Dulu waktu masih sekolah juga ada Kasus Dana Non Budgeter Bulog yang diterima Akbar Tanjung. Kalau tidak salah Rp. 40 Milyar. Oleh Akbar begitu ketahuan media, dana itu langsung dikembalikan. Lucunya lagi yang saya baca di Google, Akbar Tanjung sempat memberikan dana itu kepada Yayasan Yatim Piatu tetapi Akbar sendiri lupa nama yayasannya. Bagaimana mungkin Dana sejumlah itu diberikan pada satu pihak tetapi nama pihak itu sampai lupa. Haha.
Kasus itu tidak jelas penyelesaiannya dan Akbar Tanjung tetap tidak dikenai hukuman. Meskipun begitu nama Akbar Tanjung sudah hancur gar-gara kasus itu. Penjelasan Akbar yang mencla-mencle pada kasus itu membuat masyarakat memvonis Akbar pasti bersalah.
Lalu bagaimana dengan Ahok?
Yang jelas Ahok sebulan terakhir ini sudah terlalu sering Mencla-mencle dalam memberi pernyataan ke Publik. Saya mencatat beberapanya saja. Saya tidak ingin membahas yang dulu-dulu bagaimana Ahok sering meralat ucapannya. Kita focus pada sebulan terakhir saja.
Pertama, Sebulan lalu ketika Ahok sedang meresmikan satu RPTRA di Kelapa Gading, Ahok mendengar KPK melakukan OTT terhadap sahabat Ahok yaitu Ariesman Widjaja (Dirut Agung Podomoro). Berita beredar Ariesman ditangkap karena Menyuap Sanusi untuk Raperda Reklamasi. Ahok kaget dan sempat mengatakan ke media bahwa Agung Podomoro tidak berhubungan dengan Proyek Reklamasi.
Ini jelas Tukang Tepu. Semua orang sudah tahu bahwa Pengembang yang menggarap Pulau G Reklamasi adalah PT. Muara Wisesa dimana perusahaan itu adalah anak perusahaan Agung Podomoro Land Tbk. Kok Ahok nekat ya membohongi public?
Kedua, Ketika KPK mengumumkan beberapa orang yang dicekal gara-gara kasus itu. KPK menyebut nama Sunny Tanuwijdaja. Ahok yang mendengar itu langsung mengatakan Sunny adalah Mahasiswa Magang. Bohong lagi rupanya. Tetapi KPK mengatakan Sunny Tanuwidjaja adalah Staff Khusus Ahok.
Belakangan baru Ahok mengakui bahwa Sunny Tanu adalah teman lamanya yang punya Konsultant Politik. Jadi selama ini Ahok “memelihara” Konsultan Politik yang diizinkannya berkantor di Balai Kota DKI.
Ketiga, pada hari kamis lalu ada berita di Tempo yang mengabarkan bahwa berdasarkan informasi dari sumbernya di KPK, ada pengakuan dari Ariesman Wijaja bahwa Ahok telah menerima ratusan milyar rupiah dari Agung Podomoro sebagai Dana Kontribusi Tambahan Reklamasi. Ada 2 poin disini, yang pertama adalah Setoran Rp. 6 Milyar untuk Mobilisasi 5.000 Personil Polri yang menggusur kawasan Kalijodo dan pembayaran ratusan milyar lainnya untuk pembangunan wilayah Jakarta Utara berkaitan dengan Dana Kontribusi Tambahan yang belum ada Payung Hukumnya.
Kita focus pada Rp.6 Milyar itu dulu yang disebut dipakai untuk Mobilisasi 5.000 Personil Polri. Ahok langsung membantahnya. Pertama Ahok bilang Hal itu tidak benar sama sekali. Ahok mengatakan Dana Penertiban Kalijodo berasal dari Pos Pembelanjaan APBD 2016. Faktanya dalam APBD 2016 Dana Penertiban DKI hanya berjumlah Rp. 2 Milyar (sudah saya bahas di artikel yang lalu.). Dana itu untuk belasan kali Penertiban. Jadi kalau kalau untuk Kalijodo sendiri dana yang tersedia hanya sekitar Rp.150 juta. Sementara Personil yang dikerahkan di Kalijodo mencapai 6.000 orang. Kalau per orang saja Dananya Rp.250 ribu maka sudah hamper Rp.2 Milyar. Belum lagi dana sewa bulldozer dan lainnya.
Bantahan kedua Ahok malah menyebut jelas bahwa anggaran APBD DKI untuk Personil Polri Rp.250 ribu ditambah uang makan per hari Rp.38 ribu. Ahok juga mulai mengaku bahwa selain dana ABPD ada juga sumbangan operasional Pengembang. Lucunya pada hari yang sama ketika Ahok meralat ucapannya, adalagi suara dari Polda Metro Jaya. Polri menyatakan Dana Mobilisasi Personil Polri punya anggarannya sendiri dan tidak mendapatkan sumbangan dari pihak manapun.