Mohon tunggu...
Reva Ramadhani
Reva Ramadhani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa Kelas XII MIPA 4 SMA Negeri 1 Waled

be yourself

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta yang Berunjung Sia-sia

5 Maret 2024   11:30 Diperbarui: 5 Maret 2024   11:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pertanyaan ini mencerminkan ketidakpahaman, kebingungan tentang perasaan cinta yang mereka alami, meskipun awalnya ada kehadiran bunga-bunga tetapi sebenarnya mereka tak dapat memahami apa yang dirasakan, tidak menyakini sepenuhnya ada rasa cinta diantara mereka berdua.

Perasaan cinta juga tidak bisa tumbuh begitu saja meskipun mereka selalu bersama, mungkin penyebabnya karna mati rasa. Mati rasa adalah sebuah kondisi dimana tidak ada perasaan yang muncul atau tidak berminat untuk menjalin hubungan asmara. Memang pada dasarnya cinta itu tidak bisa dipaksakan. Seperti pada bait ke 3 : 

Sehari kita bersama. Tak hampir-

menghampiri

Dan pada akhirnya si pria tidak bisa memberi cintanya atau membagikan hatinya kepada si wanita. Si wanita merasa gagal dan frustasi akibat perasaan yang telah sia-sia dan patah hati. Setelah peristiwa itu si wanita tidak lagi menemuinya dan menemani harinya lagi. Sehingga, kesunyian dan rasa sepilah yang menghampiri. 

Ah! Hatiku yang tak mau memberi

Mampus kau dikoyak sepi

Dari sini penulis ingin menggambarkan tentang kerumitan perasaan cinta dan bagaimana perasaan tersebut dapat berubah dari kebahagiaan menjadi sia-sia, menggambarkan perasaan kesepian dan kekosongan yang sering kali menghantui manusia dalam pencarian akan cinta.

Puisi ini membuka pintu kepada pembaca untuk merenungkan tentang arti sejati dari cinta dan kehidupan. Menghadirkan gambaran tentang kegagalan dan kehampaan yang sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan mencari dalam hubungan manusiawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun