Menurut data BKKBN, diperkirakan kasus aborsi setiap tahunnya mencapai 2,4 juta jiwa, dimana 700.000 kasus terjadi pada remaja. Sekitar 20-60% dari kasus aborsi di Indonesia merupakan kasus aborsi yang disengaja. Kehamilan tidak diinginkan adalah salah satu pemicu maraknya aborsi pada kalangan remaja di banyak negara, terutama di Indonesia. Fenomena ini menggambarkan adanya kesenjangan dalam pendidikan seks, pemahaman tentang kesehatan reproduksi, serta dukungan sosial yang tersedia bagi remaja. Meskipun para remaja sudah mengetahui bahwa aborsi sangat membahayakan, tetapi aborsi ini sering dijadikan jalan keluar darurat bagi para mereka yang belum siap menjadi orang tua. Ada berbagai langkah preventif yang bisa diambil para remaja selain aborsi, lantas langkah bagaimana yang harus dilakukan?
Mengajarkan Pendidikan Seksual Sejak Usia Dini
Kunci utama dalam pencegahan kehamilan tidak diinginkan adalah mewajarkan pendidikan seksual sejak usia dini. Remaja yang mengalami situasi kehamilan tidak diinginkan, seringkali merupakan mereka yang tidak paham mengenai konsekuensi dari hubungan seksual dan juga cara-cara apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah kehamilan apabila sudah terlanjur melakukan hubungan seksual. Sangat disayangkan bahwa informasi seperti ini aksesnya sangat terbatas bagi para remaja. Banyak tempat di Indonesia yang menganggap tabu hal tersebut, padahal hal tersebut penting untuk melindungi masa depan mereka. Pendidikan seks bisa diajarkan sesuai umur. Misalnya, ketika masih anak-anak bisa mulai diajarkan untuk mengenali anatomi tubuh, mana yang boleh disentuh dan tidak disentuh oleh orang tidak dikenal. Kemudian, ketika mulai menginjak masa remaja bisa diajarkan mengenai penggunaan alat kontrasepsi serta konsekuensi dari hubungan seksual yang tidak dilindungi.Â
Akses Mudah Terhadap Alat Kontrasepsi
Meskipun pendidikan seks sejak usia dini sudah diimplementasikan, masalah selanjutnya adalah akses terhadap alat kontrasepsi. Kebanyakan remaja merasa malu untuk membeli alat kontrasepsi, terlebih bagi mereka yang masih tinggal di lingkungan yang kuno. Oleh karena itu, akses yang mudah dan aman terhadap alat kontrasepsi tanpa stigma yang aneh-aneh dari masyarakat terhadap alat kontrasepsi menjadi hal yang sangat penting untuk pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, pemerintah dan organisasi kesehatan dapat membuat program-program yang memungkinkan para remaja untuk dapat mengakses alat kontrasepsi dengan mudah tanpa merasa dihakimi. Akan tetapi, program-program tersebut harus dapat menjaga kerahasiaan dan mendukung para remaja untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka.Akan tetapi, program-program tersebut juga harus dapat menjaga kerahasiaan dan mendukung para remaja untuk menjaga kesehatan reproduksi mereka.
Perlunya Dukungan Orang-Orang Sekitar
Selain hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, terdapat solusi yang berperan besar dalam pengambilan keputusan remaja terkait kehamilan yakni faktor psikologis. Banyak dari remaja yang merasa putus asa, bingung, dan gelisah ketika menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan. Pada kenyataannya masih banyak orang tua yang menghakimi anaknya ketika mereka menjadi korban kehamilan yang tidak diinginkan. Padahal, dukungan emosional dari orang-orang sekitar menjadi hal yang penting disini. Keluarga, teman, maupun tenaga profesional harus bisa menjadi tempat curhat bagi para remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Keluarga harus membangun hubungan yang terbuka dengan anak-anak mereka agar mereka bisa berbicara mengenai masalah mereka tanpa takut dihakimi. Selain itu, keluarga dan orang-orang di sekitar korban juga harus bisa memberikan nasihat-nasihat agar para korban kehamilan yang tidak diinginkan ini menjadi lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan tidak terpaksa untuk memilih aborsi sebagai solusi darurat.
Pada akhirnya, aborsi pada remaja akibat kehamilan yang tidak diinginkan bukanlah masalah yang bisa diselesaikan dengan solusi darurat semata. Permasalahan ini merupakan permasalahan yang kompleks yang bisa diselesaikan dengan melibatkan semua pihak, mulai dari orang-orang sekitar sampai pemerintah. Apabila solusi-solusi di atas dapat diimplementasikan dengan tepat sasaran, maka diharapkan kasus kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja dapat berkurang secara signifikan dan remaja dapat diberikan peluang untuk menghindari situasi ini sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih siap dan lebih sehat.
Referensi :Â
Wahyuningsih, S., 2014. Motif Pelaku Aborsi di Kalangan Remaja dan Solusi Pencegahannya. Jurnal Paralella, 1(2), pp. 89-96.
Wahyuningsih, S., Buwono, Y. & Wati, A. R., 2014. Motif Pelaku Aborsi di Kalangan Remaja dan Solusinya. PERSONIFIKASI, 5(2), pp. 73-91.
Wijayati, M., 2015. Aborsi Akibat Kehamilan yang Tak Diinginkan (KTD): Kontestasi Antara Pro-Live dan Pro Choice. ANALISIS: Jurnal Studi Kesalaman , 15(1), pp. 43-62.
Ditulis oleh Revalina Zahra Salsabila Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H