Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Harus Bertindak, Ahok Sudah Nyata-nyata Merusak Negeri Ini

21 Mei 2016   08:44 Diperbarui: 21 Mei 2016   09:18 3760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sangat berharap sekali Presiden kita pak Jokowi sempat membaca artikel ini. Ini tentang Ahok, Gubernur DKI saat ini yang ternyata punya ambisi untuk menjadi Presiden RI suatu saat nanti.

Pak Jokowi yth, Saya tahu bahwa bapak cukup mengenal Ahok. Tanpa bapak ketahui, Pak Jokowi adalah Presiden yang saya kawal sejak masih jadi Walikota yang pada saat itu sedang dicalonkan jadi Gubernur DKI. Profile bapak saya hapal sekali. Karakter, Kecerdasan dan Moralitas bapak juga saya ketahui dengan baik, dan tidak ada yang berubah sama sekali sampai sekarang. Dengan demikian pak Jokowi pasti tahu perubahan-perubahan karakter yang terjadi pada Ahok sejak dirinya menjadi Gubernur DKI.

Kita tidak perlu bicara dosa-dosa Ahok di Belitung Timur tentang Pembangunan Dermaga Manggar. Kita cukup melihat sepak terjang Ahok setelah menjadi Gubernur DKI pada November 2014.

Setelah 2 tahun mengikuti sepak terjang Ahok dan mempelajari karakternya, saya berkesimpulan Ahok adalah Pemimpin yang Fasis. Kental dengan Nepotisme. Adalah Veronica Tan, istri Ahok dimana begitu Ahok jadi Gubernur dengan beraninya memimpin rapat di Balai Kota bersama adik Ahok, Harry yang membahas tentang Revitalisasi Kota Tua.

Veronica Tan juga yang memaksa Ahok untuk membeli lahan RS Sumber Waras yang penuh masalah itu. Ahok memutuskan membeli lahan itu pada bulan Mei 2014 dan langsung memaksakannya terealisasi tahun itu juga. Ahok telah mengintimidasi institusi-institusi di Pemprov DKI sehingga Lahan yang bermasalah itu dibayar Pemprov DKI sejumlah Rp.756 Milyar.

Saya tahu bahwa BPK sudah bertemu dengan pak Jokowi, jadi saya tidak perlu mengurai lagi 6 tahapan kesalahan Ahok dan pelanggaran-pelanggaran Perundang-undangan yang sudah dilakukan Ahok dalam pembelian lahan RS Sumber Waras. Saya yakin sekali dengan kecerdasan pak Jokowi dan staff-staff ahli bapak sudah pasti bisa menyimpulkan Ahok memang bersalah di Kasus Sumber Waras.

Kasus Sumber Waras itu sudah saya cermati baik-baik. Sudah saya analisa sehingga ada sekitar 4-5 artikel sudah saya buat berdasarkan Kronologisnya maupun tinjauan hukumnya sesuai dengan pengetahuan yang saya miliki. (barangkali ada yang ingin membaca silahkan lihat daftar artikel pada profile saya).

Jadi ketika fakta-fakta Kasus Sumber Waras itu sudah sangat kuat dan sudah saya tuliskan di beberapa artikel, ternyata KPK tidak bisa menetapkan Ahok sebagai TSK. Saya bingung, pak Jokowi. saya merasa ada yang salah dengan KPK Jilid 4 ini. Dan saya coba analisa selama seminggu lebih. Saya ingat-ingat proses Seleksi Capim KPK dengan peristiwa-peristiwa politik yang menyertainya. Saya kumpulkan informasinya. Akhirnya saya menyimpulkan KPK Jilid 4 Masuk Angin.

**KPK Jilid 4 Mungkin Dikendalikan Polri**

Berikut ini kesimpulan saya sendiri loh, pak Jokowi. Ini soal keyakinan analisa ya pak. Saya tidak punya bukti tetapi saya sangat yakin bahwa KPK jilid 4 ini adalah KPK yang bisa diintervensi beberapa Pihak. Kemungkinan besar KPK jilid 4 yang ada saat ini dibawah kendali oleh beberapa Elit dari Polri, Lembaga Peradilan dan Elit Parpol tertentu, PDIP salah satunya. Saya sudah menulis 2 artikel tentang ini.

Saya mencium gelagat buruknya sejak Plt Ketua KPK Taufikurahman Ruki menyerahkan Berkas Budi Gunawan ke Kejagung. Setelah itu informasinya Taufikkurahman juga yang menanda-tangani RUU KPK yang draftnya membuat Publik marah. Yang katanya Umur KPK menjadi 12 tahun, kewenangan Penyadapan dan Penuntutan ditiadakan dan lain-lainnya.

Kesimpulan awal saya, sejak Ruki menjadi Plt KPK maka KPK mulai dikendalikan Polri dan lainnya. Puncaknya terjadi pada Seleksi Capim KPK yang dilakukan Komisi III. Sangat tidak logis sama sekali Zulkarnaen dan Johan Budi disingkirkan dan diganti dengan Basaria Panjaitan, Alexander Marwata dan Saut Situmorang. 3 nama terakhir ini track record law enforcementnya nihil. Basaria berasal dari Polri (setahu saya beliau anak didik Budi Gunawan), Alexander Marwata dekat dengan Lembaga Peradilan (Dua kali Dissenting Opinion kasus korupsi Ratu Atut dan Pegawai Pajak DW), sementara Saut Situmorang hanya berpengalaman di BIN dan akrab dengan Luhut Panjaitan dan Soetioyoso.

3 Komisioner ini dalam Kasus Sumber Waras mengeluarkan statemen-statemen yang aneh. Basaria belum apa-apa sudah bilang Sumber Waras tidak ada korupsinya, Marwata bilang ada pelanggaran Administrasi tetapi tidak ada niat Jahat , Saut dengan enteng bilang berkali-kali KPK masih butuh pendalaman dan lain-lainnya. Tidak ada tanda-tanda Kasus ini akan ditingkatkan statusnya.

**Skandal Reklamasi, Perjanjian Preman dan Dana Kontribusi Tambahan Yang Ilegal**

Seperti halnya Sumber Waras, untuk Kasus Skandal Reklamasi ini sudah saya buat sekitar 4-5 artikelnya. Saya sudah membahas pelanggaran perundang-undangannya (Perpres dan UU), dan juga prosedur Preman yang telah dilakukan Ahok dengan sangat sengaja.

Seperti halnya Sumber Waras, Ahok telah menabrak UU No.2 Tahun 2012, Perpres No. 71 Tahun 2012 dan Permen Keu, maka dalam Skandal Sumber Waras ini Ahok dengan sangat nekat berani mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi kepada Agung Podomoro pada tanggal 23 Desember 2014. Ahok jelas-jelas menabrak UU No.1 tahun 2014, Perpres No.122 tahun 2012, Permen LHK dan Permen Kelautan terkait.

Semua itu demi kepentingan Agung Podomoro, pak Jokowi. Ahok sejak saat itu sudah kongkalikong dengan Podomoro. Bagaimana tidak terjadi seperti itu, karena Ahok menempatkan 3 staff Khusus dari kalangannya (Sunny Tanuwidjaja dan teman-temannya). Sunny adalah penghubung Ahok dengan Para Konglomerat/ Pengembang.

Itu yang saya katakan di depan bahwa Ahok adalah seorang Fasis. Mereka punya komunitas tersendiri. Ahok bersama para Konglomerat punya pertemuan rutin bulanan. Kadang seminggu sekali mereka berkumpul untuk makan empek-empek atau ngopi-ngopi.

Sudah lama oleh Publik, Ahok dikenal sebagai Gubernur Podomoro. Ahok bahkan bangga dengan sebutan itu. Menurut Ahok, Agung Podomoro sangat banyak membantu Pemprov DKI dalam membiayai Fasilitas Umum dan lainnya.

