Hal lain yang membuat saya bangga adalah meskipun lengan kiri Ayah tidak ada namun dia dapat mengemudikan kendaraan roda empat/mobil secara sempurna!, bahkan ketika bertugas di Cirebon selama ± 4 tahun, maka selama itulah setiap akhir pekan Ayah mengendarai sendiri dari perjalanan pulang pergi Cirebon – Bekasi (rumah) yang kala itu waktu tempuh berkendara selama kira-kira 5 jam.
Tulisan ini tidak akan mengulas secara mendalam sejarah Integrasi Timor Portugis atau Timor Timur ataupun Timor Leste dengan NKRI pada tahun 1975 hingga pada tahun 1999 akhirnya terlepas dari NKRI setelah ± 23 tahun menjadi provinsi yang ke-27, saya tahu hal tersebut akan mengundang perdebatan karena sudut pandang kaca-mata yang berbeda mengetahui, memahami dan menyikapinya.
Kenyataannya adalah bangsa Indonesia saat ini banyak yang melupakan bahkan tidak mengetahui bahwa ribuan prajuritnya pernah berjuang dan bertempur di sana.
Tidak sedikit sahabat-sahabat saya yang tidak pernah mengenal ayahnya secara dekat, karena ayahnya gugur saat bertugas di Tim-Tim, yang ayahnya bisa kembali bersama keluarga pun harus menjalani perjuangan hidup yang berat dikarenakan kecacatan fisiknya.
Adalah kebahagiaan dan kebanggan bagi anak-anak veteran Pejuang Operasi Seroja, apabila apa yang ayah kami berikan bagi Bangsa dan Negara Indonesia selalu dikenang dan diingat dalam sejarah Negeri ini.
Sebagaimana Ayah saya pernah berkata, jika suatu saat tiba saatnya dipanggil ke hadirat Tuhan, dia ingin dikenang dan diingat sebagai seorang Prajurit yang pernah berjuang melaksanakan tugas Negara.
Oya, tas coklat usang bertuliskan “Kulakukan ini demi keluargaku” yang saya ceritakan diawal pengantar ini?, itulah tas yang digunakan Ayah selama dia kuliah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H