Sudjatmoko memilih judul provokatif untuk uraian tersebut yakni: "Mengapa Konfrontasi?" Selain itu Konfrontasi juga memuat uraian panjang Sutan Takdir Alisjahbana tentang pertentangan bahasa Indonesia dan bahasa daerah pada konteks masa tersebut.Â
Sutan Takdir Alisjahbana membahas mengenai fenomena menguatnya penggunaan bahasa Indonesia dan mengecilnya penggunaan bahasa daerah di negeri ini. Fenomena tersebut menurut Sutan Takdir menimbulkan kegelisahan kecil orang-orang daerah tentang eksistensi bahasa daerah mereka.
Orang-orang di daerah merasa khawatir akan ada masa dimana masyarakat daerah akan lebih menggenal bahasa Indonesia daripada bahasa daerahnya.Â
Hal itu menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan untuk menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar sekolah ditingkat sekolah dasar sampai tiga tahun.Â
Setelah tahun ke-empat guru baru boleh mengajar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Strategi ini dianggap Sutan Takdir lebih adil untuk tetap melestarikan bahasa daerah
Tulisan Usmar Ismail pada bagian akhir membahas mengenai minimnya apresiasi film di Indonesia menjadi pamungkas dari majalah Konfrontasi. Sebelumnya, Konfrontasi juga memuat puisi-puisi yang dianggap lebih maju secara teknik dan isi dari puisi pudjangga baru. Puisi menjanjikan yang dianggap redaksi memuat spirit zaman baru adalah 4 sajak karya Mohammad Ali dan 3 sajak dari Rossidhy.
Keseriusan redaksi Konfrontasi untuk memajukan kebudayaan dan kesastraan Indonesia dibuktikan dengan upaya menerbitkan majalah Konfrontasi secara berkala per dwi wulan. Konten-konten Konfrontasi pun diseleksi dengan ketat untuk mejawab persoalan yang ada.Â
Tidak heran jika nama-nama besar seperti Sutdjatmoko, Sutan Takdir, dan Usmar Ismai yang mengisi halaman-halaman redaksi. Kualitas mutu sepertinya menjadi prioritas dalam penerbitan Konfrontasi.
Membaca Konfrontasi sama halnya dengan membaca episode bersejarah tentang perkembangan kebudayaan dan kesusastraan Indonesia. Konfrontasi adalah majalah transisi perkembangan sastra dan budaya Indonesia era penjajahan ke era semangat revolusi. Konfrontasi adalah saksi dari gelora semangat revolusi masyarakat dibidang sastra dan budaya.
Membaca ulang Konfrontasi hari ini berarti mengingat dan mengenali kembali semangat awal berdirinya bangsa ini. Semangat dan gelora yang hilang untuk memajukan budaya dan sastra bisa dihidupkan dengan menekuni huruf-huruf di dalam majalah Konfrontasi.
Penulis adalah pengamat media sosial dan pecinta buku-buku langka.