Mohon tunggu...
Reviana Tyas Ayu Diani
Reviana Tyas Ayu Diani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM : 21107030010

Penikmat teh hijau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sentra Kerajinan Wayang Kulit di Dusun Karangasem Imogiri Bantul

15 Juni 2022   22:00 Diperbarui: 15 Juni 2022   22:02 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo kompasianer! Yuk jalan jalan di Dusun Karangasem yang berada di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri Bantul, Yogyakarta yang telah dikenal sebagai daerah penghasil kerajinan tatah sungging. Lalu apasih tata sungging itu? Jadi kerajinan tatah sungging adalah pembuatan  kerajinan dengan menggunakan teknik pahat dan mewarnai kulit.

Kerajinan ini dapat dibentuk menjadi wayang kulit, souvenir seperti kipas, gantungan kunci, tempat tissue, dan pembatas buku. Ada pula hasil kerajinan yang dapat digunakan sebagai penghias rumah seperti hiasan dinding berupa kaligrafi atau lukisan tokoh tertentu serta pembatas ruangan. Kepopuleran hasil kerajinan inipun kini bukan hanya diminati di dalam negeri saja bahkan telah sampai ke luar negeri. 

Berjalan menyusuri sejarah desa Karangasem yuk!

Desa ini pada mulanya bernama Pucung dengan jagabayanya bernama Mbah Glemboh atau Atmo Karyo. Oh iya jagabaya adalah sebutan untuk kepala bagian pemerintah desa pada jaman dahulu, kalau sekarang sebutannya lurah. Ketika itu untuk menjadi lurah harus mendapatkan pelatihan dari panewon atau yang sekarang disebut kecamatan. Sedangkan lepanewon ini berhubungan langsung dengan keraton dan dibina secara langsung oleh sultan sendiri, yang pada masa itu adalah masa Sultan HB VII. Dengan kata lain Mbah Glemboh pun menjadi abdi dalem keraton.

Nah karena kedekatannya dengan Sultan, Mbah Glemboh kemudian diserahi tugas untuk merawat dan menjaga wayang keraton beserta bekelnya. Kemudian pada tahun 1918, tertarik membuat wayang sendiri. Akhirnya di rumah beliau belajar menatah atau memahat wayang. Berkembangnya usaha membuat wayang menjadi mata pencaharian, mendorong tetangga-tetangga yang lain untuk ikut mendalami usaha pembuatan wayang ini.

Di dusun Pucung banyak sekali galeri wayang dijumpai dipinggir jalan, berikut beberapa galeri yang cukup menarik untuk dikunjungi.

1. Galeri Suyono

Galeri Suyono/Dokpri
Galeri Suyono/Dokpri

Galeri yang bernama seperti nama pemilik nya ini merupakan usaha turun temurun yang kemudian dilanjutkan oleh bapak suyono dan keluarga pada tahun 1990. Dari paparan istri pak Suyono, wayang kulit yang di produksi ini mencapai pasar eropa. 

Namun hal ini terjadi sebelum lengsernya bapak Suharto dan  saat itu juga penjualan wayang kulit berkembang pesat. Beberapa pemilik galeri juga didorong pemerintah dengan diberikan etalase, namun pak Suyono yang merupakan ketua paguyuban wayang kulit tidak ikut mengambil bantuan etalase yang dari pemerintah.

Istri Bapak Suyono (kiri)/Dokpri
Istri Bapak Suyono (kiri)/Dokpri

2. Galeri Parji Tresno

Salah satu souvenir di galeri ini/Dokpri
Salah satu souvenir di galeri ini/Dokpri
Galeri ini merupakan usaha turun temurun yang diteruskan oleh bapak Yudi beliau memasarkan wayang kulit melalui online. menurut penuturan bapak yudi galeri yang sering mendapat pesanan secara langsung adalah galeri yang letaknya berada di sebelah barat dan juga merupakan jalur datangya pengunjung. 

