Mohon tunggu...
Pelangi Zahra
Pelangi Zahra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Revi Nuraini merupakan gadis kelahiran 1997. Pemilik nama pena Pelangi Zahra ini sangat menyukai travelling. Ia berasal dari Kota Rengat, Riau. Selain mengajar di salah satu sekolah swasta, ia juga akti menulis artikel, puisi dan cerpen. IG: @Pelangizahra_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sendu

19 Oktober 2024   20:53 Diperbarui: 19 Oktober 2024   21:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Huhhhhh"

Ini adalah kesekian kalinya gadis berperawakan manis itu menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya. Buku yang sedari tadi dia pegang masih tidak diperdulikan keberadaannya. Sepertinya dia masih mencoba mengumpulkan sedikit lagi kekuatan untuk membuka lembaran kosong itu. Buku itu tampak pasrah, sepasrah pulpen hitam yang dimainkannya di atas meja.

Jauh dari relung hati yang paling dalam, ini bukanlah keinginan darinya. Membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya dilupakan. Namun, hal ini harus dilakukanuntuk mengurangi beban yang sudah memenuhi isi kepalanya. Beban yang selama ini dipendamnya sendiri dengan harapan semua akan baik-baik saja. Tetapi ternyata, semua tidak mudah musnah dimakan oleh waktu. Sisa-sisa penyesalan dan kenangan itu masih jelas terukir di benak gadis tersebut.

Bagi Naura menulis merupakan salah satu cara untuk melepaskan beban yang sedang dipikulnya. Dengan mulai merangkai kata dan menjelmanya menjadi sebuah tulisan yang bermakna. Keinginan untuk menulis itu sendiri sudah ada, tepat sejak dua bulan setelah kepergian Jaka. Seorang pria yang tulus mencintai Naura hingga ajal pun menjemputnya. Namun sayang, semasa hidupnya Jaka hanya berperan sebagai seorang pejuang cinta yang selalu berusaha meluluhkan hati Naura. Sedangkan Naura, sama sekali tidak menghargai dan menanggapi sedikitpun ketulusan hati pria itu.

Teringat beberapa hari sebelum kecelakaan merenggut nyawa pria yang terkenal dengan seragam putihnya itu. Sempat terjadi perkelahian kecil di antara Jaka dan Naura. Entah apa yang melatarbelakangi permasalahan mereka, namun akhir-akhir itu tampaknya Jaka memang selalu memancing amarah Naura. Tetapi walaupun begitu, Jaka tidak bisa menunafikkan rasa rindunya pada gadis yang bernama lengkap Adinda Naura tersebut. Walaupun kondisi hubungan mereka kurang baik, namun Jaka selalu berusaha untuk tidak putus berkomunikasi dengan gadis itu.

Perhatian yang diberikan oleh Jaka menurut Naura terlalu berlebihan. Hingga membuat gadis itu merasa kurang nyaman dan selalu mencari celah untuk menjauhi pria tersebut. Rasa egois yang semakin menggunung di hati Naura membuatnya ingin segera memutuskan hubungan komunikasi dengan pria itu. Namun, seolah telah ada jaringan batin yang terhubung di antara keduanya, tepat pagi itu sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Naura. Sebuah nomor tanpa nama, tetapi tidak asing lagi bagi Naura mendarat di layar ponselnya. Jari-jemari gadis itu langsung menggapai ponsel yang tidak jauh darinya dan membuka pesan tersebut.

"Ra, maafkan aku ya atas semua kesalahan yang telah aku lakukan selama ini. Aku tahu, aku salah dan aku selalu mengganggu hidupmu. Namun percayalah Ra, cinta ini benar adanya. Aku sangat mencintaimu sampai kapanpun. Tetapi kamu tenang saja Ra, aku tidak akan menuntut pembalasan rasa darimu kok Ra. Dan hari ini adalah hari terakhirku untuk mencampuri hidupmu. Aku tidak akan mengganggumu lagi, aku hanya bisa  berdoa agar suatu saat kamu temukan seorang lelaki yang lebih baik dariku. Karena bagiku, kebahagianmu adalah kebahagiaanku juga"

Beberapa menit setelah membaca pesan itu Naura langsung terdiam, kemudian sebuah balasan singkat melayang dari ponselnya. Tidak ada firasat atau apapun yang dirasakan gadis itu. Seandainya dia tahu bahwa pesan itu adalah pesan terakhir pria tersebut, tentu Naura lah yang mestinya meminta maaf. Namun sayang, hati manusia terkadang terlalu keras jika sudah dibumbui oleh keegoisan. Tidak bisa lagi menerima kelembutan, yang terpenting ia bisa menjadi seorang pemenang.

Tak terasa, buliran bening itu membasahi lembaran buku yang sudah hampir satu halaman di tulisnya. Matanya tampak sayu, penuh dengan rasa penyesalan di masa lalu. Cahaya sinar rembulan yang menembus sela-sela tirai jendela menjadi saksi bisu kesedihan Naura. Terkadang pikiran konyol pun hinggap di benak gadis tersebut, yang berharap jika Jaka akan datang dengan senyuman khas dan menghapus air matanya. Karena Naura tahu betul kalau Jaka sama sekali tidak mengizinkan air mata gadis itu jatuh, apalagi demi dirinya. Namun sayang, itu tidak akan pernah terjadi sekalipun bayangan Jaka masih menemani langkah kakinya.

Jaka adalah seorang pria hebat yang baru diakui Naura sejak dia sudah berada di alam yang berbeda. Perjuangannya dalam menghadapi berbagai ujian hidup telah berhasil dia lewati. Ujian demi ujian telah membuatnya menjadi seorang pria yang kuat dan telah banyak mengajarkan arti kehidupan pada Naura. Namun, sepertinya Allah tidak merelakan lagi hamba terbaik-Nya itu terus berpetualang dengan rintangan kehidupan ini. Hingga Allah memanggilnya untuk pulang dan beristirahat untuk selamanya. Meninggalkan semua beban kehidupan, meninggalkan angan-angan yang indah dan meninggalkan cinta yang sempat diperjuangkan.

Tangisan Naura kembali pecah, kali ini air matanya sudah tidak mampu lagi dibendung. Tanpa disadari, pulpen yang dipegangnya sedari tadipun telah jatuh bebas, meloncat berkali-kali dan akhirnya mendarat tepat di bawah rak buku kecil. Tubuhnya hanya mampu bersandar pada kursi kayu yang memikulnya sejak dua jam yang lalu. Tubuh gadis itu lemah dan matanya sulit untuk dibuka karena sudah berlimpahkan air mata. Dengan segenap kekuatan, tangannya mencoba menggapai buku diary yang ada di atas meja lalu menutupnya.

"Bangunlah Jaka, ada cinta yang masih harus kamu perjuangkan. Masih ada rindu yang harus kamu tuntaskan. Masih ada aku yang membutuhkanmu. Berikan aku ksesempatan untuk membalas semua rasamu yang pernah aku abaikan. Bukankah kamu sudah katakan, bahwa kamu akan selalu ada untukku? Dan sekarang aku ingin pembuktian dari ucapanmu itu. Bangunlah Jaka, bangun"

            Sebuah permintaan dan harapan yang dituturkan Naura saat Jaka terbaring tidak berdaya berjuang dengan rasa sakitnya. Setelah hampir tiga hari pria itu harus berjuang sendirian dan hanya do'a lah yang mampu membantunya saat itu. Bagaikan kehilangan separuh jiwa, Naura tidak henti-hentinya mengirimkan do'a untuk pria tersebut berharap keajaiban berpihak padanya. Namun takdir telah berkata lain, nyawa Jaka tidak bisa diselamatkan. Tubuhnya terlalu lemah untuk bertahan. Jiwanya sudah tidak sanggup lagi untuk berjuang dengan rasa sakit itu. Dan kembali pada-Nya lah yang akhirnya menjadi pilihan terbaik.

            Tubuh gadis itu semakin lemah, tampaknya dia mulai pasrah dengan rasa kesedihan yang menyelimutinya. Hingga dia pun terlelap bersama isak tangis yang mulai menyesakkan dadanya. Kini, hanya tersisa cerita yang mampu dilukiskan dalam bait-bait indah nantinya. Mengkisahkan tentang sebuah rasa cinta yang tulus dan belum sempat terbalaskan. Andai saja waktu itu bisa terulang, tidak akan mungkin Naura menyiakan kesempatan yang ada. Tetapi, bagaimanapun Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Menyesali dan menangisi semua yang telah terjadi bukanlah jalan yang terbaik. Namun do'a lah yang bisa menjadi penenang jiwa yang berkabu, mengikis sedikit demi sedikit rasa sedih itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun