Mohon tunggu...
Fahruddin Fitriya
Fahruddin Fitriya Mohon Tunggu... Jurnalis - Redaktur

Kita akan belajar lebih banyak mengenai sebuah jalan dengan menempuhnya, daripada dengan mempelajari semua peta yang ada di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ironi Kalimantan

5 Januari 2012   15:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tidak bisa disangkal lagi jika Pulau Kalimantan teramat kaya akan sumber daya alamnya, bisa dibilang orang-orang kalimantan hidup di atas energi, jutaan ton batubara diangkat dari sini, jutaan barel minyak di hisap setiap hari dari perut buminya tetapi kenapa orang-orang disini tidak sepenuhnya menikmati kekayaan tersebut.

Tulisan Bahan Bakar Minyak (BBM) habis di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah menjadi pemandangan setiap hari di sini, kendaraan mengular antri BBM juga sudah bukan hal aneh, pasukan pengantre minyak (Pelangsir) menunggu  di sepanjang jalur menuju SPBU bisa sampai menginap di pinggir jalan, bahkan hal ini sering menimbulkan keributan antar para pelangsir, karena rebutan untuk saling mendahului,  ingin nekat ke SPBU berikutnya juga tidak menjamin akan langsung dapat BBM.

Sangat lumrah disini jika mobil sekelas Fortuner atau Pajero dan motor-motor besar serta motor sport terpaksa  isi bahan bakar dengan pertimbangan daripada menungggu tanpa kejelasan waktu, harga bensin eceranpun kian membumbung, bensin di jual oleh para pengecer mulai dari Rp6.000-Rp8.000 per liter, lain lagi jika membeli bensin dengan para pengecer yang berada di pedalaman, bisa mencapai Rp.9.000-Rp.12.000 per  liter, Hal serupa juga berlaku dengan solar dan BBM yang lain.

Sampai saat ini masih ada banyak pertanyaan dalam diri saya, apa memang suplai dari Pertaminanya yang kurang atau ada oknum tertentu yang memainkan distribusi BBM tersebut, karena dari persediaan yang ada di SPBU sangat jauh dari kata memenuhi kebutuhan masyarakat, terkhusus masyarakat kalimantan sendiri, parahnya lagi para pengguna kendaraan pribadi harus berbagi dengan para pelangsir yang nantinya untuk stok penjual eceran.

Untuk meminimalisir hal ini, Pertamina memang sudah mengeluarkan kebijakan untuk tidak melayani lagi para pembeli yang menggunakan jerigen, tetapi kebijakan tersebut sudah bisa diakali oleh para pelangsir, misalnya dengan menggunakan mobil mereka untuk mengantri, lalu di kuras habis isinya dan kembali lagi ke SPBU lain untuk menghilangkan kecurigaan operator SPBU.

Selain itu ada lagi yang lebih kreatif untuk mengakali kebijakan tersebut, beberapa pelangsir menggunakan vespa yang ternyata sudah tidak bermesin,  bagian semok yang aslinya bagasi dan tempat mesin dimodifikasi jadi tangki, sehingga sekali isi full bisa sampai puluhan liter, sepintas memang tidak terlalu mencurigakan, tapi aneh saja rasanya melihat vespa masuk SPBU diisi solar.

Usaha BBM eceran memang lumayan menggiurkan, apalagi kendaraan industri juga banyak yang nyelonong isi BBM ke pengecer, satu dump truk saja, sehari butuh solar sekitar 100 liter, namun apapun penyelewengan yang terjadi, saya pribadi tidak ingin menyalahkan para pengecer, karena pada dasarnya mereka juga butuh mencari nafkah.

Sejujurnya keberadaan pedagang eceran ini teramat membantu, karena jarak antar SPBU lumayan jauh dan cuma ada di jalan besar,  jalan raya sekelas jalan alternatif seperti di Jawa tidak mungkin ada yang namanya SPBU, apalagi sepanjang jalan didominasi hutan yang pasti akan kesulitan kalo sampai kendaraan kehausan di jalan. Sebagian besar wilayah juga belum terjangkau sinyal handphone, jadi jangan harap bisa teriak minta tolong lewat Blackbery Massanger saat kehabisan BBM, apalagi kirim sms mama minta bensin. Saya rasa pelanggaran ini adalah efek domino dari kenyataan yang terjadi, karena pada dasarnya pemerintahlah yang mengajari mereka untuk bertindak tidak adil.

Mari kita hitung berapa ribu ton batubara dan minyak mentah diangkat dari perut bumi Kalimantan, lalu apakah sepadan dengan kompensasi yang didapat masyarakat kalimantan, disini listrik belum merata ke setiap wilayah, itupun kondisinya byar pet dengan kualitas tegangan yang menyedihkan, selain itu pembambangun infrastruktur yang layak bagi masyarakat kalimantanpun belum terpenuhi, jalanan rusak dimana-mana, pelayanan air bersih masih jauh dari harapan serta masih bejibun lagi hak yang seharusnya masyarakat dapat telah terampas dari tangan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun