Kegiatan Pembersihan Danau oleh Warga Sekitar Ranu Pani
Aspek budaya tak luput dari perhatian para mahasiswa sebagai elit pemuda. Bukan hanya budaya yang sedang tren, tapi juga budaya yang masih eksis di wilayah secara lokal, salah satunya budaya Suku Tengger.
Tiga mahasiswa Universitas Negeri Malang  angkatan 2015 meneliti tentang
Trihitakarana, adalah suatu konsep Hindu yang tertuang dalam Kitab Weda yang merujuk pada keseimbangan hubungan antara manusia dengan Hyang Widhi (Tuhan), sesama manusia dan alam yang mengantarkan manusia menuju kebahagian dunia. Desa  Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa  Timur sebagai obyek penelitian dalam rangka mengikuti pekan kreativitas mahasiswa  (PKM).
Penelitian tentang kearifan lokal Trihitakarana dilaterbelakangi oleh semakin rusaknya Danau Ranu Pani. Kondisi Ranu Pani terancam rusak karena mengalami penyusutan luas yang signifikan.Â
Dalam data tahun 1980-an tercatat Ranu Pani masih seluas 9 ha dengan kedalaman 12 m. Kini, luas Ranu Pani hanya 5,6 ha dengan kedalaman hanya 6 m. Laju erosi lahan di sekitarnya menjadi salah satu penyebab penyempitan ranu (Kompas, 2012). Erosi yang berasal dari lahan pertanian di sekitar Ranu Pani terjadi terus-menerus sehingga terjadi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan Ranu Pani.
Sedimentasi atau pendangkalan yang terjadi mencapai 50 persen dari total luas lahan 9 hektare (Antara, 2011). Sedimentasi atau pendangkalan terjadi karena adanya lumpur dan sampah rumah tangga ataupun sampah pertanian yang masuk ke danau. Lahan di sekitar Ranu Pani digunakan sebagai lahan pertanian yang menghasilkan sayur-sayuran seperti kentang, kubis serta tomat. Sedangkan sayur-sayuran tersebut termasuk dalam tanaman yang menyebabkan erosi tinggi pada tanah.
Manurut Dukun adat Suku Tengger di Ranu Pani, Pak Baryo mengungkapkan bahwa Ranu Pani telah mengalami pengendapan lumpur dan sampah, karena aliran air dari wilayah Bantengan hingga Desa Ranu Pani bagian atas bermuara di Danau Ranu Pani. Pak Brayo berpendapat bahwa "kesalahan dalam pengolahan lahan disekitar danau menjadi penyebab utama kerusakan Ranu Pani" ungkapnya dalam wawancara bersama Najatul Ubadati dan Reva Presilia pada Jum'at, 13 Juli 2018.
"Menganggap sakral tempat-tempat atau benda-benda tertentu dengan memberikan sesaji pada waktu tertentu adalah wujud agar mencapai keseimbangan hubungan dengan alam" Jelas Pak Baryo kepada tim peneliti. Menurut Pak Baryo secara pribadi mengatasi pendangkalan Ranu Pani dapat dilakukan dengan cara teknis dengan membangun aliran air sedemikian rupa.
Namun yang menjadi permasalahan utama adalah perilaku masyarakat dalam melakukan pengelolaan lahan pertanian yang salah. Sehingga perlu dilakukan penguatan kaidah konservasi melalui kearifan lokal Trihitakarana. Sehingga masyarakat dapat tetap memegang kuat adat melalui tindakan nyata dalam menyelamatkan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H