Selang beberapa saat kemudian, sekelompok orang tadi sedang sibuk mengambil makanan yan telah disediakan. Begitu pula dengan Hanum, gadis itu masih berdiri lengkap sepiring nasi di tangannya. Tanpa instruksi apapun, Hanum langsung melangkahkan kakinya menuju sebuah meja kosong yang tak jauh dari pentas hiburan. Irama gambus musik melayu mulai terdengar jelas di telinganya. Seorang wanita dengan baju melayunya melantunkan kembang lagu zapin untuk menghibur para tamu undangan.
"Permisi, bolehkah saya duduk di sini?" seorang pemuda sudah berdiri tepat di samping Hanum.
"Ohh, tentu. Silahkan mas"
Hanum menggeser kursinya, mencari tempat yang lebih nyaman untuk makan sambil menyaksikan penampilan musik melayu tadi. Baru beberapa kali nasi masuk ke mulutnya dan membiarkan gigi bermain dengannya, tiba-tiba dia teringat akan sesuatu. Matanya langsung menatap pemuda yang sedang menikmati bakso di hadapannya itu.
"Maaf mas, mas bukannya yang membawa kapal tadi ya?"
Pemuda itu langsung menghentikan makannya dan menatap ke arah Hanum.
"Jangan panggil saya mas, nama saya Aska"
"Oh, iya mas. Eh, Aska maksdu saya" tutur Hanum tersenyum palsu.
"Iya, saya tadi membantu paman saya saja membawakannya. Paman saya yang membacakan surat kapal tadi"
"Surat kapal?" sepertinya Hanum benar-benar tertarik dengan kalimat itu. Lebih tepatnya, dengan apa yang telah dilihatnya beberapa menit yang lalu. Hanum pun memilih untuk menyudahi makannya serta lebih memfokuskan pendengaran dan matanya pada pemuda yang bernama Aska tadi.
"Kamu tidak tahu surat kapal?" tanya Aska selanjutnya