Usaha bapak yudi sendiri juga tidak mengalami penurunan justru mengalami kenaikan pada tahun 2016-2019. Dari informasi yang kami dapat disana ada Banyak paguyuban wayang kulit atau yang menyangkut pengembangan dusun pucung bahkan jumlahnya mencapai 10 paguyuban, namun pengelolanya hanya itu itu saja. Dan tidak ada aturan khusus jika seseorang warga atau pengrajin wayang kulit ingin mendirikan paguyuban

3. Galeri Barmanto


Galeri wayang ini sudah berdiri cukup lama sekitar 20 tahun. Galeri ini dimiliki oleh bapak Yuli yang merasakan adanya penurunan minat beli Wayang Kulit. Sekarang yang mempunyai keahlian dalam membuat wayang kulit semakin sedikit sedangkan pada saat pak Yuli masih duduk dibangku sd rata rata temannya yang duduk di kelas 5 dan 6 sudah mempunyai keahlian dalam membuat Wayang Kulit. 

Fenomena menurunya minat beli wayang kulit menurut pemilik galeri sejak tahun 2010. galeri barmanto kulit sendiri mengalami penurunan buruh tatah sungging pada tahun 2016 yang awalnya berjumlah 4 karyawan, lalu tahun 2018 menjadi 2 karyawan saja.

4. Galeri Supermurah

Dokpri
Dokpri
Sudah berdiri sejak tahun 1972 atau sudah selama 47 tahun, pemilik galeri ini bernama bapak Haryono. Penurunan minat beli wayang sangat dirasakannya karena beberapa faktor yang menyebabkan penurunan yaitu pengaruh budaya asing, dari peminat wayang nya sendiri menganggap bahwa harga wayang kulit tersebut relatif mahal sehingga penggemar wayang kulit semakin menurun. 

Sekitar tahun 1990 pak Haryono mengalami masa kejayaannya hingga karyawan berjumlah 100 orang. Kini penurunan terus berlanjut sampai beliau tidak memiliki karyawan sama sekali dan akhirnya memproduksi wayang kulit sendiri, bahkan pesanan wayang kulit yang datang kepadanya hanya 1 atau 2 bahkan tidak sama sekali setiap bulannya.

Wayang kulit sejatinya adalah budaya Indonesia yang patut dilestarikan. Beberapa faktor ini yang kemungkinan menghambat pengembangan industri wayang kulit, diantaranya :

* Kurangnya akses pengetahuan pada pemasaran online yang memang saat ini sedang digemari masyarakat. Walaupun kendala tersebut tidak dialami semua pengrajin namun menjadi salah satu hambatan yang besar.
* Terpengaruhnya para konsumen dan anak muda pada budaya asing yang mulai menyebar secara luas serta mulai mengakar pada kebudayaan baru yang tercipta membuay budaya wayang kulit mulai dilupakan dan dianggap tidak menarik, terlihat kuno. 

Nah sebagai generasi muda hal yang mungkin dapat dilakukan ialah turut berpartisipasi dalam pengembangan wayang kulit agar para pengrajin bangkit kembali.

Desa Wukirsari bisa nih jadi referensi liburan untuk kamu yang mencari desa wisata dengan bonus menambah wawasan wayang kulit nantinya. Karena tidak hanya wayang kukit saja tetapi galeri ini juga menyediakan banyak souvenir yang cocok sebagai cindera mata. 

Sekalian untuk membantu perekonomian para pengrajin dengan membeli karyanya maupun turut mempromosikan melalui media online.

Pemandangan di dusun ini juga menyegarkan mata, hamparan sawah di kanan kiri jalan, pemandangan pegunungan, desa yang masih sejuk benar-benar sekalian buat healing.

Mari berkunjung ke Dusun Pucung Wukrisari sekaligus berperan dalam pelestarian salah satu budaya Indonesia yaitu wayang yang membanggakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun