Solo dan Jogja. Tradisi ini sering dijumpai saat pesta pernikahan, genduri, dan beberapa hajat lain yang mengundang banyak tamu.Â
Di zaman yang semakin modern ini beberapa tradisi sudah ditinggalkan karena sering dianggap kuno. Namun, tradisi piring terbang masih melekat disetiap hajatan yang diselenggarakan oleh masyarakat desa di Jawa khususnyaMembahas mengenai pernikahan, pesta pernikahan digelar sebagai bentuk rasa syukur dan berbagi kebahagiaan dengan orang sekitar seperti keluarga besar, tetangga, sahabat dan teman, karena mempelai telah menjalankan pernikahan yang sakral. Tentunya pemilik hajat ingin memberikan yang terbaik untuk para tamu undangannya.Â
Semua hal dalam pesta telah dipersiapkan jauh-jauh hari dengan matang. Mulai dari konsep dekorasi, busana pengantin, make up, dan hal yang paling penting ialah jamuan untuk tamu undangan.Â
Seluruh aspek ini berkaitan dengan budget yang dimiliki oleh pemilik hajat. Hidangan untuk para tamu tentu membutuhkan budget yang tidak sedikit apalagi di era sekarang ini dimana banyak kenaikan harga bahan makanan utamanya minyak goreng, bumbu-bumbuan seperti cabai, bawang dan lain sebagainya yang dapat membuat anggaran membengkak.
Nah piring terbang pada pesta yang masih melekat hingga saat ini dianggap menjadi cara untuk lebih menghemat anggaran dan tentu sebagai wujud mempertahankan tradisi yang telah ada sejak lama.
Apa Itu Piring Terbang?
Jangan salah mengira bahwa piring terbang benar-benar bisa terbang atau piring yang dilempar ya. Itu bukanlah hal yang benar karena piring terbang hanya istilah saja. Tradisi piring terbang adalah prosesi menghidangkan makanan dan minuman kepada tamu undangan dengan diantarkan langsung oleh pramusaji.Â
Tamu undangan hanya duduk manis lalu pramusaji akan menyajikan makanan serta minuman dalam satu porsi untuk setiap tamu. Dengan demikian jamuan sudah berada di hadapan para tamu. Hal ini tentunya memudahkan dan menjadi suatu kehormatan bagi tamu karena tidak kesusahan dalam mengambil minum maupun makanan.
Dalam proses pelaksanaan tradisi piring terbang dalam pesta pernikahan memiliki urutan yang sering diterapkan. Tamu sudah berkumpul dan duduk ditempat yang telah disediakan serta pengantin sudah duduk diatas kursi pelaminan menandakan acara akan segera dimulai. Setelah sambutan dari pihak keluarga selesai disampaikan maka disinilah pramusaji atau sinoman akan memulai piring terbang.
Pertama yaitu minuman, dalam bahasa Jawa disebut "unjukan" biasanya teh manis hangat dengan ukuran gelas 180 ml dan disediakan pula air putih bagi tamu yang tidak bisa minum manis.Â
Tak lupa camilan turut dihidangkan. Biasanya camilan dikemas dalam kardus kecil berisikan 3-5 macam camilan yang berbeda seperti pastel, lumpia, risol, kue, kacang, agar agar, maupun lemper. Rasanya sangat lezat saat dipadukan dengan seduhan teh hangat dan dinikmati bersama-sama. Camilan ini merupakan hidangan pembuka yang menemani para tamu saat mengikuti serangkaian acara.
Kedua, sebelum pada hidangan utama tugas pramusaji ialah mengisi ulang gelas kosong milik tamu dengan teh hangat lagi maupun air putih. Hal ini karena serangkaian acara yang panjang sehingga dikhawatirkan tamu merasa haus.