Akhirnya meledaklah Skandal Reklamasi dengan OTT KPK terhadap M.Sanusi dan Ariesman Widjaja. Ahok langsung bersandiwara mengambil jarak. Dia malah sempat mengatakan Pemprov DKI tidak bekerja sama dengan Agung Podomoro di Proyek Reklamasi. Ini jelas bohong besar karena semua orang sudah tahu bahwa Kontrak Reklamasi itu atas nama PT. Muara Wisesa, anak perushaan Podomoro.

Berikutnya lagi karena KPK sudah mengatakan Kasus itu sebagai Grand Corruption, Ahok mencoba berbohong dan menyalahkan DPRD dan Agung Podomoro. Ahok bilang Podomoro kurang ajar dan main belakang. Ahok bilang dia ingin Kontribusi dari Pengembang 15% tetapi menurut Ahok, Podomoro bermain mata dengan DPRD DKI agar Kontribusi itu turun sampai 5%.

Ini jelas Kebohongan besar dari Ahok. Bahwa dalam Pergub No.2238 tahun 2014 yang berisi Izin Pelaksanaan Reklamasi untuk Agung Podomoro sudah tertulis besaran Kontribusi sebesar 5% dari Lahan diluar Fasum dan Fasos. Ahok sendiri yang sudah menentukan dan menanda-tangani besaran Kontribusi adalah 5%. Sementara detail untuk Kontribusi Tambahan dalam Pergub itu hanya dikatakan akan ditentukan besarannya oleh Pergub berikutnya.

Jadi soal tuduhan Ahok bahwa Podomoro dan DPRD berkongkalikong untuk menurunkan Dana Kontribusi adalah Bohong Besar. Kemungkinan Ahok takut ketahuan terlibat dalam skandal itu.

Dan Ahok memang begitu sering berbohong dalam banyak hal. Bahkan saya sempat membuat 2 artikel tentang kebohongan-kebohongan Ahok. Ahok sering mencla-mencle. Hari ini bilang A, besok bilang B dan seterusnya.

**Akhirnya Terbongkar, Ahok Telah Menerima Dana Ilegal (Ijon) dari Agung Podomoro**

Dari Media Tempo akhirnya ada kabar informasi bahwa ternyata Ahok selama ini sudah menerima Dana Kontribusi Tambahan dengan besaran 15% dari nilai lahan yang dikelola Agung Podomoro. Berita dari Tempo menyebut dari BAP Ariesman Wijaya ada catatan Dana Kontribusi Tambahan yang diminta Ahok pada Agung Podomoro sejumlah Rp.392 Milyar. Dari dana itu disebut sudah dibayar Rp.219 Milyar dan masih kurang bayar Rp.173 Milyar. Ada pula catatan pengeluaran Agung Podomoro sebesar Rp.6 Milyar yang dicatat peruntukkannya untuk mobilisasi 5.000 Personil Polri untuk menggusur Kalijodo.

Ahok yang mendengar berita itu langsung mencak-mencak dan melemparkan tuduhan bahwa Tempo dan Podomoro memfitnah dirinya. Ahok mengancam akan menggugat keduanya.

Tapi faktanya Ahok tidak jadi menggugat. Ahok malah mengakui bahwa Pemprov DKI telah menerima Dana Kontribusi Tambahan dari Agung Podomoro sekitar Rp. 200 Milyar lebih dan masih kurang Rp.100 Milyar lebih. Pengakuan Ahok itu menguatkan berita dari Tempo. Dari keterangan Sunny Tanuwijaya setelah diperiksa KPK 3 hari lalu juga menyebut Agung Podomoro sudah membayar Dana Kontribusi tambahan tetapi dia mengaku tak tahu jumlahnya.

Yang paling menarik (mencolok) setelah Ahok mengamuk dan mengatakan dirinya diFitnah Tempo dan Podomoro, Ahok kemudian malah menunjukkan ke public bahwa dirinya punya Perjanjian Preman dengan Agung Podomoro. Perjanjian Preman itu dibuat Ahok pada 11 Maret 2014 dengan daftar 4 Pengembang tetapi daftar hadirnya hanya Ariesman dan pihak grup perusahaan Agung Podomoro saja yang hadir. Berarti ini memang Perjanjian Preman antara Ahok dengan Agung Podomoro.

