnya pemerintah bertindak gentle menyalahkan diri sendiri. Mengaku salah atas kebijakan konversi enegi, mengaku salah atas kenaikan harga-harga, mengaku salah telah menaikkan TDL, pada intinya mengakui adanya kesalahan pada kebijakan-kebijakan yang ada. Rakyat menunggu tanggungjawab pemerintah melindungi dan memelihara kepentingan mereka.

Pada akhirnya, Apabila kita menghendaki kehidupan kita normal kembali, maka tentunya harus ada penguasa yang baik yang merancang dan menerapkan kebijakan yag baik pula, kebijakan-kebijakan yang digali serta berlandaskan pada aturan-aturan sang pencipta. Penguasa kita saat ini plus aturan yang diterapkannya saat ini sama sekali jauh dari kaedah itu.
Untuk semua itu Kita harus menolak mereka #

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun