Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan warganya yang ramah dan cenderung mementingkan kepentingan orang lain dibanding pribadi. Dalam budaya yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan harmoni, sifat untuk menyenangkan orang lain sering kali dianggap sesuatu yang positif. Namun, apabila hal ini sudah mengorbankan kenyamanan dan kepentingan pribadi, fenomena ini dikenal sebagai people pleaser.
Fenomena people pleaser tidak hanya mempengaruhi individu secara fisik dan emosional, tetapi juga memiliki dampak pada hubungan sosial dan dinamika masyarakat. Mengapa budaya harmoni sering kali mendorong perilaku ini? Dan bagaimana kita dapat menyeimbangkan antara menjaga keharmonisan tanpa kehilangan jati diri?
People pleaser adalah istilah yang diberikan kepada seseorang yang cenderung memprioritaskan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi dengan takaran yang berlebihan. Sehingga, hal ini dapat merugikan orang tersebut. Mereka sering merasa bersalah atau takut mengecewakan orang lain. Hal ini biasanya mereka lakukan untuk mendapatkan penerimaan sosial. Di tengah budaya yang menekankan harmoni sosial, perilaku ini sering dianggap sesuatu yang positif sebagai wujud kebaikan dan pengorbanan.
Budaya Harmoni dan KolektivismeÂ
Dalam masyarakat yang mengutamakan kebersamaan dan harmoni, menjaga hubungan baik sering kali menjadi prioritas utama. Contohnya, norma seperti "jangan menolak permintaan orang lain" atau "jaga perasaan orang lain"sering kali  ditanamkan sejak dini. Norma ini bisa menjadi tekanan tersendiri bagi individu. Banyak orang merasa terjebak dalam kewajiban memenuhi ekspetasi orang lain dan untuk selalu menyenangkan orang lain demi menjaga keharmonisan, bahkan jika itu harus mengorbankan kenyamanan pribadi.Â
Dampak pada Individu dan Masyarakat
Bagi individu, sikap people pleaser ini dapat menyebabkan stress, kehilangan jati diri, dan perasaan tidak dihargai. Di sisi lain, masyarakat juga kehilangan kejujuran dan komunikasi yang sehat karena perilaku ini cenderung mendorong konflik yang terselubung.
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Untungnya, sikap people pleaser bukanlah sesuatu yang tidak dapat diatasi. Berikut solusi untuk mengatasi masalah tersebut:Â
1. Mengenali kebutuhan dan prioritas, serta menetapkan batasan yang jelas.Â
2. Belajar mengatakan "tidak" dengan tegas namun tetap sopan.Â
3. Mendorong diskusi terbuka yang menghargai perbedaan pendapat.
4. Mengelola rasa bersalah dengan menyadari bahwa individu tidak bertanggung jawab atas kebahagiaan individu lain.Â
Fenomena people pleaser adalah refleksi dari nilai-nilai harmoni yang dipegang erat oleh masyarakat. Menjaga batasan diri bukan berarti berhenti peduli terhadap orang lain. Sebaliknya, itu adalah cara untuk tetap sehat, baik fisik maupun emosional. Meski menjaga hubungan baik adalah hal yang penting, tetapi tidak seharusnya dilakukan dengan mengorbankan diri sendiri. Menemukan keseimbangan adalah kunci untuk menjunjung nilai harmoni tanpa kehilangan jati diri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H