Ketiga, menu makanan utama yang dalam bahasa Jawa disebut pula "dhaharan". Banyak piring nasi dengan berbagai macam lauk serta dihidangkan oleh pramusaji ini lah asal muasal dinamakan piring terbang.Â
Dalam sepiring nasi biasanya lebih dari satu jenis lauk, yang hampir selalu ada ialah acar. Lauk yang dihidangkan adalah kehendak pemilik hajatan. Tidak ditentukan dan tidak diatur pula oleh tradisi maupun masyarakat sekitar.Â
Namun, umumnya setiap desa memiliki standar hidangan masing masing. Lauk yang biasanya ada dalam piring terbang ialah daging, telur, sayur, dan krupuk.Â
Kerap kali daging ayam maupun sapi diolah menjadi sate dan kreni, kedua olahan ini selalu disukai tamu. Untuk telur biasanya disemur, bisa juga menggunakan telur asin tetapi membutuhkan budget lebih dibandingkan dengan telur ayam biasa. Menu yang sangat lezat dan mengenyangkan ini menjadi menu andalan pesta piring rerbang.
Keempat, es buah, es krim maupun buah potong sebagai dessert, tetapi menu penutup ini tidak wajib ada. Dengan adanya menu terakhir ini dapat menandakan pesta telah selesai dilaksanakan sehingga tamu undangan dapat bersiap untuk meninggalkan tempat acara.
Apa Bedanya dengan Prasmanan?
Perbedaan ini sangat terlihat, mulai dari tata cara hingga budget yang harus dikeluarkan. Semua tamu dalam pesta piring terbang memiliki bagian masing-masing yang sama rata.Â
Berbeda dengan prasmanan yang seolah-olah berebut makanan. Orang yang datang akhir-akhir hanya mendapat sisa dan bisa saja lauk yang enak tidak tersisa. Namun, nasi pada prasmanan biasanya masih hangat berbeda dengan nasi pada piring terbang yang dingin atau "anyep". Hal ini dikarenakan nasi yang dicetak di piring sudah di diamkan berjam-jam sebelum acara.
Budget untuk prasmanan juga tidak sedikit loh, pemilik hajat harus melebihkan persediaan lauk dan nasi karena saat prasmanan para tamu mengambil makanan sesuai keinginannya. Berbeda dengan piring terbang yang dapat memaksimalkan budget yaitu dengan dihitung berdasarkan tamu undangan dan porsi serta perkiraan kemampuan dalam menyajikan konsumsi itu sendiri.Â
Selain itu, porsi yang dihidangkan memiliki takaran porsi dalam kategori sedang yaitu tidak sedikit maupun tidak terlalu banyak, sehingga mudah dihabiskan dan tidak mubazir.
WO atau Sinoman?
Dalam hajatan pernikahan yang lazim di desa desa sekitaran Jogja dan Solo tidak menggunakan wedding organizer atau WO sebagai pramusaji maupun yang merancang acara dan membantu pemilik hajat, tetapi sinoman yang berperan penting dalam suatu tradisi piring terbang.Â
Apa itu sinoman? kata ini mungkin terdengar cukup asing bagi masyarakat luar Jawa karena kata ini merupakan bahasa Jawa dan tradisi sinoman berasal pula dari Jawa sejak abad ke-14.
Kegiatan sinoman biasanya dilakukan oleh pemuda pemudi desa, tetangga, dan kerabat pemilik hajat. Mereka gotong royong dengan melayani para tamu yang hadir dan mempersiapkan acara dengan sukarela yang artinya tidak mengharapkan upah.Â
Sinoman memiliki tugas seperti memasang tarub atau tenda, menyajikan makanan dan minuman, menata meja dan kursi, dan membereskan piring dan gelas sisa serta tempat acara setelah acara selesai.Â
Sinoman ini disebut juga peladen yang tugasnya sama persis dengan wedding organizer, bedanya sinoman dilakukan dengan sukarela sebagai bentuk 'srawung' yaitu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Saat menjadi menyajikan hidangan biasanya pemuda yang membawa nampan atau piring terbang lalu tugas pemudi ialah memberiakan hidangan kepada para tamu. Dalam hal ini dibutuhkan kerja sama agar tidak terjadi miss comunication.Â
Sinoman memiliki pengaruh yang baik bagi masyarakat maupun diri sendiri karena dapat mempererat tali persaudaraan, belajar bertanggung jawab serta tradisi ini membantu melancarkan suatu hajatan. Tradisi piring terbang yang dibantu oleh sinoman harus tetap ada ditengah perkembangangan zaman dimana sifat individualis dapat mememecah belah masyarakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H