Mohon tunggu...
Revaputra Sugito
Revaputra Sugito Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

We Love Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mereka Berusaha Membodohi Rakyat Dengan Melarang Rakyat Percaya Quick Count

14 Juli 2014   22:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:20 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehari paska Pileg digelar munculah opini-opini yang menyesatkan di berbagai media-media social maupun media –media resmi. Dan polemic itu berbicara tentang Hasil Quick Count dari lembaga-lembaga survey yang terlibat menyajikan data hasil Quick Countnya di beberapa televisi.

Mereka dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan politisi seputar koalisi merah putih, dari kalangan agamis yang berafiliasi dengan situs arrahmah.com, Voa-Islam, PKSpiyungan dan malah dari kalangan akademik seperti dosen ilmu statistic juga.

Mereka berbicara seolah-olah Quick Count adalah sesuatu yang dikategorikan sebagai perbuatan haram, mereka berbicara seolah-olah Quick Count itu menyesatkan dan Mereka menakut-nakuti masyarakat bahwaQuick Count mempunyai kesalahan yang tinggi dan sebaiknya tidak digunakan.Ini kan lucu sekali dan sangat menyesatkan pendapat-pendapat seperti ini.

Quick Count adalah salah satu ilmu Statistik. Quick Count adalah hal yang sangat ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Dan ingat, bahwa banyak Negara-negara maju juga menggunakan Quick Count sebagai acuan untuk memperkirakan hasil dari suatu Pemilu.

Di Indonesia sendiri quick count sudah digunakan selama 10 tahun sejak tahun 2004.Sudah digunakan dalam skala nasional untuk 2 Pemilu Presiden dan 3 Pemilu Legislatif. Begitu juga dengan begitu banyak Pilkada-pilkada yang menggunakan Quick Count sebagai acuan hasil pemilu yang sudah berlangsung.

Dan selama 10 tahun ini, hingga Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014, tak ada seorangpun berbicara tentang keburukan Quick Count. Tidak ada satupun orang yang pernah complain dengan Quick Count. Mengapa, karena Quick Count itu berdasar sampling data. Tidak seperti survey Elektabilitas yang bersumber responden dimana terkadang responden tidak memberi jawaban apa adanya. Sementara Quick Count bersumber data tertulis dari TPS. Betul ada tingkat kesalahan tetapi selama 10 tahun di Indonesia sudah terbukti bahwa tingkat kesalahan Quick Count dibawah 2 persen. Itu yang membuat tidak ada seorangpun yang pernah complain ke lembaga survey yang credible.

Tapi mengapa lantas pada tanggl 9 Juli 2014 secara serentak mereka membully Lembaga-lembaga Survey karena melakukan Quick Count? Tak cukup dengan itu mereka juga langsung menyudutkan seorang Profesional Lembaga Survey gara-gara kalimat yang dikeluarkan tidak bisa dipahami oleh mereka.

Belum juga terbukti ada kesalahan dari lembaga-lembaga tersebut karena belum dibandingkan dengan hasil KPU tetapi mereka langsung memvonis hasil quic count dari lembaga-lembaga seperti LSI, Litbang Kompas, SMRC, RRI dan lain-lainnya adalah salah. Ini sungguh keterlaluan.

Quick Count adalah sebuah Alat Untuk membantu semua orang mengetahui hasil dari Pemilu. Begitu juga dengan sebuah Pisau. Pisau adalah alat untuk memotong bahan makanan manusia dan lainnya.

Lalu ketika ada seseorang terluka kena Pisau, haruskah kita menyalahkan Pisaunya/ Ini kan bodoh sekali. Dan lebih konyol lagi mereka yang menakut-nakuti teman-temannya, keluarganya dan orang lainnya dengan mengatakan jangan sekali-sekali menggunakan Pisau lagi karena itu sangat berbahaya.

Yang seperti ini bisa dibilang benar-benar konyol. Gara-garaada kepentingannya yang tidak terpenuhi langsung alatnya yang disalahkan. Sekali lagi benar-benar konyol.

Kalau kita cermati sumber polemic dari Quick Count adalah digunakannya 3 Lembaga Survey abal-abal oleh TV One yang sangat dipercayai oleh Prabowo Subianto.Dan Prabowo sangat marah ketika Lembaga Survey selain 3 lembaga survey tersebut kesemuanya memenangkan Jokowi-JK.

Inilah sumber masalahnya. Ketika hasil Quick Count dari 7 lembaga survey memenangkan Jokowi, kemudian Prabowo langsung marah dan menuduh lembaga-lembaga survey itu merekayasa hasilnya untuk memenangkan Jokowi.Ini tuduhan keji. Keji karena menuduh 2 pihak sekaligus yaitu kubu Jokowi-JK dan lembaga-lembaga Survey yang sudah memiliki kredibilitas.

Kecuali kalau Prabowo sudah melihat hasil Hitung Manual KPU berlawanan dengan hasil quick count lembaga-lembaga tersebut, bolehlah Prabowo mengeluarkan tuduhan-tuduhan seperti itu.

Faktanya adalah Perhitungan Manual KPU adalah tanggal 22 Juli dan saat Prabowo mengeluarkan tuduhan tersebut adalah tanggal 9 Juli. Dimanakah dasar kebenaran Prabowo untuk melempar tuduhan sekeji itu?

Satu hal yang kita tahu bahwa 3 lembaga abal-abal yang disewa TV One menghasilkan Quick Count yang berlawanan dengan hasil quick count dari LSI,RRI, Cirrus, Litbang Kompas, Poltracking dan lainnya.Apakah ini yang dijadikan dasar Prabowo untuk melempar tuduhan keji kepada Jokowi-JK dan lembaga-lembaga survey tersebut?

Dan bukan hanya Prabowo saja yang berbicara begitu. Hampir seluruh Timsesnya mengatakan hal yang sama yang intinya Lembaga-lembaga survey seperti LSI, SMRC, Litbang Kompas, RRI, Poltracking dan lainnya tidak ada yang bisa dipercaya. Lembaga-lembaga tersebut dituduh berafiliasi dengan kubu Jokowi-JK. Tanpa dasar, tanpa bukti mereka melancarkan tuduhan tersebut.

Begitu juga dengan cyber army partai pendukung Prabowo yang segera dan serentak menebar opini-opini menyesatkan tentang Quick Count.Semua orang dihasutnya untuk percaya bahwa 7 Lembaga Survey seperti LSI, Litbang Kompas, RRI dan laiinya dikendalikan oleh Timses Jokowi.Ini benar-benar menyesatkan.

Dari Prabowo, Timses nya hingga para pendukungnya di media-media social seharusnya berintropeksi diri. Pertanyaan sederhananya adalah, ketika tanggal 9 April 2014 lalu, lembaga-lembaga survey yang sama yang menampilkan Hasil Quick Count di televise, adakah yang membela Jokowi? Adakah yang membela salah satu Parpol?

Selama 10 tahun terakhir, baik Prabowo, Timses dan para cyber army yang ada, pernahkan mengkomplain hasil-hasil quick count sebelumnya dari lembaga-lembaga survey ini?

Tentu tidak pernah.Dan masalahnya sekarang ini ke 7 Lembaga Survey itu seolah-olah sudah menjadi Pisau yang sangat tajam dan melukai kubu Prabowo secara keseluruhan sehingga Pisau itu harus dimusnahkan.

Inilah yang saya katakan sebagai Upaya Pembodohan rakyat besar-besaran. Upaya pembalikan fakta besar-besaran dan sistemik. Apa tujuannya, kita semua hanya bisa menduga.

Begitu juga dengan pernyataan Profesional di lembaga Survey, Burhanudin Muhtadi yang dengan sengaja dijadikan senjata untuk menyerang dan mendegradasikredibilitas lembaga-lembaga survey.

"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2014.

Pernyataan ini memang terkesan arogan. Tapi seharusnya dilihat konteksnya terlebih dahulu.Burhanudin pada saat itu berusaha menjelaskan Kredibilitas dari lembaga-lembaga survey termasuk yang dikelolanya.Pernyataannya ini disebabkan karena adanya opini-opini yang merebak yang menyudutkan dan meragukan kredibilitas lembaga-lembaga survey yang padatanggal 9 Juli kemarin memenangkan Jokowi-JK. Inilah alasan Burhanudin Muhtadi mengeluarkan pernyataan seperti itu.

Tetapi oleh mereka kalimat itu dikondisikan berdiri sendiri dan seolah-olah tidak ada peristiwa apa-apa sebelumnya, kemudian Burhanudin mengeluarkan kata-kata seperti itu.

Bahkan oleh mereka yang entah apa sebabnya sehingga begitu jahatnya menggunakan kalimat Burhanudin dengan mengkondisikan bahwa Burhanudi Muhtadi berusah mendelegitimasi KPU. Ini sungguh berlebihan dan tendensius.

Kalimat Burhanudin tersebut hanyalah kalimat logika yang bersifat Teori Pembuktian Terbalik.

Kalau 3 ditambah 2 itu sama dengan 5. Jadi kalau 5 dikurang 2 itu sama dengan 3. Itu matematikanya. Berikutnya kalau sinar merah dicampur sinar kuning maka akan menjadi Sinar Orange dan bila sinar kuning dimatikan maka sinar yang tersisa hanyalah sinar merah. Itulah kimianya.

Begitu juga misalnya sebuah jembatan dengan bentang 20 meter dicungkil sebongkah betonnya dan diperiksa campuran semen, krikil dan lainnya. Kemudian disimpulkan beton tersebut berasal dari formula K500 atau K250, maka bisa diperkirakan Jembatan tersebut sudah menghabiskan Semen berapa Zak, Krikil berapa banyak dan lainnya.Perkiraan itu bisa saja meleset tetapi tidak akan banyak melesetnya.

Seperti itulah yang ingin dinyatakan oleh Burhanudin Muhtadi.

Saya yakin sekali bahwa Burhanudin tidak bermaksud negative dan tidak bermaksud menyombongkan diri dan mencoba mempengaruhi KPU. Betul bahwa kalimat Burhanudin terkesan arogan akan tetapi itu hanyamenjelaskan bahwa betapa yakinnya seorang Burhanudin akan keilmiahan sebuah metode survey.

Disisi lain adakah orang yang benar-benar yakin 100 persen akan bersih dari intervensi? Siapakah orangnya yang bisa menjami KPU 100 persen bersih dari kecurangan? Saya yakin seyakinnya bahwa tidak ada satupun orang yang berani menjamin bahwa KPU 100 persen bersih dari intervensi dan berani menjamin KPU 100 persen bersih dari kecurangan.

Dan maksud Burhanudin tersebut adalah dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya hal-hal lain yang mencemari KPU, maka Quick Count ini bisa dijadikan acuannya. Sehingga kalau saja hasil KPU meleset jauh dari hasil Quick Count maka bisa disimpulkan ada sesuatu yang salah di KPU. Seperti itulah kira-kira maksud dari Burhanudin Muhtadi.

Tetapi oleh beberapa pihak pernyataan Burhanudin itu dikondisikan berdiri sendiri dan disimpulkan sebagai upaya Burhanudin untuk mendelegitmasi KPU.Ini sangat-sangat berlebihan dan ini sangat-sangat jahat.

Yang pasti saat ini masyarakat sepertinya memang sengaja dikacaukan dengan opini-opini yang membolak-balikkan fakta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun