Setiap negara, baik negara besar seperti Australia maupun negara kecil seperti Singapura memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Demikian pula dengan negara Indonesia, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang  menyatakan bahwa  kesejahteraan umum dengan berdasarkan keadilan sosial merupakan kepentingan seluruh rakyat, sehingga biaya -biaya yang diperlukan untuk merealisasikan kesejahteraan tersebut merupakan tanggungjawab bersama.
Untuk merealisasikan hal tersebut pemerintah mencari pembiayaan dengan cara menarik pajak dari rakyat. Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pemungutan pajak tersebut akan dialokasikan kepada pembangunan negara, pelayanan dasar publik, membiayai kebutuhan belanja pemerintah, serta tata kelola keuangan lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Kewajiban membayar pajak tidak diukur melalui umur wajib pajak karena kewajiban membayar pajak ini dibebankan kepada individu yang telah memiliki penghasilan diatas nominal penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak meliputi wajib pajak orang pribadi, wajib pajak warisan belum terbagi, wajib pajak badan, dan instansi pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Tidak mudah bagi pemerintah untuk memastikan bahwa setiap wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakannya. Agar dapat memaksimalkan usaha dalam penerimaan pajak, pemerintah harus fokus terhadap upaya dalam meningkatkan penerimaan perpajakan dengan berbagai macam program, misalnya dengan memberikan edukasi terkait pengetahuan kewajiban membayar pajak sejak remaja untuk meningkatkan rasa patuh wajib pajak dan rasa nasionalisme dalam diri masyarakat karena dengan rasa patuh wajib pajak yang baik akan berdampak baik pula terhadap penerimaan negara, melakukan pendampingan pengisian SPT, pemberian sanksi tegas kepada oknum-oknum yang mencoba untuk tidak mematuhi peraturan di bidang perajakan dan sebagainya.
Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Di Indonesia sendiri, kasus yang masih banyak terjadi di bidang perpajakan adalah masalah tentang ketidakbenaran wajib pajak dalam pengungkapan SPT nya, yang menyebabkan kerugian pada penerimaan negara.
Pengungkapan ketidakbenaran SPT merupakan kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan kesalahan atau kekurangan dalam pengisian SPT yang telah disampaikan sebelumnya, baik bagi wajib pajak yang telah, maupun yang  belum membetulkan SPT nya. Kesempatan yang diberikan ini sifatnya mandiri, artinya pengungkapan ketidakbenaran yang dilakukan oleh wajib pajak ini berdasarkan kesadaran diri sendiri.  Pengungkapan ini dilakukan dalam laporan tersendiri dan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang. Ketidakbenaran pengisian SPT bisa disebabkan karena kesengajaan maupun terdapat kekeliruan dalam hal penulisan yang tidak disengaja oleh wajib pajak.
Permasalahan terkait hubungan antara kerugian pada pendapatan negara dengan jumlah pajak yang terutang menjadi hal yang penting untuk diselesaikan guna menentukan bagaimana mekanisme penyelesaian kerugian pada pendapatan negara  maupun kekurangan jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Atas ketidakbenaran penyampaian SPT, wajib pajak dapat dikenai sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi denda bahkan, ketentuan pidana dapat diberlakukan apabila wajib pajak memenuhi unsur-unsur dalam tindak pidana perpajakan.
Dalam UU KUP, pengungkapan ketidakbenaran dibagi menjadi 2 yaitu pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT bisa dilakukan oleh wajib pajak sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada wajib pajak yang bersangkutan. Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, maka sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak atas jumlah pajak yang kurang bayar hanyalah sanksi administrasi atau sanksi denda. Sementara, dalam kasus pengungkapan ketidakbenaran perbuatan lebih mengarah kepada ada tidaknya indikasi tindak pidana pajak. Dan, yang perlu diingat oleh wajib pajak bahwa meskipun wajib pajak tersebut telah melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT ataupun  pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, tapi proses pemeriksaan terhadap wajib pajak tersebut tetap dilanjutkan sampai selesai untuk membuktikan apakah yang dilaporkan wajib pajak tersebut benar-benar sesuai dengan keadaan atau tidak.
Untuk menyampaikan pengungapan ketidakbenaran pengisian SPT, maka hal-hal yang perlu dilakukan wajib pajak  antara lain;
1. pertama kali yang harus dilakukan oleh wajib Pajak adalah menyampaikan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. wajib pajak tersebut harus menyiapkan laporan tersendiri secara tertulis yang harus ditandatangani oleh wajib pajak, wakil, atau kuasa wajib pajak