Dengan memperlihatkan Perjanjian Preman ke public, secara tersirat Ahok ingin membela dirinya bahwa dia menerima Dana Kontribusi Tambahan dari Agung Podomoro itu ada landasan hukumnya yaitu Perjanjian Preman.

Ini Jelas ngawur sekali. Ahok pura-pura bego. Ini bukan perjanjian Sewa Rumah atau Kontrakan Ruko loh. Jadi tidak mungkin Gubernur DKI menarik dana dari Pengembang hanya dengan Perjanjian abal-abal seperti ini. Ini menyangkut Dana Puluhan Trilyunan rupiah bila dikalkulasi dari penarikan kontribusi tambahan 17 Pulau. Masa boleh pakai perjanjian seperti itu?

Ahok juga pura-pura bego karena dalam Pergub No.2238 tahun 2014 yang ditanda-tanganinya sendiri telah tercantum jelas klausul bahwa Dana Kontribusi Tambahan akan ditetapkan besarannya sesuai Pergub berikutnya.

Jelas-jelas Ahok salah. Tanpa Perda dan tanpa Pergub tetapi Ahok dengan santai menerima Ratusan Milyar Rupiah dari Agung Podomoro. Hal itu terjadi karena Ahok telah mengeluarkan Izin Pelaksanaan Reklamasi untuk Agung Podomoro per tanggal 23 Desember 2014. Podomoro juga sudah memulai Pembangunan/ Reklamasi di Pulau G.

Lalu untuk catatan pengeluaran Podomoro senilai Rp. 6 Milyar untuk mobilisasi 5.000 Personil Polri memang tidak diakui Ahok sama sekali. Ahok sampai 3 kali membantah isu tersebut tetapi Ahok tidak berani menggugat Tempo. Publik pun menilai hal itu benar terjadi.

Bantahan pertama Ahok mengatakan, Tidak benar mobilisasi 5.000 Personil Polri untuk penertiban Kalijodo memakai uang Podomoro. Ahok mengatakan Dana itu berasal dari Pemprov DKI. Tetapi Ahok tidak bisa menjelaskannya seperti apa rinciannya maupun pos anggaran yang mana.

Publik tidak percaya, apalagi setahu public dana penertiban untuk seluruh DKI per tahunnya hanya Rp. 2 Milyar untuk belasan kali Penertiban. Kalau menghitung pos anggaran DKI paling bisa dikucurkan Rp.200 Juta.

Karena public tidak percaya, akhirnya Ahok mengeluarkan pernyataan lagi. Dana Mobilisasi Personil Polri memang dari Pemprov DKI tetapi terkadang ada bantuan dari Pengembang. Nah ini mesti digaris-bawahi. Selanjutnya Ahok mengatakan Dana Mobilisasi Personil Polri dari Pemprov DKI per orangnya Rp.250 ribu dan ditambah uang makan Rp.38 ribu.

Pada saat bersamaan, ketika Ahok menjelaskan hal tersebut, dari Polda Metro Jaya juga keluar bantahan bahwa Dana Mobilisasi Personil Polri untuk Penertiban tidak berasal darimana-mana. Polri punya dana sendiri. Ada Dipa nya. Penjelasan Polri ini akhirnya membuat keesokan harinya Ahok meralat ucapannya dan mengatakan Dana Mobilisasi bukan dari Pemprov DKI tetapi dari Polri sendiri dimana Polri sudah mengeluarkan Rp.500 Juta.

Beginilah kalau kita punya Gubernur yang tukang bohong. Semua hal yang dikatakannya tidak jelas dan menimbulkan kontroversi.

**Ahok Sesuka Hati Menerima Dana Swasta dan Sesuka Hati Menterjemahkan Diskresi**

Adalah Dana CSR yang sudah diterima Pemprov DKI sejak tahun 2013 tetapi sampai dengan tahun 2016 ini tidak jelas untuk apa penggunaannya. Begitu juga dengan Dana Koofisien bangunan Tingkat dan Dana Kontribusi Tambahan dari proyek Reklamasi.

Pak Jokowi pasti sudah dapat laporan bahwa Dana-dana CSR yang diterima Pemprov DKI sejak tahun 2013 sampai tahun 2016 tidak pernah jelas jumlahnya berapa dan digunakan untuk apa saja. Dana ini sempat dikelola LSM Ahok Center (waktu itu kontribusi dari 18 Perusahaan). Tetapi tidak jelas laporannya. Begitu juga setelah LSM itu dibubarkan tidak jelas siapa yang mengelola dana CSR ini dan untuk apa saja. Disisi lain Pemprov DKI juga sudah menerima Dana Koofisien Bangunan tingkat. Sama nasibnya, dana ini tidak jelas berapa yang masuk dan berapa yang keluar. Hanya Ahok dan Tuhan yang tahu tentang jumlah total dari Dana CSR dan Dana Koofisien ini.

Yang jelas Dana CSR ditambah Dana Koofisien Bangunan Tingkat diperkirakan mencapai Trilyunan rupiah. Ahok pernah sesumbar sewaktu dirinya rIbut dengan DPRD DKI. Ahok mengatakan tanpa APBD (Karena tidak disahkan DPRD juga), dirinya mampu membangun Jakarta. Pernyataan ini menyiratkan betapa besarnya Dana CSR dan dana Koofisien yang sudah diterima Ahok.

Belakangan Dana CSR yang diterima Ahok malah digunakan untuk membangun RPTRA di setiap RW di Jakarta. Ahok sepertinya sedang memanjakan warga DKI menjelang Pligub DKI 2017 dengan membangun RPTRA-RPTRA yang dananya diambil dari Dana CSR.

Langkah Ahok membangun RPTRA ini sudah diprotes DPRD DKI. Bahwa sebenarnya RPTRA ini ada anggarannya di APBD DKI. Tetapi Ahok lebih suka menggunakan dana CSR karena tidak perlu mempertanggung-jawabkannya pada DPRD DKI.

Pak Jokowi juga tahu bukan soal Serapan Anggaran Pemprov DKI tahun 2014 dan tahun 2015? Serapan Anggaran sangat rendah karena Ahok punya banyak Dana CSR dan Dana Koofisien yang bisa digunakan untuk apa saja. Tentu saja dana ini berpeluang digunakan untuk kepentingan politik Ahok. Kabarnya Ahok sudah menghibahkan Ratusan Milyar ke KPUD DKI.

**Mengapa Ahok Sering “Menyumbang” kepada Polda Metro Jaya?**

Kembali ke masalah Dana Kontribusi Tambahan yang sudah diterima Ahok dari Agung Podomoro dimana sudah diakui Ahok bahwa sudah diterima sejumlah Rp. 200 Milyar lebih. Ahok tidak pernah menjelaskan Dana sebesar ini sudah digunakan untuk apa. Dari catatan Tempo hanya ada Rp.92 Milyar untuk membangun Rusun Daan Mogot dan ada Dana Rp.6 Milyar untuk mobilisasi Personil Polri di Kalijodo.

Saya mencoba mencari tahu kira-kira kemana saja Ahok menggunakan dana Ratusan Milyar rupiah itu. Ternyata Ahok pernah menggunakannya untuk membangun beberapa fasilitas/ Sarana Prasana Polda Metro Jaya. Saya mencatat sebagai berikut :

1.Kantor Polair Polda Metro Jaya di Waduk Pluit. Nilainya belum tahu tapi mungkin sekitar belasan Milyar Rupiah. Ahok menggunakan Dana Kontribusi Podomoro untuk ini. Sangat jelas ini melanggar aturan yang ada. Kantor polair ini harusnya dibangun dengan Dana APBN. Kenapa Ahok merasa lebih hebat dari Negara sehingga mampu menyuplai Polda Metro Jaya dengan menggunakan dana swasta?

2. Ahok juga menghibahkan beberapa unit Kapal Patrol jenis C3 untuk Polair. Saya tidak bisa mengira-ngira berapa nilainya. Tetapi karena hal itu Ahok dipuji-puji oleh Polda Metro Jaya. Disebut-sebut gara-gara Ahok, 26 tahun lamanya Polair tidak punya kantor tetapi Ahok tiba-tiba membangunkannya untuk mereka. Yang pasti Polda Metro Jaya tidak tahu itu anggarannya darimana. Setahu mereka itu dana CSR.

3.Ahok juga sekaligus membangun Kantor Polsek Penjaringan dan Kantor Polsek Cilincing. Biaya untuk kedua kantor ini juga tidak bisa saya perkirakan nilai rupiahnya. Bukan main hebatnya Ahok dimata personil Polri saat itu. Dan pada peresmian Kantor Polair itu Ahok berjanji akan membangunkan Apartemen untuk Polri dan TNI. Yang penting Polri dan TNI memberikan tanahnya dulu barulah Ahok akan membangunkan kedua Institusi ini Apartemen maupun perumahan.

4.Ahok juga sedang membangun Gedung Parkir Polda Metro Jaya. Dari Viva.co.id tanggal 3 maret disebut Pembangunan Gedung ini akan menelan Rp.80 Milyar. Dalam peletakan batu pertamanya Ahok berjanji akan membangunkan Polsek-polsek di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan setelah sebelumnya membangun Polsek Cilincing dan Penjaringan.

Dari kesemuanya itu diatas bisa diperkirakan Kucuran Dana dari Agung Podomoro senilai diatas Rp.100 Milyar lebih, ternyata mampu digunakan Ahok untuk memanjakan Institusi Kepolisian. Terbukti memang ketika Ahok menggusur Kalijodo, 5.000 Personil Polri langsung diterjunkan. Baru kali ini ada penertiban dengan personil Polri demikian banyak. Rupanya Ahok sangat berjasa pada polri.

**Ahok Menguasai Polri dan KPK?**

Dari paparan diatas sangat jelas, pak Jokowi. Ahok tanpa Perda dan Pergub telah berani menerima Dana Ratusan Milyar rupiah dari Korporate. Dari Dana yang illegal itu ternyata malah digunakan sepertiganya untuk memfasilitasi Polri dan TNI. Makanya saya bilang Ahok ini Fasis. Dia berpikir dalam perspektif korporate bisa menguasai Negara. Mungkin sesuai dengan cita-citanya yang ingin jadi Presiden.

Kalau seandainya analisa saya diatas tentang KPK yang dikendalikan Polri itu benar, maka bisa dikatakan sebanyak apapun pelanggaran hukum yang dilakukan Ahok, sampai berapa waktu kedepan tidak akan mungkin membuat Ahok bisa menjadi TSK oleh KPK. Elit Polri secara psikologis akan membela Ahok yang sudah mengucurkan Ratusan Milyar Rupiah untuk membangunkan Sarana dan Prasarana Polri.

Apa tidak rusak negeri ini dengan ulah Ahok, pak Jokowi? Bagaimana kalau Gubernur-gubernur lain mengikuti jejak Gubernur Preman ini?

Pak Jokowi sudah tahu persis bagaimana cara Ahok membeli Lahan Sumber Waras dengan menabrak segala peraturan yang ada. BPK sudah menetapkan kerugian Rp.173 Milyar. KPK sudah tahu persis masalahnya. Begitu juga dengan Skandal Reklamasi. KPK sudah tahu berapa dana yang sudah dikucurkan oleh Agung Podomoro kepada Ahok/ Pemprov DKI. Tetapi bagaimana menindak Ahok?

Ahok menerima Gratifikasi dari Agung Podomoro tetapi sebagian besarnya ditanamkan ke institusi Polri dan TNI. Apa itu bisa dikatakan Polri dan TNI menerima Gratifikasi dari Agung Podomoro?

Hancur sudah tata kelola pemerintahan gara-gara Ahok, pak Jokowi. Segeralah bertindak sebelum semuanya menjadi lebih kacau.

Sekian.

Artikel-artikel sebelumnya :

Tentang REKLAMASI :

1.

2. 

3. 

4.

TENTANG KPK JILID 4

TENTANG SUMBER WARAS

1.

2. 

3. 

4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun