Bullying terselubung dari film kartun?
Oleh: Revina Julina Marentek
Mahasiswa magister psikologi UNTAG Surabaya
Perundungan atau yang biasa kita dengar sebagai bullying sudah tidak lagi asing terdengar oleh kita, baik dalam dunia nyata maupun di dunia maya yang merujuk pada pada tindakan menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, atau psikologis, hingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya dimana orang yang melakukan tindakan perundungan atau bullying sering disebut sebagai pelaku bully (Agisyaputri et al., 2023) yang merasa memiliki kekuasaan untuk melakukan apa saja terhadap korbannya, sementara korban merasa lemah dan terancam (Yuyarti, 2018). Menurut Munawarah (2022) Bullying dapat terjadi disebabkan karena berbagai faktor yang dikategorikan menjadi faktor internal dan eksternal:
1. Faktor Internal, dapat diciptakan dalam diri individu, Emosi/Psikologi Anak: Gangguan psikologis atau emosi yang tidak terkendali sejak lahir dapat memicu perilaku bullying.
2. Faktor Eksternal, dapat diiciptakan dari luar diri individu yang meliputi, lingkungan Teman Sebaya, kurangnya dukungan keluarga, lingkungan sosial, media sosial yang tak terkontrol, serta lingkungan sekolah yang kurang peduli dengan kasus bullying yang terjadi.
Saat ini bullying telah menciptakan sebuah pola umum yang terjadi di berbagai kalangan (Wardani & Anjasmoro, 2022). Fenomena bullying ini telah merambah berbagai aspek kehidupan, mulai dari lingkungan sekolah, tempat kerja, hingga sosial media, di mana interaksi digital kerap kali menjadi lahan bagi perilaku perundungan. Hal ini sesuai dengan UU 23 tahun 2002 yang berisikan tentang setiap anak memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dengan layak sesuai dengan nilai dan martabat kemanusiaan, serta berhak mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi (Oktaviany & Ramadan, 2023). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap, sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang 2023 dan terdapat kemungkinan akan terus meningkat. Bullying merupakan perilaku negatif yang dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman, terluka, dan sering terjadi berulang kali. Dampak bullying pada korban dapat sangat merugikan kesehatan mental mereka (Widyastuti & Soesanto, 2023). Hal ini berarti bahwa perilaku bullying dapat menyebabkan anak merasa takut, terancam, rendah diri, dan tidak berharga. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya situasi belajar disekolah, kesulitan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, serta kehilangan kepercayaan diri. Selain itu, anak menjadi sulit berpikir sehingga prestasi akademiknya menurun (Oktaviany & Ramadan, 2023). Bullying tidak hanya berdampak pada korbannya dalam jangka pendek, tetapi juga dapat membawa konsekuensi jangka panjang yang serius terhadap kesejahteraan psikologis, emosional, dan fisik individu. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai dampak dan strategi pencegahan bullying sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan suportif bagi semua pihak termasuk didalamnya anak-anak.
Masa anak-anak adalah masa-masa indah dan penuh warna. Anak-anak biasanya diberi hiburan berupa film kartun yang sifatnya menghibur. Adalah kartun Doraemon yang mungkin merupakan kartun tertua dan paling lama penanyangannya. Menurut www.kompas.com Doraemon pertama kali diputar di Indonesi pada tahun 1979. Doraemon adalah robot kucing berwarna biru dari abad ke-22 yang dikirim ke abad 20 untuk menolong Nobita. Ia lahir pada 3 September 2112 dengan tinggi badan 129,3 centimeter dan berat 129,3 kilogram. Ia memiliki makanan favorit berupa dorayaki. Doraemon sangat menyayangi dan setia kepada Nobita. Ia kerap membantu Nobita menyelesaikan kesulitan dengan barang-barang futuristik aneh yang tersimpan di kantong depannya.
Berdasarkan repository.umy.ac.id, kisah robot kucing dari masa depan tersebut berasal dari manga populer berjudul Doraemon karya Fujiko F Fujio sejak 1969. Manga tersebut mengisahkan tentang anak pemalas kelas 5 sekolah dasar yang bernama Nobi Nobita. Lalu, ia didatangi oleh robot kucing bernama Doraemon dari abad ke-22. Nobita kerap gagal dalam ulangan sekolah dan diganggu oleh Giant serta Suneo. Sejak kehadiran Doraemon, Nobita selalu meminta bantuannya untuk menghadapi kesulitan tersebut.
Terus apa hubungannya dengan bullying?
Selama puluhan tahun kartun Doraemon di putar di Indonesia kita sebenarnya "dihibur" dengan perlakuan Giant dengan badannya yang besar dan Suneo dengan kekayaannya, yang menindas dan menakuti bahkan menyakiti Nobita yang bodoh dan pemalas.
Dari sini sudah mulai paham kan? Di satu sisi kita diantar untuk masuk dalam satu pemikiran agar tidak jadi orang yang malas dan bodoh seperti Nobita, yang selalu meminta bantuan Doraemon. Tapi disisi lain kita juga disuguhkan dengan perilaku menyakiti, memarahi, merampas yang dilakukan Giant dan Suneo. Alhasil secara tidak sadar kita sudah memiliki contoh secara tidak langsung untuk melakukan perilaku seperti itu untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan kita seperti yang dilakukan Giant dan Suneo kepada Nobita. Beruntungnya Nobita punya Doraemon yang bisa mengabulkan hampir semua permintaanya, punya solusi untuk hampir semua masalahnya, tapi apakah ada Doraemon di dunia nyata? Sayangnya tidak ada.
Ternyata secara tidak sadar kita malah dihibur dengan perilaku bullying yang terselubung dalam packaging film kartun yang jadi favorite banyak orang. Sejak 1979 Doraemon diputar di TV nasional di Indonesia berarti sejak itu kita sebenarnya menormalisasi atau menganggap biasa perilaku bullying. Bahkan puluhan tahun kita semua dihibur dengan perilaku bullying terselubung ini.
Kita dituntut punya karakter yang kuat menghadapi Giant dan Suneo masa kini. Karena di banyak lini kehidupan termasuk di lingkungan sekolah masih banyak orang yang menormalisasi perilaku bullying. Banyak pihak yang perlu disadarkan lagi apa saja tindakan bullying yang mungkin saja prakteknya sudah sering ditemui namun masih di normalisasi.
Seperti ketika ada teman yang mengejek, menghina, menyebarkan berita hoax dan pihak sekolah hanya mendiamkan karena menganggap tidak ada yang terluka secara fisik. Padahal itu sudah termasuk bentuk bullying secara verbal.
Jenis dan bentuk bullying dapat dibagi menjadi tindakan agresi langsung (seperti kekerasan fisik atau verbal) dan tidak langsung (seperti menyebarkan fitnah atau rumor, manipulasi, atau pengucilan) (Agisyaputri et al., 2023). Menurut Tirmidziani et al., (2018) aksi yang dilakukan oleh para pelaku perundungan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti :
1. Bullying fisik seperti, tidak hanya ditunjukan dengan tindakan memukul, mendorong, mencekik, menggigit, menampar, menendang ataupun meninju, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar akan tetapi dapat juga ditunjukan dengan perilaku memerintah untuk melakukan tindak yang tidak diperlukan seperti menodongkan senjata, melempar dengan barang, meludahi, menarik baju menghukum dengan pushup dan cara membersihkan toilet bahkan hinggga memeras dan merusak barang orang lain.
2. Bullying verbal, biasa diartkan dengan mengucapkan kata-kata tidak senonoh dan tidak pantas, akan tetapi juga dapat ditunjukan dengan memberikan julukan nama yang tidak bagus, celaan, fitnah, penghinaan, menduduh, menyoraki, memaki, mengolok-olok, serta menyebar gosip.
3. Bullying sosial, dapat ditunjukan dengan mengekespresikan bahasa tubuh seperti memandang dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan, mengejek, memandang dengan penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mengucilkan, memandang dengan hina, mengisolir, menjauhkan, dan lain-lain.
4. Cyberbullying, sering kali terjadi dalam beberapa waktu terakhir dikarenakan adanya pengatuh dari pesatnya perkembangan teknologi, perilaku ini dapay ditunjukan melalui platform sosial media seperti menyebarkan gambar, video, ataupun percakapan yang bersifat pribadi tanpa seijin yang punya. Dan untuk jejak cyberbullying lebih cepat tersebar dan sulit untuk dihilangkan karena keberadaannya yang bukan pada dunia nyata.
Maka dari itu, dalam mencegah dampak bahaya tindak perilaku bullying, pencegahan terhadap bullying perlu dilakukan. Pencegahan bullying dapat dilakukan melalui pemberdayaan anak dan pembangunan karakter, pencegahan melalui keluarga dengan melakukan penanaman nilai-nilai keagamaan dan etika pada lingkungan sosial, pencegahan melalui sekolah dengan penerapan desain program anti-bullying dan menjaga komunikasi antar murid dan guru, serta melakukan pencegahan melalui masyarakat melalui program anti-bullying. Jika tindak perilaku bullying telah terjadi, maka rehabilitasi perlu dilakukan bagi kedua belah pihak baik dari pelaku, maupun korban bullying tersebut dalam rangka melakukan pemulihan sosial dan konseling.
Daftar Pustaka
Agisyaputri, E., Nadhirah, N. A., & Saripah, I. (2023). Identifikasi fenomena perilaku bullying pada remaja. Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 3, 19--30.
Aswat, H., Kasih, M., Ode, L., Ayda, B., & Buton, U. M. (2022). Eksistensi Peranan Penguatan Pendidikan Karakter terhadap Bentuk Perilaku Bullying di Lingkungan Sekolah Dasar. Jurnal BASICEDU, 6(5), 9105--9117.
Fatkhiati. (2023). Bullying Dalam Perspektif Psikologi Pendidikan. 12(3), 1--14.
Lusiana, S. N. E. L., & Siful Arifin. (2022). Dampak Bullying Terhadap Kepribadian Dan Pendidikan Seorang Anak.
Kariman: Jurnal Pendidikan Keislaman, 10(2), 337--350. https://doi.org/10.52185/kariman.v10i2.252
Munawarah, R. R. D. (2022). Dampak Bullying Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini (Studi Kasus) Di Raudhatul Athfal Mawar Gayo.
Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 15--32.
Nur, M., Yasriuddin, Y., & Azijah, N. (2022). Identifikasi Perilaku Bullying Di Sekolah (Sebuah Upaya Preventif). Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6(3), 685. https://doi.org/10.35931/am.v6i3.1054
Saputri, R. K., Pitaloka, R. I. K., Nadhiffa, P. A. N., & Wardani, K. K. (2023). Edukasi Pencegahan Bullying Dan Kesehatan Mental Bagi Remaja Desa Sukowati Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 10(1), 44--49. https://doi.org/10.32699/ppkm.v10i1.3694
Sari, N. Y., & Maryuni, S. (2020). Peningkatan harga diri melalui intervensi Cognitive behavioral therapy pada remaja korban bullying. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(4), 270--277. https://doi.org/10.33024/hjk.v13i4.1561.
Tirmidziani, A., Farida, N. S., Lestari, R. F., Trianita, R., Khoerunnisa, S., & Khomaeny, E. F. F. (2018). Upaya Menghindari Bullying Pada Anak Usia Dini Melalui Parenting. Early Childhood : Jurnal Pendidikan, 2(1), 59--65. https://doi.org/10.35568/earlychildhood.v2i1.239
Wardani, K. T. P. A., & Anjasmoro, A. (2022). Dampak Bullying terhadap Kepercayaan Diri Anak. Psikodinamika - Jurnal Literasi Psikologi, 2(2), 78--86. https://doi.org/10.36636/psikodinamika.v2i2.1501
Widyastuti, W., & Soesanto, E. (2023). Analisis Kasus Bullying Pada Anak. Capitalis: Journal of Social Sciences, 1(1), 142--154.
Yuyarti. (2018). Mengatasi Bullying Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Kreatif, 9(1), 52--57
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI