Mohon tunggu...
Fahruddin Fitriya
Fahruddin Fitriya Mohon Tunggu... Jurnalis - Redaktur

Kita akan belajar lebih banyak mengenai sebuah jalan dengan menempuhnya, daripada dengan mempelajari semua peta yang ada di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilih Lubang yang Sama atau Berbeda?

31 Januari 2012   09:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disini kendaraan terperosok atau terbalik sudah menjadi pemandangan yang umum, kalau sekedar selip atau ngesot bukan lagi menu sehari-hari namun setiap saat, jalanan tidak rata yang licin waktu hujan menjadi penyebab utama. Mungkin beberapa orang memilih untuk tidak berlalu lintas saat hujan turun, namun bagaimana dengan urusan cacing perut? Bisakah mereka memaklumi turunnya hujan sebagai alasan untuk berpuasa?

Karena tidak meratanya penyebaran warga negara berperan banyak dalam ketimpangan pembangunan. Padahal jika kita mau berhitung, berapa banyak kekayaan bumi Kalimantan tiap waktu dikeruk, Namun bisa dikatakan sebagian besar uangnya lari ke pulau seberang bahkan tidak sedikit yang keluar negeri, mengingat pemangku kebijakan yang gemar sekali mencari investor asing.

Ditambah lagi para generasi muda lokal yang diharapkan menjadi tulang punggung peningkatan kesejahteraan rakyat, sekolah jauh-jauh ke Jawa kemudian enggan kembali ke kampung halamannya. Tak terhitung berapa banyaknya teman dari luar Jawa yang numpang kuliah di Semarang kemudian memilih menetap setelah selesai sekolah. Hal semacam inilah yang seharusnya kita kikis sedini mungkin, dengan apresiasi tinggi terhadap mereka tentunya.

Keadaan jalan yang rusak juga membuat ekonomi disini berbiaya tinggi, barang-barang konsumsi menjadi mahal, sementara hasil bumi harus dijual murah karena tengkulak harus memperhitungkan ongkos jalan dan sebagainya, belum lagi faktor listrik yang byar pet dan setiap terjadi gangguan seringkali lambat penanganannya akibat mobil dinas gangguan tak bisa bergerak cepat. Susah sekali usaha kecil menengah bisa berkembang tanpa kemampuan modal untuk membeli genset. Genset itupun berbiaya tinggi karena harga solar disini mengikuti harga Bahan Bakar Minyak (BBM) industri yang mencapai 9000 perak perliter.

Itu semua yang menjadikan kita tidak bisa memaksakan pepatah yang mengatakan keledai tak pernah terperosok di lubang yang sama disini. Kita disini justru seringkali memilih lubang di mana kita pernah terperosok agar kita bisa tahu cara keluarnya lebih cepat, alasannya terperosok di lubang baru justru membuat upaya keluar kubangannya menjadi lebih membutuhkan waktu.

Selain itu, sulitnya transportasi juga membuat sebagian orang berpoligami baik resmi maupun tidak resmi. Jauh dari anak istri sementara hasrat biologis tak bisa berkompromi dengan lamanya perjalanan pulang menjadi penyebabnya. Ini juga masih berkaitan dengan pepatah di atas. Beristri lagi di sini karena tak mau dianggap lebih bodoh daripada keledai yang tak suka terperosok di lubang yang sama, namun untuk yang satu ini tergantung masing-masing individu. Kalau saya pribadi “TIDAK” untuk poligami, boro-boro poligami, satu aja belum dapat,..hehe.

Sebuah pepatah yang benar-benar fleksibel, beda dalam makna namun hampir sama dalam dua kasus yang berbeda, antara jalan berlubang dan lubang berjalan,..Nah lo bingungkan? (FF)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun